Senin, 04 April 2016

FILSAFAT DALAM TERANG IMAN KRISTEN




BAB I


PENDAHULUAN

            Perintah untuk melaksanakan Amanat Agung pertama sekali disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya. Dan setalah zaman Rasul-rasul hingga saat sekarang perintah ini ditujukan kepada semua mereka yang telah menjadi murid Kristus yang disebut dengan Gereja. Gereja telah diberi tanggung-jawab ubtuk memberitakan Injil atau kabar sukacita kepada semua bangsa. Bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, kaum dan bahasa harus mendengar berita sukacita ini.
            Amanat Agunglah yang telah membawa berita sukacita ini kepada bangsa Indonesia sehingga bangsa ini mendengar dan mengenal tentang Yesus. Dengan berbagai keanekaragaman budaya yang ada di bangsa ini, juga merupakan factor pendukung bagi tercapainya misi. Kendati budaya merupakan factor, ternyata budaya juga merupakan suatu dilemma bagi pertumbuhan gereja saat ini. Injil yang kompromi dengan budaya otomatis akan mempengaruhi makna dari injil tersebut terlebih lagi bila budaya yang dimaksud tidak relevan kepada Firman Tuhan. Kondisi inilah yang dinamakan sinkretisme dalam Gereja.







BAB II


GEREJA DAN SINKRETISME DALAM ADAT BATAK

            Kita tahu bahwa Allah adalah Allah yang memberitakan Injil. Melalui Yesus Kristus Allah menyatakan isi hati-Nya, dan melalui Gereja Yesus melanjutkan misi-Nya. Setiap gereja bertanggung-jawab atas tugas ini, sepeti yang dikutip Paul dalam bukunya menuliskan bahwa:
Kegiatan gereja untuk mengabarkan Injil merupakan pyramid besar yang        dibangun  tegak dan ujungnya diatas dan dasarnya mulai dari kitab Kejadian psl 1 sampai dengan Wahyu psl 22 seluruhnya membentuk dasar untuk pengabaran Injil keseluruh dunia.”[1]

Oleh sebab itu maka gereja wajib bertanggung-jawab dalam tugas pemberitaan Injil keseluruh dunia. Injil yang diberitakan haruslah merupakan Injil Krintus, bukan ajaran-ajaran yang sudah dicampuradukkan dengan aturan manusia, sebab kekristenan sejati bersumber dari Tuhan Yesus. Kekristenan yang dipadukan dengan kebudayaan dan adat istiadat akan sangat membahayakan dan otomatis berdampak buruk bagi pertumbuhan gereja. keadaan tersebut dikenal dengan istilah sinkretisme. Bahaya sinkretisme akan mengancam apabila keaslian Injil dikorbankan demi keaslian kebudayaan, adapun bahaya yang diakibatkan sinkretisme terhadap Injil akan menjadikan Injil mengalami absorpsi (terserap kedalam kebudayaan).”[2]
Kendati demikian bukanlah berarti bahwa kebudayaan harus ditinggalkan, karena kebudayaan juga meruapakan satu metode pendekatan yang dapat memudahkan Injil dapat masuk ke satu tempat. Seperti yang kembali diungkapkan Kuiper dalam bukunya bahwa akan lebih bahaya lagi bila kebudayaan asli tidak boleh dipakai sama sekali karena konsekuensinya Injil akan terasa jauh dan asing bagi kebudayaan setempat alhasilnya terjadi disimilasi (kerengganngan)dan keasingan Injil.”[3]
Terlepas dari itu semua Geeja diharapkan mampu memilah kebudayaan apa yang sesuai dan yang tidak sesuai bagi pemberitaan Injil, sebab kebudayaan tidak bisa dengan mudah disingkirkan karena merupakan sesuatu yang Tuhan persiapkan dalam misi-Nya.

Gereja Yesus Kristus

            Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya. Michael Griffits mengungkapkan bahwa gereja adalah perwujudan impian Kristus yang bukan hanya dicapkan tapi juga harus diperlihatkan secara nyata didalam kehidupan masyaraka.”[4] Ketika Kristus bersama murid-murid-Nya, Dia banyak mengajar tapi juga melakukan ajaran-NYa. Jadi jika gereja mengjarkan tentang Kristus tapi tidak melakukan apa yang Kristus ajarkan, maka gereja tidak sedang dalam panggilannya. Gereja merupakan perpanjangan dari tangan Kristus bagi dunia ini. Gereja Kristus adalah masyarakan Kristen yang dijumpai kapan saja dan dimana saja.”[5] Dalam arti bahwa dimana saja kasih Kristus atau nerita tentang Kristus harus senantiasaa menjadi kesaksian. Setiap gereja berkewajiban melakukan tugas pemberitaan Injil, dan dalam kebersamaan gereja pergi kesetiap suku, bangsa kaum dan bahasa untuk memproklamirkan Injil keselamatan. Dalam proses ini gereja senantiasa diperhadapkan dengan budaya yang berbeda-beda dari setiap tempat yang dipijaknya, meski demikian gereja tetap eksis menyatakan eksistensinya kendati harus berhadapan dengan dunia sekalipun. Gereja Kristus harus tetap focus pada satu berita yaitu Kristus. Gereja Tuhan harus secara bersama bekerja menuju kearah penginjilan sedunia.”[6], sebab tanpa kesatuan hati gereja tidak akan mampu membangun tubuh Krstus di dunia ini. D. A. Carson menuliskan dalam bukunya umat Kristen harus berangkat dari lembaran baru yang sama sekali bersih (tabularasa).”[7] Kata bersih yang dimaksudnya ialah terkait dengan kesimpulan yang dikutipnya melalui Von Allmen yaitu:
Bahwa gereja yang otentik harus memulai baru lagi dari titik pusat iman yakni pengakuan akan Tuhan Yesus Kristus yang mati dan bangkit bagi kita. Kebenaran tersebut harus dibangun kembali berdasarkan kesetiaan pada tujuan utama pernyataan Kristiani dan juga harus sesuai dengan mentalitas orang yang merumuskan. Tidak ada jalan pintas menyesuaikan teologi yang ada dengan secara kontemporer atas selera budaya setempat.”[8]

Dalam praktetknya, gereja yang sesungguhnya ialah tidak pernah menyesuaikan diri dengan budaya setempat melainkan budaya yang disesuiakan dengan kebenaran Alkitab. Dalam khotbahnya Gilbert Lumoindong menyatakan bahwa Firman Tuhan bukan diluar atas istiadat, atau didalam adat istiadat melainkan Dia hadir dalam adat istiadat yang artinya Firman Tuhan ada untuk memperbaiki adapt istiadat yang mulai melenceng dari kebenaran Alkitab. Kuiper dalam bukunya mengutip ungkapan L. Newbigin menyatakan bahwa roh adalah satu, tubuh Kristus adalah satu, dan kebenaran adalah satu.”[9] Kebenaran yang harus tetap dipegang sebagai satu kebenaran ialah bahwa Kristus adalah kebenaran tidak ada yang lain. Selaras dengan apa yang dinyatakan diatas, Carson juga berpendapat bahwa gereja dalam ibadah hanya ditujukan kepada Kristus, sebab itu jemaat itu jemaat berkumpul dalam nama Tuhan Yesus (1 Kor 5: 4).”[10] Kesadaran gereja akan panggilannya yaitu membawa Nama Tuhan Yesus tidak terlepas dengan satu kebenaran yakni Dia tidak meninginkan uamat-Nya menomorduakan ibadahnya,termasuk embel-embel yang ada pada meusia yang didapat dan dipeganganya melalui pengalaman hidupnya dalam bermasyarakat. Hal ini dengan jelas Yesus ungkapkan pada umat Israel yang walaupun mereka setia dalam korban-korban ibadahnya, tetapi hatinya menjauh dari Tuhan. Yesus menegaskan bahwa bangsa Israel tidak mengenalnya.

Kebudayaan/ Adat Istiadat Batak
Segala sesuatu yang ada di dunia ini tidak ada dengan sendirinya, termasuk budaya yang ada pada manusia. Sebab pada dasarnya semua ada karena dijadikan oleh-Nya, tidak ada dari segala yang telah ada tanpa dijadikan oleh-Nya (Yoh 1: 3).
Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakannya sebagai mahkluk yang berbudaya/beradat. Firman-Nya berkata” . . . penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang meryap di bumi.”[11] Eksistensi manusia ketika diciptakan adlah untuk mengusahakan segala apa yang ada untuk kemuliaan Tuhan.
            Budaya adalah ciptaan Allah, sebab itu Allah ada diatas budaya, dan ia melibatkan diri-Nya melalui karya penebusan di dalam budaya.”[12] Oleh karena Allah ada dalam budaya yang diciptakan untuk mansuia, maka umat manusia akan senantiasa bersangkutpaut dengan budaya, sebab itu manusia disebut makhluk berbudaya.
Allah kita adalah Allah yang penuh dengan kreatifitas, hal dapat kita lihat begitu banyaknya keaekaragaman ciptaan-Nya. Dari bahasa, suku, bangsa bahkan kebudayaan setiap tempat semuanya berbeda. Keaekaragaman ini menyatkan betapa luar biasanya Allah itu. Salah satu contoh budaya yang ada di Indonesia ialah budaya atau adat batak. Berbicara adat batak, sejenak mengingatkan kita tentang ulos, tortor, tugu serta semua apa yang ada dan dipelihara oleh suku ini. Ulos yang dikenal sebagai pakaian adat daerah batak bukan saja dikenal sebagai pakaian adat batak dalam pesta-pesta, namun juga merupakan salah satu sumber devisa daerah tersebut. Ulos dirajut dengan beraneka warna yang membuatnya indah dan cantik dapat bertahan lama sehingga menjadi harta yang mahal nilainya dan yang sampaisaat ini masih tetap dimiliki dan dijaga. Demikian halnya juga dengan tarian tortor yang senantiasa menghiasi acara pesta-pesta dalam lingkungan adat batak. Tortor batak selalu tak pernah lupa dengan alunan suling dan gondangnya  yang semakin menambah semaraknya suatu pesta. Hampir seluruh orang batak pada dasarnya menyukai tarian adapt batak ini, bahkan di daerah asalnya yaitu Toba Samosir, tarian ini sering menjadi tujuan para wisatawan. Apabila kita pergi menelusuri sepanjang wilayah Tapanuli utara, maka akan melihat pemandangan disepanjang jalan dengan tugu-tugu yang bermacam bentuk dan warna. Biasanya tugu-tugu yang dibangun selalu disertai pesta. Keindahan atau kecantikan sebuah tugu akan menunjukkan keberadaan/martabat keturunanya. Oleh sebab itu tidak jarang orang batak berlomba-lomba untuk mengeluarkan dompetnya guna membangun sebuah tugu.


Sinkretisme Dalam Adat Batak

            Kata sinkretisme sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Kata ini berarti suatu paham yang menggabungkan ajaran dunia atau pengetahuan manusia yang didapat dari nenek moyangnya dengan Inji Kristus. Sinkretisme ini menjadikan ajaran nenek moyang yang telah lama dipegang nilainya sama dengan Injil Kristus. Carson mengutip ungkapan Kraemer tentag devinisi sinkretisme yaitu suatu upaya sistematis untuk menggabungkan, mencampur dan menyesuaikan unsur-unsur agama yang tidak harmonis atau bahkan yang sering kali bertentangan.”[13] Kebenaran Kristen sama sekali tidak membenarkan adanya sinkretisme dalam gereja. Kendati demikian diakui atau tidaknya kenyataannya usaha ini sudah menjadi tantangan bagi pertumbuhan gereja, dlam arti bahwa sinkretisme ini telah merebak dalam gereja masa kini. Seperti yang kita ketahui dalam kekristenan pada suku atau adat batak. Adat batak telah dijadikan setara dengan Kebenaran Kristus. Hal ini telah menjadi dilema bagi petumbuhan kekristenan, oleh sebab itu perlu bagi gereja untuk mengembalikan kembali kebenaran yang sejati dari Injil Kristus, tentunya dengan satu fakta yang real dari eksistensi adapt itu sendiri. Berikut penulis menyertakan beberapa sinkretisme yang dipelihara hingga sampai kini dalam adat batak, bahkan yang telah menyatakan dirinya sebagai tubuh Kristus.

Upacara Adat batak

            Pada dasarnya upacara adat batak merupakan perwujudan dari apa yang kita kenal dengan kata Debata. Orang batak mengenal adanya dewa tertinggi, yang menciptakan dan menguasai kehidupan di seluruh alam semesta. Dewa itu biasa disebut dengan “Debata”. Pedersen dalam bukunya menuliskan bahwa dalam
kosmologi batak, Debata atau Dewa tertinggi menata alam dalam suatu tatanan ilahi, manifestasi tertinggi dari debata adalah “adat” yang merupakan tatanan ilahi yang berfungsi untuk membimbing orang-orang dan masyarakat untuk menjaga refleksi  dari tata tertib makrokosmos (seluruh alam).”[14]

Oleh karena adapt merupakan perwujudan dari debata, maka setiap orang yang

melanggar adat akan terkena sanksi, sehingga tidak jarang orangtua sering berkata kepada anaknya bila melakukan kesalahan dengan ungkapan”dang maradat ho” yang artinya tidak punya adat. Henry James mengungkapkan
Pelanggaran atas adat dapat merusak keseimbangan dialam semesta, sebab itu mereka yang melanggar adat akan mendapat sanksi atas pelanggarnya. Upacara adapt batak bukan juga hanya sekedar aktivitas sosial, melainkan di dalamnya terkandung pemahaman dan keterikatan leluhur akan keberadaan dunia lain diluar kehidupan manusia. Dengan melakukan upacara adapt ini maka seseorang sedang melakukan ketaatan pada roh yang telah mengilhamkannya.”[15]

Kaitan kata Debata dalam agama Kristen batak ialah dengan mengadopsi kata Debata yang dikenal sebagai penguasa alam semesta. Henry james kembali menjelaskan bahwa:
Istilah Debata dipinjam dan dipakai oleh para Missionaris sebagai jembatan untuk memperkenalkan Tuhan Yesus kepada orang batak. Dengan peminjaman itu itu orang batak dibawa untuk memasuki persekutuan baru yaitu dengan Bapa didalam Yesus Kristus dan meninggalkan segala bentuk penyembahan berhala.”[16]

Menurut metode penginjilan hal meminjam kata, atau bukanlah suatu masalah, sebab oleh adanya adapt itulah maka Injil dapat masuk kepada orang batak sepertinya halnya yang dilakukan Rasul Paulus dalam pembertiaan Injil ke Atena yaitu dengan menyinggung perihal kepada dewa yang tidak dikenal. Namun yang menjadi permasalahan dalam hal ini ialah kurangnya penjelasan serta pengenalan yang benar tentang siapa pribadi Yesus Kristus itu sesungguhnya dan apa kaitannya dengan Deata yang mereka kenal dan sembah selama ini.

Dalihan Natolu

            Dalihan natolu merupakan struktur dalam upacara adat batak. Dalam suatu pesta maka dalihan natolu harus selalu ada. Dalihan natolu yang arti hurfiahnya “tungku berkaki tiga” yang membagi peranan seseorang dalam tiga bahagian yaitu hula-hula (pihak pemberi gadis); dongan sabutuha (teman seperut/semarga); dan boru(pihak penerima gadis).”[17] Eksistensi dari dalihan natolu ini sangat dijunjung tinggi diagungkan dalam setiap acara adat. Disetiap acara adat, hak dan kewajiban dari masing-masing struktur itu berbeda satu dengan yang lainnya. Dan setiap pelaku adapt dalam setiap pesta, masing-masing akan menduduki salah satu dari ketiga status tersebut. dalihan Natolu bila dicermati merupakan personifikasi dari kehadiran debata natolu. Philip O. Tobing mengungkapkan bahwa
Ketiga dalihan natolu yaitu Batara Guru, Mangala Sori dan Mangala Bulan merupakan reprentasi dari masing-masing pihak yaitu hula-hula reprentasi dari batara guru, dongan tubu reprentasi dari mangala sori dan boru reprentasi dari mangala bulan. Jadi dalihan natolu ini merupakan struktur yang menggambarkan ketiga dewa sembahan leluhur, di dalam struktur tersebut terjalin ikatan rohani antara leluhur dan roh sembahannya, dan melalui upacara adat mereka kembali meneguhkan ikatan-ikatan dengan roh itu.”[18]

Dari apa yang diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa upacara-upacara adapt yang selama ini dilakukan dalam masyarakat batak merupakan suatu bentuk upaya untuk menghadirkan roh sembahan leluhur, tentu ini tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab, karena mengindikasikan bahwa orang batak telah menduakan Tuhan.
Jalan Berkat Dan Kehidupan Melalui Penyembahan kepada Sesembahan

            Dalam upacara adapt, setiap pelaksananya mengharapkan berkat (pasu-pasu) dari dari kekuatan rohani yang tidak kelihatan yaitu debata. Adapun dewa yang tertinggi disebut dengan Debata Nulajadi Nabolon yaitu sebagai penyalur berkat.”[19] Ada lagi berkat yang diterima dalam upacara adapt batak ini, namun syarat untuk menerimanya haruslah disertai dengan sesajian atau makanan yang sesuai dengan permintaan dari sembahan tersebut.
Mulajadi nabolon memberikan berkat khusus yang dapat disalurkan kepada manusiamelalui ketiga putranya. Batara guru sebagai penguasa benua atas, menerima kuasa yang dapat menjadikan segala tanaman da binatang yang ada di bumi. Mangala sori sebagai penguasa dunia tengah dijadikan sebagai sumber Hamalimon (imamat) dalam agama Batak dan Sisingamangaraja adalah salah satu malim yang terbesar. Mangala bulansebagai penguasa dunia bawah dijadikan sebagai sumber Hadatuon (ilmu perdukunan), dan raja Silahi sabungan adalah salah satu datu bolon (dukun besar) yang pernah muncul di tanah Batak.”[20]

Penyembahan yang dilakukan dalam upacara adapt merupakan suatu jalan bagi berkat yang akan diterima oleh para pelaku adat. Dalam setiap upacara adat yang dilakukan kita sering menyaksikana adanya makanan dekke na diarsik, ulos yang disertai dengan hata pasu-pasu, selain hal tersebut tidak ada hal lain yang kelihatan. Dan memang itulah cirri khas dari persayaratan yang diminta oleh sesembahan lelhuru kita. Sangat disayangkan apa yang terjadi dan terpatri dalam paradigma masyarakat batak yang masih memegang teguh akan hal-hal dunia ini.





KESIMPULAN

            Kita tak dapat menyalahkan atas peran serta para missionaries yang telah terbeban dengan penginjilan bagi suku Batak, oleh karena ketegaran leluhurlah maka ada kompromi dalam hal ini serta terbatasnya waktu bagi para missionaries saat itu untuk dapat membimbing peluhur untuk lebih mendalami akan kebanaran dari Injil yang diberitakan. Tanggung-jawab ini terutama dikembalikan kepada kita para penerus yang telah mengerti serta memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Mungkin sulit untuk dapat melenyapkan apa yang telah turun temurun dipegang dan dilakukan, namun dengan adanya keterbebanan untuk memberikan penjelasan da disertai doa hal tersebtu dapat dilakukan, sehingga masyarakat batak dapat dengan sungguh-sungguh menyatu dengan Kristus, dan kehadiran-Nya boleh nyata dalam kehidupan.
            Dan kita yang telah mengerti diberi tanggung jawab untuk memperbaharui metode dalam penginjilan, yang tidak sesuai dapat disingkirkan dan dijelaskan sebab musababnya sehingga tidak penolakan yang justru menjadikan Injil asing dan musuh bagi masyarakat batak.









DAFTAR ISI


            BAB

I.                   PENDAHULUAN
II.                GEREJA DAN SINKRETISME DALAM ADAT BATAK
                                    Gereja Yesus Kristus
Kebudayaan/Adat Istiadat Batak
Sinkretisme Dalam Adat batak
      Upacara Adat
      Dalihan Natolu
      Jalan Berkat Dan Kehidupan Selalui Penyembahan Kepada Sesembahan

III.             KESIMPULAN
KEPUSTAKAAN













KEPUSTAKAAN


Alkitab. Kitab Kejadian. Jakarta: LAI, 2002.
Borthwick, Paul. Pemberitaan Injil Tuigas Siapa? Diterjemahkan Oleh Ester Santoso.     
Bandung: Kalam Hidup, 1995

Carson, A. D. Gereja Zaman Perjanjian Baru Dan Masa Kini. Bandung: Gandum Mas,  
1995

Diktat Kuliah. Missiologi. Batam: STII, 2008

Griffits, Michael. Gereja Dan Panggilannya Dewasa Ini. Diterjemahkan Oleh Oloria
Silaen. Jakarta: Gunung Mulia, 1995

Kuiper, De Arie. Missiologi. Batam: STII, 2008

Pederson, Paul. Darah Batak Dan Jiwa Protestan.

Tobing, O. Philip. The Stuctur of The Toba Batak in he High God.

Silalahi, James Henry. Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak. Medan: Yayasan
Karya Misi Kasih, 2005















     [1]Paul Borthwick, Pemberitaan Injil Tugas Siapa? Pen. Ester Santoso (Bandung: Kalak Hidup, 1995), 17

     [2]Arie de Kupier, Missilogi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 91
    [3]Kuiper, Missiologi, 91

    [4]Michael Griffits, Gereja Dan Panggilannya Dewasa ini Pen. Oloria Silaen (Jakarta: Gunung MUlia, 1995), 1

    [5]Ibid.
    [6]Diktat Kuliah, Missiologi  (Batam: STII, 2008)

    [7]D. A. Carson, Gereja Zaman Perjanjian Baru Dan Masa Kini, (Bandung: Gandum Mas, 1997), 258

     [8]Ibid, 257-258

     [9]Kuiper, Missiologi, 96
    [10]D.A. Carson, Gereja Zaman Perjanjian Baru dan Masa Kini, 49

    [11]Kitab Kejadian, Lembaga Alkitab Indonesia (Jakarta: LAI, 2002)

    [12]Diktat Kuliah, Missiologi, (Batam: STII, 2008), 30
    [13]Carson, Gereja zaman Perjanjian BaruDan Masa KIni, 255
     [14]Paul Pedersen, Darah Batak Dan Jiwa Protestan, 21

     [15]Henry James Silalahi, Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak, (Medan: Yayasan Karya Misi Kasih, 2005), 45

     [16]Ibid, 61
      [17]Silalahi, Pandangan Injil, 71

      [18]Philip O. Tobing, The Stuktur of The Toba Batak Belief  in The High God, 149
     [19]Silalahi, Pandangan Injil, 117

     [20]Ibid, 117-118 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar