Kamis, 27 Juni 2013

Sikap Pro dan Kontra Terhadap Adat Batak








BAB III

SIKAP PRO DAN KONTRA TERHADAP ADAT BATAK


                   Bertambahnya pengetahuan manusia tentang Allah akan mempengaruhi sikap terhadap Allah dan sikap terhadap lingkungan. Pengetahuan tentang Allah, yang dimiliki seseorang akan mempengeruhi sikap dalam kehidupan sehari-hari. Dalam masyarakat sekarang ini terdapat dua kelompok dalam masyarakat Batak yanng sudah percaya kepada yesus. Kelompok ini dibedakan berdasarkan sikap terhadap adat Batak. Adat Batak termasuk salah satu hal yang sangat diperbincangkan oleh sebagian orang batak yang sudah percaya pada era sekarang. Kedua kelompok tersebut adalah kelompok orang Batak yang sudah percaya dan pro terhadap adat Batak. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang kontra terhadap adat Batak.
Dalam keadaan ini, kedua kelompok tersebut memiliki latar belakang yang sama sebagai orang percaya. Timbulnya kedua kelompok tersebut tentu akan mempengaruhi pertumbuhan iman setiap orang dalam kelompok masing-masing. Kedua kelompok ini selalu memberikan alasan yang menekankan bahwa latarbelakang sikap yang diapahami dan dilakukan adalah dalam takut akan Tuhan. Hal ini akan selalu menjadi pergumulan dalam masyarakat Batak Kristen. “Perlu diakui bahwa masyarakat Batak Kristen akan terus bergumul dengan masalah kronis tentang persentuhan adat Batak yang tetap mereka hidupi dalam pergaulan hidup komunitas itu sehari-hari dengan Injil Kristus yang mereka imani.1 Sesungguhnya, suku bangsa Batak terkenal dengan dua identitas yaitu kekristenan dan adat Batak yang kental. Kedua identitas ini diwariskan dari orang tua secara turun-temurun dan dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dengan perpaduan kedua identitas ini sulit untuk menentukannnya atau mengkolaborasikan. ”Namun didalam masyarakat Batak masih ditemukan kesulitan saat memadukan upacara adat Batak dan Iman kristen, sebagian ada yang meninggikan adat Batak tetapi ada pula yang menolaknya.”2 Penggabungan antara adat Bastak dan Injil ini merupakan suatu hal yang tidak pernah ada ujungnya. Oleh karena itu perlu dipahami apa latar belakang setiap kelompok yang berbeda sikap terhadap adat Batak tersebut. Apa alasan menolak adat Batak dan apa juga alasan menerima adat Batak. Kendatipun kedua kelompok tersebut adalah orang-orang yang memiliki latarbelakang orang percaya. Seandainya bukan orang percaya, tidak akan menjadi masalah terhadap adat Batak tersebut. Akan tetapi, kedua kelompok tersebut memiliki status sama yaitu orang percaya yang memiliki paham dan sikap yang berbeda. Perbedaan inilah yang menjadi bahan perdebatan antara kedua kelompok tersebut. Beberapa hal yang selalu dipertanyakan adalah Bagaimana sikap seseorang melihat adat Batak sebagai produk budaya leluhur?, Bagaimana pandangan Injil Kristus terhadap adat?, dan Apakan Adat Batak bertentangan dengan Injil?. Beberapa orang dari orang Batak yang sudah memiliki pengethuan teologi yang tinggi sudah mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut melalui pelaksanaan seminar di beberapa kota di Indonesia. Akan tetapi, belum diperoleh kepuasan atas perbedaan kelompok tersebut.
Sikap Yang Menerima Adat Batak
                   Pengertian seseorang mengenai adat memberikan sikap yang berbeda terhadap adat tersebut. Dalam pengertian beberapa orang, adat dapat dimengerti dengan berbagai macam definisi. Dalam masyarakat Batak terdapat beberapa pengertian adat Batak tersebut yang disampaikan oleh orang-orang Batak yang sudah memiliki pengalam an dalam adat tersebut dan memiliki pemahaman Alkitab yang luas. Beberpa orang berkata bahwa adat tersebut berhubungan dengan kesopanan dalam praktek hidup sehari-hari.
Kata orang: “Kesopanan membawa kehidupan, kekurang-ajaran membawa kebinasaan”, yang artinya: dalam kesopanan manusia hidup  dan dalam kekurang-ajaran manusia menjadi binasa; itulah adat undang-undang dan hukum untuk adat Batak atau habatahon. Jadi kesopanan itu adalah adat yang baik, yang membawa kehidupan, dan kekurang-ajaran itu adalah yang jelek yang membawa kebinasaan dan kematian.3

Artinya adalah bahwa adat Batak tersebut memiliki peranan dalam membentuk pribadi yang baik. Sesungguhnya peranan dari adat tersebut adalah untuk pembentukan karakter yang baik di kalangan masyarakat tempat tinggal. Jika dilihat dari segi undang-undang, adat Batak juga memiliki undang-undang alam segala aspek kehidupan. Dengan kata lain, undang-undang dan hukum adalah pengetahuan tentang yang baik dan yang jelek. Tidur, duduk, berdiri, berjalan, dan sebagainya ada undang-undangnya.
Bertemu, bercakap-cakap, bertanya, berkumpul-kumpul, dan sebagainya, ada undang-undang dan hukumnya. Makan, menerima suapan daging khusus (sulang-sulang), membayar uang jujuran dan mengawinkan anak perempuan dan sebagainya, ada undang-unang dan hukumnya. Tolong menolong dalam pekerjaan, bersekutu, memiliki dan mengerjakan sesuatu, beristri dua, beranak kandung, beranak tiri dan sebagainya, ada undang-undang dan hukumnya….. Jadi tidak ada sesuatu yang tidak ada undang-undang dan hukumnya, dalam pekerjaan, dalam bentuk dan perilaku habatahon atau adat Batak. Semuanya adalah adat, dan semua adat itu ada undang-undang dan hukumnya; di situlah menjadi kelihatan kesopanan yang baik yang membawa kehidupan, dan kekurang-ajaran yang jelek yang membawa kebinasaan dan kematian.4

Dilihat dari pengertian terasebut, ruang lingkup adat tersebut mencakup seluruh kehidupan orang Batak. Oleh sebab itu, sebagian orang Batak menerima adat batak sebagai hal yang tidak perlu untuk dipertentangkan. Adat Batak memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari orang Batak. Bukan hanya dalam lingkungan orang percaya saja, adat Batak memiliki peranan yang baik dalam praktek hidup orang yang bukan percaya. Di kalangan orang Batak Islam pun adat Batak memiliki peranan yang sangat penting secara khusus dalam pernikahan.
 Tidak hanya di kalangan orang Batak yang beragama Kristen angka perceraian rendah sekali, akan tetapi juga di kalangan orang Mandailing yang terkenal taat beragama Islam. Menurut Dr. Donald Tugby, seorang ahli antropologi dari Australia, yang mulai dari tahun 1955 hingga tahun 1974 empat kali mengadakan penelitian ilmiah tentang migrasi orang Mandailing ke Malaysia Barat (migrasi ini sejak tahun + 1830), di kalangan mereka itu ada semboyan hidup yang populer, bunyinya, ”kita orang Mandailing tidak mau cerai hidup, mau ceari mati saja”.5

Dari kutipan di atas dapat dilihat atau dimengerti bahwa keberadaan adat Batak tersebut memiliki peranan dalam tatanan hidup bermasyarakat. Jika dilihat dari semboyan adat Batak tersebut, jelas bahwa adat pernikahan yang dianut bersifat Alkitabiah. ”Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”6 Itu sebabnya beberapa orang Batak memegang sikap menerima adat Batak.
Orang percaya Batak sadar betul bahwa berada di dunia hidup di dalam masyarakat dan budaya, bukan di ruang vakum dan juga belum di surga. Sebab itu gereja secara sengaja berinteraksi dengan masyarakat dan budaya. Namun, orang percaya Batak juga sadar bahwa ia memiliki tugas khusus dari Allah di dunia ini yang membuatnya tidak boleh persis serupa dengan dunia. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2). Di satu sisi orang Batak yang sudah percaya hidup dalam komunitas budaya Batak.
Dilihat dari segi kekerabatan, orang Batak adalah salah satu suku yang kental dengan budaya adat sebab adat tersebut memiliki peranan penting dalam menjalin hubungan dengan orang Batak lainnya. Dengan adanya pengaruh positif dari adat Batak tersebut, beberapa gereja di tanah Batak melakukan kontekstualisasi dengan memberi makna baru terhadap adat yang sudah ada sejak zaman dahulu tersebut. “Nampaknya Gereja berupaya melakukan kontekstualisasi dengan mengangkat praktek-praktek warisan kepercayaan tradisional itu dan memberinya makna baru.”7 Sebagian orang Batak yang sudah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak menolak adat Batak secara keseluruhan, dan juga tidak serta-merta menerima adat batak dalam kehidupan kekristenan. Akan tetapi Menerima beberapa dari adat tersebut dan mempraktekkannya dengan memberi suatu makna yang  baru. Setiap adat Batak yang diterima dan dipraktekkan tersebut tidak lagi dipahami sebagaimana orang Batak pada zaman dahulu memahaminya.
Pandangan Terhadap Adat Batak
Pandangan Injil terhadap adat Batak merupakan patokan orang percaya Batak dalam mengambil sikap terhadap adat Batak tersebut. Pandangan orang percaya Batak yang menerima adat Batak tersebut berawal dari pemikiran bahwa tidak semua praktek adat Batak tersebut penyembahan berhala. Injil dan budaya sangat penting karena sama-sama mengklaim kewibawaan atas seluruh kenyataan, jadi tidak ada domain wilayah yang terpisah-pisah, karena seluruh kenyataan adalah seluruh wilayah kebudayaan. Tidak ada daerah yang secara keseluruhan adalah lepas dari kebudayaan atau adat. Budaya pada hakikatnya bicara tentang seluruh hidup manusia. Semua disentuh oleh agama dan budaya, mulai dari pakaian, makanan, musik, bacaan, film, istri, suami, anak, olahraga, ekonomi, politik, teknik dan lain lain. Karena budaya menyangkut seluruh hidup manusia, maka sering kali terjadi gesek-menggesek antara budaya dan agama, yang bertambah kompleks lagi karena agama sendiri juga memiliki budayanya.
Kebiasaan-kebiasaan keagamaan yang dilakukan turun temurun akan menjadi suatu budaya oleh omasyarakat yang melakukannya. Seperti halnya tuntutan-tuntutan hukum taurat menjadi suatu adat bagi bangsa Israel yang adalah bangsa pilihan allah. Sebab tuntutan-tuntutan hukum taurat tersebut menjadi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh bangsa Israel turun-temurun. Sebagai contoh, dalam kitab Roma Paulus mengingatkan bangsa Yahudi supaya melakukan Hukum Taurat bukan hanya sebagai kebiasaan saja. Bangsa Yahudi melakukan sunat lahiriah sebagai kebiasaan tanpa mengerti apa makna dari sunat tersebut.
Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya.  Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat? Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat. Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.9

Dalam kitab Roma dijelaskan oleh Rasul Paulus supaya bangsa Yahudi melakukan hukum taurat bukan untuk bermegah. Sebab bangsa Yahudi sudah memahami hukum Taurat sebagai kebiasaan tanpa mengerti makna yang terkandung dalam sunat tersebut. Dalam bukunya, Dave Hagelberg mengatakan bahwa:
Kelima ayat ini berkaitan erat dengan bagian atas karena bagi orang Yahudi tidak ada hal lain yang lebih penting daripada sunat. Bagi mereka, sunat melambangkan hubungan khusus yang dimiliki mereka dengan Tuhan Allah. Memang, menurut kejadian 17:11 sunat adalah ”tanda perjanjian antara Aku dan kamu.” Sunat menjadi tanda yang membedakan antara orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi, sehingga istilah ”bersunat” sendiri dapat berarti ”orang Yahudi”, dan istilah ”tidak bersunat” dapat berarti ”bukan Yahudi”. Hodges mengemukakan bahwa sunat, sebagai sesuatu yang lahiriah, ternyata sudah membutakan mereka karena kebutuhan batin mereka. Ia juga menegaskan bahwa hal ini sering terjadi, dimana suatu tanda jasmani atau upacara mengambil alih kepentingan kesucian. Demikian tanda jasmani itu mendukung kesombongan mereka yang memilikinya. 10

Sunat merupakan ajaran nenek moyang bangsa Yahudi turun temurun. Karena ajaran turun-temurun, maka makna dan tujuan sebenarnya sunat tersebut menjadi berubah. Dalam hal ini, orang Yahudi mengalami perubahan pengertian ke arah yang negatif. Akan tetapi berbeda dengan orang percaya Batak. Adat istiadat yang diwarisi semakin mengalami pembaharuan. Semakin lama adat istiadat terssebut, semakin mengalami modifikasi atau pembaharuan. Pemahaman dan sikap orang percaya Batak terhadap adat Batak sudah berbeda dengan pemahaman dan sikap orang Batak zaman dahulu. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya Injil dalam masyarakat Batak. Perubahan pemahaman ini berawal dari kontekstualisasi Injil yang dilakukan oleh Nomensen.
Pendekatan para zendeling terhadap adat suku Batak serupa dengan yang berlaku terhadap susunan masyarakat. Para zendeling, dengan didukung oleh pemerintah kolonial, berupaya untuk membendung tindakan sewenang-wenang para raja, namun menghormati kekuasaan-kekuasaan raja itu, bahkan menampung kekuasaan itu di dalam aturan gereja. Mereka juga menolak unsur-unsur adat Batak yang dianggapnya bertentangn dengan agama Kristen, namun berupaya menampung adat itu dalam suatu peraturan adat Kristen. Pada tahun 1867, Nomensen telah menyusun beberapa ketentuan yang menyangkut perilaku orang Kristen selaku warga masyarakat, menjadi padanan peraturan jemaat yang mengatur hidup mereka selaku anggota gereja. Ketentuan itu menyangkut hukum perkawinan, hal main judi serta pencurian, dan hal bekerja pada hari Minggu. Di kemudian hari, ”adat Kristen” ini diperluas. Para zendeling malah berupaya untuk menyusun suatu ”hukum adat Kristen” yang lengkap.11
Upaya menerima adat Batak berdasarkan keyakinan bahwa adat masing-masing bangsa atau suku, sama seperti susunan kemasyarakatannya, telah disediakan bagi bangsa itu di waktu mereka diadakan oleh Allah. Dalam kitab Kejadian 11 Allah memberikan bahasa yang berbeda kepada manusia di bumi. ”Baiklah kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing (Kejadian 11:7). Ketika Allah menyerakkan bangsa yang satu bahasa, dan memberikan bahasa masing-masing, allah juga memberikan pengetahuan dalam menjalani hidup dengan berbagai kebudayaan. Termasuk di dalamnya adalah data Batak. Dengan demikian, beberapa orang percaya Batak meyakini bahwa adat Batak merupakan pemberian Allah kepada nenek moyang orang Batak. Dalam adat tersebut terdapat nilai-nilai yang baik dan dilaksanakan dalam praktek hidup sehari-hari.
Sebagaimana di sekitar masyarakat orang Batak ditemui kelompok orang Batak yang hidup dalam adat. Bahkan jika dilihat di daerah asal orang Batak, di Tapanuli, hampir setiap hari ditemui acara adat tersebut. Itulah sebabnya ada orang yang memberi pernyataan bahwa orang Batak tidak bisa dipisahkan dengan adatnya. Ketika seorang Batak berjumpa dengan orang Batak lain, akan menanyakan marga dan asal. Dengan sendirinya akan melakukan salah satu dari adat Batak yaitu Tarombo (tutur). Bagi orang Batak padaumumnya, memberi pernyataan bahwa seseorang itu ”na so maradat” (tidak memiliki sopan santun) dianggap merupakan pernyataan yang sangat keras dan menyakitkan.
Praktek dan penerapan adat Batak tersebut tidak hanya kita lihat di kampung halaman (disebut Bonapasogit bagi orang Batak), tetapi juga dengan sangat meriah di perantauan, seperti di Batam. Karena itu, tidak heren jika ditemukan gedung pertemuan yang digunakan oleh orang Batak seringkali dipenuhi oleh berbagai macam acara adat, khususnya dalam hubungannya dengan pesta adat pernikahan. Salah satu contoh, di Batam terdapat satu gedung yang dibri nama ”Sopo-sopo Na 8” Di MKGR bba Aji. Gedung ini selalu dipakai oleh orang Batak untuk mengadakan acara-acara adat. Banyak nialai budaya yang diwarisi oleh orang Batak dari nenek moyangnya masih dilakukan hingga sekarang. ”Nilai-nilai budaya yang diwariskan nenek moyang tersebut antara lain adalah bahasa dan tulisan Batak, gondang Batak (alat musik Batak tradisional), marga, tatanan Dalihan Natolu, pakaian Batak seperti ulos (selendang), dll.”12 Masing-masing nilai budaya tersebut memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Batak. Salah satunya adalah adat Dalihan natolu. Dengan adanya tatanan Dalihan Natolu, orang Batak telah menjallankan semua bentuk adatnya mulai dari lahir hingga meninggal dunia. “Prinsip Dalihan Natolu telah dilihat sebagai “Kepanitiaan Tetap” dari masyarakat Batak, di mana dalam acara adat apapun orang Batak tidak perlu repot-repot membentuk kepanitiaan, karena tatanan Dalihan Natolu tersebut mengatur peran setiap orang Batak yang mau terlibat.”13 Dengan kata lain, Dalihan Natolu memiliki nilai yang baik bagi orang Batak, baik yang belum percaya maupun yang sudah percaya kepada Kristus. Humala Simanjuntak, mengungkapkan dalam bukunya: “Keseluruhan nilai-nilai (values) tersebut dapat dikatakan merupakan deep culture, yaitu nilai-nilai yang tidak luntur oleh hujan dan tidak layu oleh panas. Dia kokoh dan tahan uji, sulit dihapuskan oleh pengaruh luar, selalu relevan dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan baru.”14 Manusia tidak terpisahkan dari adat yang sudah ada sejak jaman nenek moyang. Adat selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman, tanpa menghilangkannya. Bahkan dengan agama pun mengalami penyesuaian. Seperti yang diperlihatkan oleh B. Sidabutar, ”...tanpa agama, kebudayaan tak punya arah tujuan yang jelas. Sedang tanpa kebudayaan agama tidak menemukan dasar pijaknya di bumi. Jelas bahwa agama dan kebudayaan itu sesungguhnya saling membutuhkan. Jelas pula bahwa adat istiadat itu pada dasarnya bukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai agamawi.”15 Bagi golongan orang percaya Batak menilai bahwa adat Batak memiliki nilai kebaikan yang bisa dipakai sebagai landasan spiritual. Tidak heran jika orang Batak memiliki pandangan demikian, sebab dari awal masuknya Injil ke tanah Batak sudah mengalami kontekstualisaii. Injil dikontekstualisasikan oleh Nomensen terhadap adat Batak supaya Injil diterima dengan baik.
Alasan Menerima Adat Batak
                   Berbicara tentang pandangan terhadap adat Batak, merupakan hal tidak kaku lagi. Karena permasalahan seperti ini sudah berlangsung lama sejak dulu.  Yang menjadi ciri khas suku-suku bangsa di Indonesia adalah adat-istiadatnya. Suku bangsa Batak mempunyai keunikan adat-istiadat warisan leluhur yang masih dilestarikan hingga saat ini oleh masyarakatnya. Dalam prakteknya, adat istiadat Batak bukan sekedar pranata sosial, politik, hukum dan budaya saja bagi masyarakat Batak. Lebih dari itu, adat istiadat merupakan ideologi, bersifat agma bahkan jalan hidup anggota masyarakatnya. Jalan hidup yang dimaksud adalah jika seseorang melanggar hukum adat tersebut, akan ada murka atau kutuk bagi orang yang melanggar tersebut.
                   Adat kebudayaan merupakan hasil karya manusia. Oleh karena itu, penilaian terhadap adat Batak tergantung kepada pengertian akan doktrin manusia. Golongan orang percaya Batak yang menerima adat Batak memiliki pemahaman bahwa manusia adalah buatan tangan Allah. Allah itu adalah kudus dan manusia adalah ciptaaan Allah. Dalam karya tulisya, Mangapul berkata bahwa:
Pertama, kita melihat penegasan Alkitab bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan Rupa Allah. ”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita...” (Kej. 1:26). Karena itu manusia sebagai gambar dan rupa Allah memiliki nilai yang sangat agung dalam dirinya. Itulah sebabnya kita menemukan bahwa di dalam hasil karya manusia terdapat karya-karya yang besar. Hal ini terlihat dengan jelas dalam berbagai hasil penemuan manusia, baik di dalam bidang ilmu pengetahuan (science) juga di dalam bidang kebudayaan.16

                   Pengetahuan manusia berkembang dari jaman ke jaman karena manusia memang didciptakan oleh Allah segambar dan serupa dengan Dia.. Nilai-nilai yang baik dalam diri Allah terdapat juga dalam diri manusia. Semakin seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang Allah, semakin baik juga perulaku hidupnya. Dengan demikian pengetahuan manusia tentang segala sesuatu juga akan berkembang. Demikian halnya dengan adat Batak, semakin maju pengetahuan manusia semakin berobah juga adat Batak tersebut. Berkembangnya pengetahuan manusia tersebut mempengaruhi perkembangan adat Batak.
                   Jika diteliti di dalam Alkitab, maka akan ditemukan petunjuk adanya unsur adat tersebut. Dalam Perjanjian Lama ditemukan adanya adat yang bersifat negatif dan ada juga yang positif. Sebagai contoh yang bersifat negatif dapat dilihat dari kitab Raja-Raja, bahwa bangsa Israel disebut telah berdosa kepada Tuhan.
Hal itu terjadi, karena orang Israel telah berdosa kepada TUHAN, Allah mereka, yang telah menuntun mereka dari tanah Mesir dari kekuasaan Firaun, raja Mesir, dan karena mereka telah menyembah Allah lain, dan telah hidup menurut adat istiadat bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel, dan menurut ketetapan yang telah dibuat raja-raja Israel.17

                   Bangsa Israel telah dihukum oleh Allah karena adat yang mereka lakukan memberi dampak negatif bagi ketaatan mereka kepada Tuhan.
                   Di pihak lain, Perjanjian Lama menunjukkan pengaruh adat yang bersifat positif. Di dalam hakim-hakim ditulis: ”...dilihat merekalah bahwa rakyat yang diam di sana hidup dengan tenteram, menurut adat orang Sidon aman dan tentram. Orang-orang itu tidak kekurangan apapubn di muka bumi, malah kaya hartanya”. (Hakim-hakim 18:7). Dalam hal ini, adat memiliki peranan yang positif dalam hidup manusia. Bukan hanya dalam Perjanjian Lama yang memiliki unsur positif, namun juga dalam Perjanjian Baru. Hal itu terlihat dengan jelas ditulis dalam Injil Yohanes dalam kaitannya dengan kematian Yesus. ”Mereka mengambbi mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat” (Yoh 19:40).
                   Dari beberapa hal di atas, dapat dilihat bahwa golongan yang pro terhadap adat Batak memiliki beberapa pendapat atau alasan. Yang pertaman adalah, Adat adalah warisan nenek moyang yang harus dihargai oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Yang kedua adalah, bahwa adat Batak memiliki nilai positif bagi pergaulan hidup manusia untuk mendapat kedamaian dan kesejahteraan. Artinya, adat Batak memiliki peranan yang positif bagi orang yang melakukannya, kendatipun tidak semua harus dilakukan. Dan yang ketiga adalah bahwa adat Batak memiliki peranan yang besar dalam pemberitaan Injil. Sejak jaman masuknya Injil ke tanah Batak, para zending sudah menggunakan adat Batak sebagai sarana penginjilan. ”...Nomensen membagi adat Batak kepada tiga kategori: adat yang netral, adat yang bertentangan dengan Injil dan adat yang sesuai dengan Injil ”18 Contohnya memberikan ulos, Memberikan sesajen di kuburan dan adat Tutur atau silsilah.
Adat Sebagai Sarana Penginjilan
                   Tidak dapat dipungkiri, kedatangan para misionaris ke Tanah Batak telah menjadi cahaya bagi orang Batak. Kekeristenan yang datangnya dari Eropa tersebut ternyata menjumpai sebuah kepercayaan yang sudah terlebih dahulu mengakar di dalam hidup orang Batak. Perjumpaan kekristenan ala Eropa tersebut dengan agama suku asli orang Batak ternyata menimbulkan banyak perdebatan mengenai apakah adat yang selama ini dilaksanakan oleh orang Batak tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan yang ada di dalam Alkitab. Nommensen, seorang penginjil, badan zending di Jerman, yang tercatat sebagai peletak dasar utama HKBP dan juga menjadi Ephorus pertama HKBP, juga mengadakan kompromi dengan adat.
Satu kisah tersebut tampak dalam surat menyurat antara Nommensen dengan badan yang mengutusnya, RMG, dalam memilih strategi antara menjaring dan mengail. Pola menjaring adalah suatu bentuk penginjilan yang menekankan kuantitas, yakni membaptis sebanyak-banyaknya untuk kemudian dibina. Sedangkan pola mengail adalah pola yang lebih menekankan kualitas meskipun memakan waktu lebih lama dan membutuhkan kesabaran yang lebih. Nommensen kemudian memang melakukan baptisan massal, dan kurang begitu menekankan pola mengail.19

Hal inilah yang menyebabkan HKBP tidak dapat dilepaskan dari adat Batak karena konsepsi adat Batak yang sudah tertanam tersebut langsung diadopsi begitu saja, dan ini menjadi terbawa di dalam bentuk dan isi HKBP. Namun, di sisi yang lain, para utusan Zending juga berusaha menaklukkan ‘agama kafir’.Para zendeling berusaha untuk membersihkan adat itu dari kekafiran dan untuk menyusun suatu kumpulan ‘undang-undang Kristen’ yang bertolak dari tata-tertib adat. Akan tetapi usaha untuk mengkristenkan adat secara kuantitatif ini tidaklah menghapuskan sifat khas dan daya pengikat adat yang bersifat menyeluruh dan supra-individual itu, malahan meneguhkannya.
Pendidikan yang adalah salah satu usaha-usaha zending di bidang penginjilan, mau tidak mau telah membawa masyarakat Batak terbuka kepada horizon baru. Terbukanya cara berpikir mereka telah membuat mereka mulai keluar dari tanah asal mereka dan bekerja di perkebunan-perkebunan. Kehidupan ekonomi yang semakin baik juga membawa mereka berjumpa dengan dunia baru perdagangan dengan dunia luar. Hal ini membawa mereka kepada krisis kesetiaan dan kepada dualisme, apakah mereka harus tetap setia kepada nilai-nilai adat yang begitu melekat kepada mereka, atau haruskah mereka meninggalkan itu semua demi kemajuan dan nilai-nilai baru yang dibawa oleh keristenan.
Slogan yang muncul untuk mengungkapkan dampak terobosan kultur modern atas kehidupan orang Batak adalah “Hamajuon”(kemajuan). Slogan ini juga muncul bersamaan dengan slogan yang lain, yaitu “Manaekma bangso Batak” yang berarti majulah bangsa Batak. Kedua slogan ini bahkan menjelma menjadi gerakan yang hendak menghimpun potensi masyarakat Batak untuk mengejar kemajuan di bidang pendidikan, kesejahteraan, sosial-ekonomis, bahkan juga politik. Berbekal hamajuon mereka ingin setaraf dengan masyarakat Barat, dan sejajar dengan itu ingin melepaskan diri dari dominasi pihak Barat, baik secara sosial-politik-ekonomi maupun secara rohani.20

                   Daya tarik kepada hamajuon ini menjadi sebuah kebudayaan bagi orang Batak. Kebanyakan orang Batak menyekolahkan anak-anaknya dengan pendidikan yang lebih tinggai dari orang tuanya. Dengan situasi yang demikian, para missionaris mendirikan sekolah-sekolah kristen di tanah Batak. Daya tarik hamajuon sangat kuat di antara generasi muda Batak. Larangan-larangan adat yang ketat dari generasi-generasi terdahulu dianggap tidak sesuai dengan perubahan sosial yang pesat di Tanah Batak.”21
Generasi muda yang merasa adat dari orang Batak terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan semangat hamajuon mereka, sehingga mereka mencari pengalaman baru di luar Tanah Batak dan bertemu dengan kehidupan baru yang lebih mempengaruhi pemikiran mereka mengenai kemandirian disaat mereka kembali ke Tanah Batak. Orang Batak adalah salah satu suku di Indonesia yang memiliki kebudayaan yang kaya. Sebagai coonoh adalah kebiasaan berkumpul dalam lingkungan marga. Persekutuan satu marga tersebut mempengaruhi perilaku setiap orang yang ada di dalamnya. Dengan kebiasaan berkelompok tersebut, setelah masuknya Injil ke tanah Batak diadakan berbagai macam perkumpulan marga dalam mendirikan posko pemberitaan Injil. Biasanya bagi orang Batak, lebih percaya kepada orang yang satu marga dengannya dan lebih segan kepada orang yang semarga. Dengan adanya perkumpulan sedemikian, dapat dipakai sebagai sarana dalam pekabaran Injil.
Sikap Yang Menolak Adat Batak
                   Persoalan besar dan sangat penting yang dihadapi oleh seseorang yang memutuskan untuk sungguh-sungguh mengikut Tuhan Yesus adalah mengenai adat istiadat. Dalam hal ini adalah orang Batak yang sudah percaya kepada Yesus. Di daerah Medan, yang mayoritasnya adalah orang Batak sering kali terjadi perdebatan dengan keluarga mengenai adat Batak. Banyak kasus yang muncul dalam keluarga orang percaya Batak yang menolak adat Batak. Permasalahan ini biasanya muncul sebagai hasil dari pengikutan kepada Yesus Kristus dengan sepenuhnya. Hendri James dalam bukunya mengatakan bahwa:
Persoalan besar dan sangat penting yang dihadapi oleh seseorang yang memutuskan untuk sungguh-sunggguh mengikut Tuhan Yesus adalah: apakah dia masih boleh telibat dalam upacara adat Batak yang berasal dari masa ketika leluhurnya hidup dalam kegelapan rohani (haholomon) dan penyembahan berhala (hasipelebeguon).22

                   Kelompok orang Batak yang menolak adat Batak memiliki pandangan bahwa Injil tidak bisa diterima oleh seseorang tyang juga melakukan hukum taurat. Kelompok tersebut bahkan menganggap bahwa Nomensen gagal menerapkan Injil dengan baik ke tanah Batak karena tidak menuntaskan sikap yang menolak adat Batak. Oleh karena itu sikap terhadap adat Batak merupakan permasalahan yang muncul sampai sekarang.
Permasalahan tersebut muncul ketika Injil Tuhan Yesus diberitakan pertama kalinya oleh para Missionaris di Tanah Batak, dan terus berlanjut hingga masa kini. Persoalan ini belum tuntas diselesaikan, baik sewaktu Pdt. I.L. Nommensen masih hidup, pada masa gereja dipimpin para Missionaris penerusnya, maupun pada masa pimpinan gereja berada di tangan orang Batak sendiri.23

Golongan yang kontra terhadap adat batak menilai bahwa sampai akhir hidupnya, Nommensen gagal menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu sumber kegagalan Nommensen terletak pada kategori yang dibuatnya sendiri. Nommensen sulit menentukan upacara adat Batak mana yang tidak bertentangan dengan Injil dan upacara adat mana yang netral. Bagi kelompok ini, adat Batak adalah sesuatu yang harus dijauhi karena mengandung unsur penyembahan behala. Tanpa memandang nilai positif dari adat Batak, menolak adat Batak secara keseluruhan.
Tidak diketahui berapa persen orang Batak yang sudah tidak mempraktekan lagi adat Batak. “Ada yang mengatakan bahwa persentase antara yang menerima dan menolak adat sudah hampir berimbang. Meskipun kita tidak memiliki angka perkiraan yang pasti, satu hal yang dapat dipastikan, yaitu adanya kenyataan yang tidak dapat disangkali tentang orang-orang Batak yang menentang adat Batak.”24 Saat ini sudah banyak orang Batak yang sudah tidak peduli lagi dengan adatnya sendiri. Hal yang menarik dari bagian ini adalah, kelompok yang menolak adat Batak tersebut adalah orang-orang yang mengaku dirinya takut akan Tuhan.
Suatu kenyataan yang terjadi dalam masyarakat Batak, yaitu adanya kelompok yang bukan saja tidak mempraktekkan dan mendukung adat Batak, tetapi bahkan menentang adat tersebut secara sistematis ingin meniadakannya. Sikap yang menolak adat Batak ini terjadi karena pengikutan kepada Tuhan Yesus dengan sepenuhnya tanpa adanya suatu praktek hidup yang mengandung unsur penyembahan berhala. Menurut golongan ini, semua adat Batak terlibat dalam kuasa kegelapan, merupakan suatu agama yang memuja nenek moyang.
Pandangan Terhadap Adat Batak
                   Jelas bahwa pandangan golongan yang menerima adat Batak berbeda jauh dengan pandangan golongan yang menolak adat Batak. Ada beberapa pandangan golongan yang kontra trehadap adat Batak mengenai adat itu sendiri. Yang pertama ialah: semua adat Batak terlibat kuasa kegelapan. Merurut golongan ini, mereka yang terlibat dalam adat Batak, berarti terlibat dalam kuasa kegelapan atau mempraktekkan hasipelebeguon. Juga berkata bahwa Nomensen gagal dalam menuntaskan sikap tetrhadap adat Batak Persoalan ini juga disebabkan oleh tidak adanya pedoman atau aturan gereja yang jelas dari pimpinan di Jerman, yang mengirim para Missionaris. Nomensen sendiri belum dapat memutuskan sikap yang jelas terhadap upacara adat Batak karena upacara adat Batak merupakan hal baru bagi mereka. Karenanya, terdapat perbedaan sikap yang belum pernah dituntaskan di antara para Missionaris dalam menyikapi jenis-jenis upacara adat Batak yang harus ditinggalkan. Pada prinsipnya, kelompok yang menolak adat Batak sangat menekankan bahwa segala bentuk hasipelebeguon harus ditinggalkan, karena bertentangan dengan Firman Tuhan. Salah satu tokoh yang kontra adat Batak menulis dalam bukunya,
Husungkun ma, dia ma tahe adat Batak na so ulaon hasipelebeguon. Nda sipelebegu do sude halak Batak andorang so ro dope hakristenon? Tung tagamon ma ulaning adong adat Batak na ias (sirang) sian hasipelebeguon? Molo adong, hatahon ma nadia ma i? Nda tubu di hasipelebeguon do na jolo ompunta di Batak?...25

                   Dari ungkapan di atas dapat diketahui bahwa adat Batak tidak ada yang tidak terlepas dari penyembahan berhala. Jadi semuanya sudah tertutup dan tidak lagi ada yang bisa dipraktekkan. Bagi kelompok kontra adat Batak, seluruh rangkaian acara adat Batak yang mendahului atau mengikuti acara gerejawi, tetap masih merupakan upacara agama hasipelebeguon (penyembahan berhala). Henry James mengatakan dalam bukunya:
Bagian selanjutnya dari tulisan ini akan mengungkapkan bahwa upacara adat Batak pada hakekatnya adalah upacara penyembahan kepada roh sembahan leluhur kita dahulu. Dengan kata lain, upacara adat merupakan  penyembahan kepada ilah lain di luar Tuhan Yesus Kristus . Seluruh upacara adat itudiilhami dan sarat dengan keyakinan religius sipelebegu leluhur orang Batak.26

                   Dari kutipan di atas Henry jelas mengklaimm bahwa semua upacara adat tersebut merupakan penyembahan berhala. Sekalipun orang Batak yang sudah percya melakukannya dengan diawali dengan ibadah kepada Allah, golongan ini tetap mengatakan bahwa praktek adat tersebut adalah penyembahan berhala. Dari beberapa kutipan di atas, kelompok ini bukan hanya meragukan adanya kemungkinan sisi baik dan buruk dari adat Batak, melainkan telah memberi keputusan yang bersifat final.
Yang kedua, pandangan kelompok yang kontra adat Batak adalah kompromi. Menurut kelompok ini, keterlibatan dalam adat Batak dilihat sebagai suatu tindakan yang mengkompromikan kebenaran ajaran Injil. ”Karena itu, menurut mereka, siapapun yang masih terlibat dan mempraktekkan adat Batak, pada saat yang sama mereka telah terlibat dalam sinkritisme (yaitu, sebuah paham, yang mencampur adukkan berbagai kepercayaan).”27 Dengan demikian, orang Batak yang masih terlibat dalam adat Batak dilihat sebagai seseorang yang tidak sepenuhnya menyerahkan diri kepada Tuhan Yesus. Hal ini disebabkan oleh pandangan yang mengatakan bahwa adat tersebut adalah penyembahan berhala. ” Demikian juga dengan kebudayaan Batak. Jikalau kita meninjau upacara adat, maka kita akan menyaksikan bagaimana leluhur kita melakukan berbagai rangkaian upacara yang dibangun dari hidup yang menyembah kepada sesuatu yang lahir di luar Yesus Kristus.” Siapapun yang mempraktekkan adat Batak, sekalipun orang percaya yang sudah melakukan seleksi terhadap adat Batak, bagi kelompok ini tetap terlibat dalam suatu kompromi. Kompromi yang dimaksud adalah menggabungkan Injil dan penyembahan berhala. ”Tetapi, seluruh rangkaian adat yang mendahului atau mengikuti acara gerejawi, tetap masih merupakan upacara agama sipelebegu.”28
                   Yang ketiga adalah agama. Menurut kelompok yang menolak adat Batak, keterlibatan seseorang dalam adat Batak bukan saja dinilai telah mengkompromikan ajaran Injil, tetapi bahkan telah menjadikan adat tersebut sebagai agama. Hal tersebut dilihat dari pandangan dan sikap pelaku adat Batak yang sedemikian fanatik dan menjadikan adat Batak tersebut lebih tinggi dari semuanya.
Sebagai masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah sebagai petani, maka mereka memahami adanya keseimbangan antara alam makrsokosmos dengan alam mikroskosmos. Antara dunia manusia dengan kepentingan hidup manusia itu sendiri. Keseimbangan dijaga dengan memelihara berbagai aturan hidup yang diilhamkan oleh sembahannya, yang hari ini disebut dengan “Adat Batak”. Orang Batak mengenal adanya dewa tertinggi, yang menciptakan dan menguasai kehidupan diseluruh alam semesta. Dewa itu biasa disebut dengan “Debata”. Pedersen menuliskan bahwa dalam kosmologi Batak Debata atau dewa tertinggi, menata alam dalam suatu tatanan Ilahi. Manifestasi tertinggi dari Debata adalah “Adat”. Adat merupakan tatanan ilahi yang berfungsi untuk membimbing orang-orang dan masyarakat untuk menjaga refleksi dari tatatertib makrokosmos.29

                   Menurut kelompok yang kontra terhadap adat Batak, adat Batak adalah agama nenek moyang, yang mengatur kehidupan masyarakat Batak pada zaman nenek moyang. Hingga sekarang, kelompok ini menilai bahwa adat Batak adalah merupakan suatu agama di luar kekristenan. Itu sebabnya kelompok ini menolak secara keselurhan adat Batak.


Alasan Menolak Adat Batak
Saat ini banyak orang Batak yang menolak adat Batak dan tidak mau mempraktekkann adat Batak. Banyak kelompok yang menolak adat Batak muncul dan membawa pengaruh yang besar terhadap orang Batak  dan adat sitiadatnya. Tentu kelompok ini menolak adat Batak bukan tanpa alasan. Menurut kelompok ini cinta kepada Tuhan itu memberikan seluruh hidup kepada Tuhan. Seorang yang mengikut Kristus tidak lagi melakukan kegiatan-kegiatan di luar Tuhan. Banyak perdebatan dalam internet yang memberi tanggapan mengenai orang Batak dan cintanya kepada Allah atau adat. Salah satunya adalah  sebagai berikut:
Allah mengingatkan semua orang Percaya untuk memiliki satu Allah yang disembah melalui Yesus Kristus. itu sebabnya ada Kel 20:3-6; yoh1:1-18, Allah ingin supaya kita menaati perintah-Nya. jadi para komentar, minta tolong untuk memahami Alkitab secara benar, selain itu minta Kristus memenuhi hati saudara supaya saudara memahami Injil dengan benar. namun saya tidak bisa menjamin bahwa saudara bisa melakukannya. karena hanya orang-orang yang mau mengakui Kristus dan menerima-Nya saja yang mampu memahami Alkitab dengan benar. selebihnya adalah orang-orang yang mengaku Kristen, tapi tidak memiliki hidup seperti orang Kristen seharusnya.

                   Menurut kelompok ini, seorang yang mengikut Tuhan harus seratus persen mengikut Tuhan, yaitu tanpa ada unsur-unsur lain seperti adat Batak. Keterlibatan kepada adat Batak dinilai sebagai perampasan akan hak-hak Allah. Hal ini khususnya dilihat ketika dalam praktek Dalihan Na Tolu, peran hula-hula dianggap telah mengambil alih peran Tuhan Yesus sebagai sumber berkat. Kepada orang yang benar-benar mencintai Tuhan Yesus dengan segenap hatinya, perlu dibukakan berbagai bentuk benteng rohani yang telah dibangun oleh iblis dalam upaya menguasai, membelenggu, dan memperbudak bangsa Batak dari satu generasi ke generasi lainnya. Pengertian ini akan menolong mereka untuk dapat terlepas dari segala jerat iblis di dalam adat Batak, dan beribadah kepada Tuhan Yesus dalam kebenaran dan kekudusan seumur hidupnya. Dalam pandangan kelompok yang kontra adat Batak, adat adalah suatu pekerjaan iblis yang membentengi orang Batak untuk tidak sungguh-sungguh di dalam Tuhan. Sehingga James dalam karya tulisnya berkata:
Penghancuran benteng-benteng iblis yang ada dalam diri orang Batak akan menghasilkan saksi-saksi Kristus yang diurapi dengan keberanian dan kuasa Roh Kudus. Sehingga pada awal abad ke-21 ini akan bangkit orang-orang Kristen Batak yang dipakai oleh Tuhan dalam menyelesaikan Amanat Agung-Nya, dengan melepas mereka dari genggaman kuasa iblis. Dengan demikian kita dapat mempersiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya, dalam rangkamenyambut kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, yang waktunya sudah semakin sangat dekat.30

Orang Batak dianggap telah melupakan prinsip rohani bahwa terang tidak dapat bersatu dengan gelap, dan kebenaran tidak dapat dipersatukan dengan ketidakbenaran. Dalam bahasa Tuhan Yesus: Tidak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dan kepada Mammon (Matius 6:24). Jika memang pemahaman terhadap adat Batak adalah seperti apa yang telah disebutkan di atas, maka wajarlah jika kemudian orang-orang yang rindu mengikuti Yesus Kristusdengan segenap hatinya, akhirnya meninggalkan dan meemsuhi adat Batak.
           
Pandangan Alkitab Terhadap Adat Batak
                   Berawal dari tujuan utama kedatangan Yesus Kristus ke dunia adalah untuk memberitakan Injil. Tindakan Yesus Kristus adalah sebagai teladan bagi umat Manusia.  Dalam kitab filipi 2:5-11 dikatakan bahwa:
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!31

                   Dari kitab Filipi di atas dapat dilihat bahwa keinginan penulis (Paulus) adalah supaya Orang percaya (termasuk orang Batak) menaruh pikiran dan perasaan yang sama dalam Kristus Yesus. Paulus memperlihatkan apa yang dilakukan oleh Yesus Kristus, yaitu, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Yang dilakukan oleh Yesus adalah merendahkan diri dan menjadi sama dengan manusia. Kata sama yang dipakai adalah berasal dari kata Yunani homoioo, yang artinya adalah: ”menyamakan, menjadi sama, membandingkan.”32 Tuhan Yesus Kristus rela menjadi sama dengan manusia. Setelah Memperlihatkan apa yang dilakukan Yesus Kristus, Paulus juga meberi tahu tujuan Yesus melakukannya, yaitu: supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa. Tujuan Yesus menjadi serupa dengan manusia adalah untuk menebus dosa manusia,sehingga seluruh manusia diselamatkan.
Dalam perjalanan Tuhan Yesus Krisrus di dunia ini sebagai manusia, Ia melakukan juga kebiasaay kebiasaan yang dilakukan oleh orang Yahudi, sebab Yesus berasal dari keturunan Yahudi. Sebagaio contoh dalam kitab Lukas: ”Ketika Yesus telah berumur duabelas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.” (Lukas 2:42). Yesus juga ikut melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, yaitu suatu bangsa dimana Yesus lahir dan bertambah besar. Yesus juga melakukan adat istiadat Yahudi. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah apakan Yesus melakukan semua adat istiadat OrangaYahudi? Untuk mkenjawab pertanyaan tersebut, penulis mencoba melihat dari beberapa ayat Alkitab dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Dari Perjanjian Lama dapat ditemukan adat yang bersifat negatif dan ada juga yang bersifat positif. Salah satu contoh yang bersifat negatif dapat dilihat dalam kitab Raja-Raja. Dalam kitab tersebut dicatat bahwa Israel telah berdosa kepada Tuhan, “karena mereka telah menyembah allah lain, dan telah hidup menurut adat istiadat bangsa-bangsa yang telah dihalau Tuhan dari depan orang Israel” (2 Raja-Raja 17:7b-8.) Allah tidak menghendaki bangsaNya mengikuti adat-istiadat bangsa yang tidak mengenal Allah, yang membuat bangsa tersebut berpaling dari Allah. Di sisi yang lain, perjanjian Lama menunjukkan pengaruh adat yang bersifat positif. Di dalam kitab Hakim-Hakim ditulis: ”dilihat merekalah bahwa rakyat yang diam di sana hidup dengan tenteram, menurut adat orang Sidon aman dan tenteram. Orang-orang itu tidak kekurangan apapun di mika bumi, malah kaya harta”. (Hakim-Hakim 18:7).
Dalam Perjanjian Baru dapat juga dilihat adanya adat yang bersifat positif dan negatif. Hal yang positif dapat terlihat dalam Injil Yohanes dalam kaitannyyadengan kematian Yesus. ”Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lelan dan membubuhinya dengan remparempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat” (Yoh 19:40). Di sisi lain dalam Perjanjian Baru, karena adanya praktek-praktek adat yang negatif, rasul Paulus mengingatkan agar bersikap hati-hati terhadap ajaran turun-temurun. ”Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turu-temurun dan roh0-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. (Kol 2:8). Rupanya ada adat istiadat yang memberi dampak yang negatif.
Dalam pandangannya terhadap adat, Paulus sendiri menyaksikan keterlibatannya di dalam adat orang Yahudi. ”Di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku” (Galatia 1:14). Walaupun setelah pertobatan rasul Paulus, tidak memiliki semangat dan motivasi yang sama terhadap adat istiadat, namun tidak terlihat bahwa ia meninggalkan dan menolak semua adat tersebut. Akan tetapi rasul Paulus memberi pandangan yang baik terhadap adat tersebut.
Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka.(1 Korintus 9:19-23).
           
                   Satu hal yang ditekankan oleh rasul Paulus dalam bagian ini adalah bahwa ia melakukan semua hal tersebut, yaitu: menjadi seperti orang yang dilayani, semuanya adalah untuk Injil. Fokus utama rasul Paulus adalah supaya bisa memberitakan injil kepada semua orang suku. Rasul Paulus melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Yesus merendahkan diri menjadi sama dengan manusia supaya segala lidah mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan. Dan terhadap hal itu, rasul Paulus mengajak semua orang percaya, meneladani Yesus. Dalam hal ini temasuk sikap Yesus terhadap adat istiadat. ”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dann perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5).


1Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta: Yayasan Bina Dunia, 2008), 5.
2 Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta: Yayasan Bina Dunia, 2008), 7.
3Lothar Schreiner, Adat dan Injil (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 112.
4Lothar Schreiner, Adat dan Injil (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 112.
5Nalom Siahaan, Adat Dalihan Na Tolu (Jakarta: GRAFINA, 1982), 2-3.
6LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 24.
7Suh Sung Min, Injil dan Penyembahan Nenek Moyang (Yokyakarta: Media Pressindo, 2001), 137.
9LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 184.
10Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000), 53.
11Van Den End, Ragi Carita 2 (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 189.
12Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 26.
13Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 27.
14Humala Simanjuntak dkk, Kekristenan dan Adat Budaya Batak dalam Perbincangan. (Jakarta: Kerabat Dian Utama, 2001), 59.

15B. Sidabutar, Adat dan Gereja Menghadapi Era Globalisasi (Jakarta: Panitia pesta Parolop-olopon 134 tahun HKBP Distrik VII, 1995), 10.
16Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 46.
17LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 184.
18Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 35.
19 Moksa Nadeak, Ujian Bagi Iman dan Pengamalan Pancasila (Tarutung: Biro Informasi HKBP, 1995), 19-20.
20Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), 288-289.

21Paul B. Pedersen, Batak Blood and Protestant Soul (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1970), 94-95.
22Henry James Silalahi, Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Kawan Missi Kristus, 2000), 1.

23Ibid

24Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 28.
25A. H. Parhusip, Jorbut Ni Adat Batak Hasipelebeguon (Porsea: GSJA Pemenang, 2000), 8.
26Henry James, Penyembahan Berhala Dalam Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Missi Kristus, 2007), 19.
27Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 37.
28 Henry James, Penyembahan Berhala Dalam Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Missi Kristus, 2007), 18.

29 Henry James Silalahi,Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi Kristus, 2005), 44.
30Pandangan Injil Terhdap Adat Batak, Posted by Manik on Oct 31, 2007 in Uncategorized
31LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 238.
32Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interliniear Yunani Indonesia dan konkordansi Perjanjian Baru Jilid II (Jakarta: LAI, 2006), 571.