BAB
I
PENDAHULUAN
Perintah untuk melaksanakan Amanat
Agung pertama sekali disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya. Dan setalah
zaman Rasul-rasul hingga saat sekarang perintah ini ditujukan kepada semua
mereka yang telah menjadi murid Kristus yang disebut dengan Gereja. Gereja
telah diberi tanggung-jawab ubtuk memberitakan Injil atau kabar sukacita kepada
semua bangsa. Bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, kaum dan bahasa
harus mendengar berita sukacita ini.
Amanat Agunglah yang telah membawa
berita sukacita ini kepada bangsa Indonesia sehingga bangsa ini
mendengar dan mengenal tentang Yesus. Dengan berbagai keanekaragaman budaya
yang ada di bangsa ini, juga merupakan factor pendukung bagi tercapainya misi.
Kendati budaya merupakan factor, ternyata budaya juga merupakan suatu dilemma
bagi pertumbuhan gereja saat ini. Injil yang kompromi dengan budaya otomatis
akan mempengaruhi makna dari injil tersebut terlebih lagi bila budaya yang
dimaksud tidak relevan kepada Firman Tuhan. Kondisi inilah yang dinamakan
sinkretisme dalam Gereja.
BAB
II
GEREJA
DAN SINKRETISME DALAM ADAT BATAK
Kita tahu bahwa Allah adalah Allah
yang memberitakan Injil. Melalui Yesus Kristus Allah menyatakan isi hati-Nya,
dan melalui Gereja Yesus melanjutkan misi-Nya. Setiap gereja bertanggung-jawab
atas tugas ini, sepeti yang dikutip Paul dalam bukunya menuliskan bahwa:
Kegiatan gereja
untuk mengabarkan Injil merupakan pyramid besar yang dibangun
tegak dan ujungnya diatas dan dasarnya mulai dari kitab Kejadian psl 1
sampai dengan Wahyu psl 22 seluruhnya membentuk dasar untuk pengabaran Injil
keseluruh dunia.”[1]
Oleh sebab itu
maka gereja wajib bertanggung-jawab dalam tugas pemberitaan Injil keseluruh
dunia. Injil yang diberitakan haruslah merupakan Injil Krintus, bukan
ajaran-ajaran yang sudah dicampuradukkan dengan aturan manusia, sebab
kekristenan sejati bersumber dari Tuhan Yesus. Kekristenan yang dipadukan
dengan kebudayaan dan adat istiadat akan sangat membahayakan dan otomatis
berdampak buruk bagi pertumbuhan gereja. keadaan tersebut dikenal dengan
istilah sinkretisme. Bahaya sinkretisme akan mengancam apabila keaslian Injil
dikorbankan demi keaslian kebudayaan, adapun bahaya yang diakibatkan
sinkretisme terhadap Injil akan menjadikan Injil mengalami absorpsi (terserap
kedalam kebudayaan).”[2]
Kendati demikian
bukanlah berarti bahwa kebudayaan harus ditinggalkan, karena kebudayaan juga
meruapakan satu metode pendekatan yang dapat memudahkan Injil dapat masuk ke
satu tempat. Seperti yang kembali diungkapkan Kuiper dalam bukunya bahwa akan
lebih bahaya lagi bila kebudayaan asli tidak boleh dipakai sama sekali karena
konsekuensinya Injil akan terasa jauh dan asing bagi kebudayaan setempat
alhasilnya terjadi disimilasi (kerengganngan)dan keasingan Injil.”[3]
Terlepas dari itu
semua Geeja diharapkan mampu memilah kebudayaan apa yang sesuai dan yang tidak
sesuai bagi pemberitaan Injil, sebab kebudayaan tidak bisa dengan mudah
disingkirkan karena merupakan sesuatu yang Tuhan persiapkan dalam misi-Nya.
Gereja Yesus Kristus
Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya. Michael Griffits
mengungkapkan bahwa gereja adalah perwujudan impian Kristus yang bukan hanya
dicapkan tapi juga harus diperlihatkan secara nyata didalam kehidupan
masyaraka.”[4]
Ketika Kristus bersama murid-murid-Nya, Dia banyak mengajar tapi juga melakukan
ajaran-NYa. Jadi jika gereja mengjarkan tentang Kristus tapi tidak melakukan
apa yang Kristus ajarkan, maka gereja tidak sedang dalam panggilannya. Gereja
merupakan perpanjangan dari tangan Kristus bagi dunia ini. Gereja Kristus
adalah masyarakan Kristen yang dijumpai kapan saja dan dimana saja.”[5]
Dalam arti bahwa dimana saja kasih Kristus atau nerita tentang Kristus harus
senantiasaa menjadi kesaksian. Setiap gereja berkewajiban melakukan tugas
pemberitaan Injil, dan dalam kebersamaan gereja pergi kesetiap suku, bangsa
kaum dan bahasa untuk memproklamirkan Injil keselamatan. Dalam proses ini
gereja senantiasa diperhadapkan dengan budaya yang berbeda-beda dari setiap
tempat yang dipijaknya, meski demikian gereja tetap eksis menyatakan
eksistensinya kendati harus berhadapan dengan dunia sekalipun. Gereja Kristus
harus tetap focus pada satu berita yaitu Kristus. Gereja Tuhan harus secara
bersama bekerja menuju kearah penginjilan sedunia.”[6],
sebab tanpa kesatuan hati gereja tidak akan mampu membangun tubuh Krstus di
dunia ini. D. A. Carson menuliskan dalam bukunya umat Kristen harus berangkat
dari lembaran baru yang sama sekali bersih (tabularasa).”[7]
Kata bersih yang dimaksudnya ialah terkait dengan kesimpulan yang dikutipnya
melalui Von Allmen yaitu:
Bahwa gereja
yang otentik harus memulai baru lagi dari titik pusat iman yakni pengakuan akan
Tuhan Yesus Kristus yang mati dan bangkit bagi kita. Kebenaran tersebut harus
dibangun kembali berdasarkan kesetiaan pada tujuan utama pernyataan Kristiani
dan juga harus sesuai dengan mentalitas orang yang merumuskan. Tidak ada jalan
pintas menyesuaikan teologi yang ada dengan secara kontemporer atas selera
budaya setempat.”[8]
Dalam praktetknya,
gereja yang sesungguhnya ialah tidak pernah menyesuaikan diri dengan budaya
setempat melainkan budaya yang disesuiakan dengan kebenaran Alkitab. Dalam
khotbahnya Gilbert Lumoindong menyatakan bahwa Firman Tuhan bukan diluar atas
istiadat, atau didalam adat istiadat melainkan Dia hadir dalam adat istiadat
yang artinya Firman Tuhan ada untuk memperbaiki adapt istiadat yang mulai
melenceng dari kebenaran Alkitab. Kuiper dalam bukunya mengutip ungkapan L.
Newbigin menyatakan bahwa roh adalah satu, tubuh Kristus adalah satu, dan
kebenaran adalah satu.”[9]
Kebenaran yang harus tetap dipegang sebagai satu kebenaran ialah bahwa Kristus
adalah kebenaran tidak ada yang lain. Selaras dengan apa yang dinyatakan
diatas, Carson
juga berpendapat bahwa gereja dalam ibadah hanya ditujukan kepada Kristus, sebab
itu jemaat itu jemaat berkumpul dalam nama Tuhan Yesus (1 Kor 5: 4).”[10]
Kesadaran gereja akan panggilannya yaitu membawa Nama Tuhan Yesus tidak
terlepas dengan satu kebenaran yakni Dia tidak meninginkan uamat-Nya
menomorduakan ibadahnya,termasuk embel-embel yang ada pada meusia yang didapat
dan dipeganganya melalui pengalaman hidupnya dalam bermasyarakat. Hal ini
dengan jelas Yesus ungkapkan pada umat Israel yang walaupun mereka setia
dalam korban-korban ibadahnya, tetapi hatinya menjauh dari Tuhan. Yesus
menegaskan bahwa bangsa Israel
tidak mengenalnya.
Kebudayaan/ Adat Istiadat
Batak
Segala sesuatu yang ada di dunia ini tidak ada dengan sendirinya,
termasuk budaya yang ada pada manusia. Sebab pada dasarnya semua ada karena
dijadikan oleh-Nya, tidak ada dari segala yang telah ada tanpa dijadikan
oleh-Nya (Yoh 1: 3).
Ketika Allah
menciptakan manusia, Ia menciptakannya sebagai mahkluk yang berbudaya/beradat.
Firman-Nya berkata” . . . penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
meryap di bumi.”[11]
Eksistensi manusia ketika diciptakan adlah untuk mengusahakan segala apa yang
ada untuk kemuliaan Tuhan.
Budaya adalah ciptaan Allah, sebab
itu Allah ada diatas budaya, dan ia melibatkan diri-Nya melalui karya penebusan
di dalam budaya.”[12]
Oleh karena Allah ada dalam budaya yang diciptakan untuk mansuia, maka umat
manusia akan senantiasa bersangkutpaut dengan budaya, sebab itu manusia disebut
makhluk berbudaya.
Allah kita adalah
Allah yang penuh dengan kreatifitas, hal dapat kita lihat begitu banyaknya
keaekaragaman ciptaan-Nya. Dari bahasa, suku, bangsa bahkan kebudayaan setiap
tempat semuanya berbeda. Keaekaragaman ini menyatkan betapa luar biasanya Allah
itu. Salah satu contoh budaya yang ada di Indonesia ialah budaya atau adat
batak. Berbicara adat batak, sejenak mengingatkan kita tentang ulos, tortor,
tugu serta semua apa yang ada dan dipelihara oleh suku ini. Ulos yang dikenal
sebagai pakaian adat daerah batak bukan saja dikenal sebagai pakaian adat batak
dalam pesta-pesta, namun juga merupakan salah satu sumber devisa daerah
tersebut. Ulos dirajut dengan beraneka warna yang membuatnya indah dan cantik
dapat bertahan lama sehingga menjadi harta yang mahal nilainya dan yang sampaisaat
ini masih tetap dimiliki dan dijaga. Demikian halnya juga dengan tarian tortor
yang senantiasa menghiasi acara pesta-pesta dalam lingkungan adat batak. Tortor
batak selalu tak pernah lupa dengan alunan suling dan gondangnya yang semakin menambah semaraknya suatu pesta.
Hampir seluruh orang batak pada dasarnya menyukai tarian adapt batak ini,
bahkan di daerah asalnya yaitu Toba Samosir, tarian ini sering menjadi tujuan
para wisatawan. Apabila kita pergi menelusuri sepanjang wilayah Tapanuli utara,
maka akan melihat pemandangan disepanjang jalan dengan tugu-tugu yang bermacam
bentuk dan warna. Biasanya tugu-tugu yang dibangun selalu disertai pesta.
Keindahan atau kecantikan sebuah tugu akan menunjukkan keberadaan/martabat
keturunanya. Oleh sebab itu tidak jarang orang batak berlomba-lomba untuk
mengeluarkan dompetnya guna membangun sebuah tugu.
Sinkretisme Dalam Adat Batak
Kata sinkretisme sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Kata
ini berarti suatu paham yang menggabungkan ajaran dunia atau pengetahuan
manusia yang didapat dari nenek moyangnya dengan Inji Kristus. Sinkretisme ini
menjadikan ajaran nenek moyang yang telah lama dipegang nilainya sama dengan
Injil Kristus. Carson
mengutip ungkapan Kraemer tentag devinisi sinkretisme yaitu suatu upaya
sistematis untuk menggabungkan, mencampur dan menyesuaikan unsur-unsur agama
yang tidak harmonis atau bahkan yang sering kali bertentangan.”[13]
Kebenaran Kristen sama sekali tidak membenarkan adanya sinkretisme dalam
gereja. Kendati demikian diakui atau tidaknya kenyataannya usaha ini sudah
menjadi tantangan bagi pertumbuhan gereja, dlam arti bahwa sinkretisme ini
telah merebak dalam gereja masa kini. Seperti yang kita ketahui dalam
kekristenan pada suku atau adat batak. Adat batak telah dijadikan setara dengan
Kebenaran Kristus. Hal ini telah menjadi dilema bagi petumbuhan kekristenan,
oleh sebab itu perlu bagi gereja untuk mengembalikan kembali kebenaran yang
sejati dari Injil Kristus, tentunya dengan satu fakta yang real dari eksistensi
adapt itu sendiri. Berikut penulis menyertakan beberapa sinkretisme yang
dipelihara hingga sampai kini dalam adat batak, bahkan yang telah menyatakan
dirinya sebagai tubuh Kristus.
Upacara
Adat batak
Pada dasarnya upacara adat batak
merupakan perwujudan dari apa yang kita kenal dengan kata Debata. Orang batak
mengenal adanya dewa tertinggi, yang menciptakan dan menguasai kehidupan di
seluruh alam semesta. Dewa itu biasa disebut dengan “Debata”. Pedersen dalam
bukunya menuliskan bahwa dalam
kosmologi batak,
Debata atau Dewa tertinggi menata alam dalam suatu tatanan ilahi, manifestasi
tertinggi dari debata adalah “adat” yang merupakan tatanan ilahi yang berfungsi
untuk membimbing orang-orang dan masyarakat untuk menjaga refleksi dari tata tertib makrokosmos (seluruh alam).”[14]
Oleh karena
adapt merupakan perwujudan dari debata, maka setiap orang yang
melanggar adat
akan terkena sanksi, sehingga tidak jarang orangtua sering berkata kepada
anaknya bila melakukan kesalahan dengan ungkapan”dang maradat ho” yang artinya
tidak punya adat. Henry James mengungkapkan
Pelanggaran atas
adat dapat merusak keseimbangan dialam semesta, sebab itu mereka yang melanggar
adat akan mendapat sanksi atas pelanggarnya. Upacara adapt batak bukan juga
hanya sekedar aktivitas sosial, melainkan di dalamnya terkandung pemahaman dan
keterikatan leluhur akan keberadaan dunia lain diluar kehidupan manusia. Dengan
melakukan upacara adapt ini maka seseorang sedang melakukan ketaatan pada roh
yang telah mengilhamkannya.”[15]
Kaitan kata Debata
dalam agama Kristen batak ialah dengan mengadopsi kata Debata yang dikenal
sebagai penguasa alam semesta. Henry james kembali menjelaskan bahwa:
Istilah Debata
dipinjam dan dipakai oleh para Missionaris sebagai jembatan untuk
memperkenalkan Tuhan Yesus kepada orang batak. Dengan peminjaman itu itu orang
batak dibawa untuk memasuki persekutuan baru yaitu dengan Bapa didalam Yesus
Kristus dan meninggalkan segala bentuk penyembahan berhala.”[16]
Menurut metode
penginjilan hal meminjam kata, atau bukanlah suatu masalah, sebab oleh adanya
adapt itulah maka Injil dapat masuk kepada orang batak sepertinya halnya yang
dilakukan Rasul Paulus dalam pembertiaan Injil ke Atena yaitu dengan
menyinggung perihal kepada dewa yang tidak dikenal. Namun yang menjadi
permasalahan dalam hal ini ialah kurangnya penjelasan serta pengenalan yang
benar tentang siapa pribadi Yesus Kristus itu sesungguhnya dan apa kaitannya
dengan Deata yang mereka kenal dan sembah selama ini.
Dalihan
Natolu
Dalihan natolu merupakan struktur
dalam upacara adat batak. Dalam suatu pesta maka dalihan natolu harus selalu
ada. Dalihan natolu yang arti hurfiahnya “tungku berkaki tiga” yang membagi
peranan seseorang dalam tiga bahagian yaitu hula-hula (pihak pemberi gadis);
dongan sabutuha (teman seperut/semarga); dan boru(pihak penerima gadis).”[17]
Eksistensi dari dalihan natolu ini sangat dijunjung tinggi diagungkan dalam
setiap acara adat. Disetiap acara adat, hak dan kewajiban dari masing-masing
struktur itu berbeda satu dengan yang lainnya. Dan setiap pelaku adapt dalam
setiap pesta, masing-masing akan menduduki salah satu dari ketiga status
tersebut. dalihan Natolu bila dicermati merupakan personifikasi dari kehadiran
debata natolu. Philip O. Tobing mengungkapkan bahwa
Ketiga dalihan
natolu yaitu Batara Guru, Mangala Sori dan Mangala Bulan merupakan reprentasi
dari masing-masing pihak yaitu hula-hula reprentasi dari batara guru, dongan
tubu reprentasi dari mangala sori dan boru reprentasi dari mangala bulan. Jadi
dalihan natolu ini merupakan struktur yang menggambarkan ketiga dewa sembahan
leluhur, di dalam struktur tersebut terjalin ikatan rohani antara leluhur dan
roh sembahannya, dan melalui upacara adat mereka kembali meneguhkan
ikatan-ikatan dengan roh itu.”[18]
Dari apa yang
diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa upacara-upacara adapt yang selama
ini dilakukan dalam masyarakat batak merupakan suatu bentuk upaya untuk
menghadirkan roh sembahan leluhur, tentu ini tidak sesuai dengan kebenaran
Alkitab, karena mengindikasikan bahwa orang batak telah menduakan Tuhan.
Jalan
Berkat Dan Kehidupan Melalui Penyembahan kepada Sesembahan
Dalam upacara adapt, setiap
pelaksananya mengharapkan berkat (pasu-pasu) dari dari kekuatan rohani yang
tidak kelihatan yaitu debata. Adapun dewa yang tertinggi disebut dengan Debata
Nulajadi Nabolon yaitu sebagai penyalur berkat.”[19]
Ada lagi berkat
yang diterima dalam upacara adapt batak ini, namun syarat untuk menerimanya
haruslah disertai dengan sesajian atau makanan yang sesuai dengan permintaan
dari sembahan tersebut.
Mulajadi nabolon
memberikan berkat khusus yang dapat disalurkan kepada manusiamelalui ketiga
putranya. Batara guru sebagai penguasa benua atas, menerima kuasa yang dapat
menjadikan segala tanaman da binatang yang ada di bumi. Mangala sori sebagai
penguasa dunia tengah dijadikan sebagai sumber Hamalimon (imamat) dalam agama
Batak dan Sisingamangaraja adalah salah satu malim yang terbesar. Mangala
bulansebagai penguasa dunia bawah dijadikan sebagai sumber Hadatuon (ilmu
perdukunan), dan raja Silahi sabungan adalah salah satu datu bolon (dukun
besar) yang pernah muncul di tanah Batak.”[20]
Penyembahan yang dilakukan dalam upacara adapt merupakan suatu jalan
bagi berkat yang akan diterima oleh para pelaku adat. Dalam setiap upacara adat
yang dilakukan kita sering menyaksikana adanya makanan dekke na diarsik, ulos
yang disertai dengan hata pasu-pasu, selain hal tersebut tidak ada hal lain
yang kelihatan. Dan memang itulah cirri khas dari persayaratan yang diminta
oleh sesembahan lelhuru kita. Sangat disayangkan apa yang terjadi dan terpatri
dalam paradigma masyarakat batak yang masih memegang teguh akan hal-hal dunia
ini.
KESIMPULAN
Kita tak dapat menyalahkan atas
peran serta para missionaries yang telah terbeban dengan penginjilan bagi suku
Batak, oleh karena ketegaran leluhurlah maka ada kompromi dalam hal ini serta
terbatasnya waktu bagi para missionaries saat itu untuk dapat membimbing
peluhur untuk lebih mendalami akan kebanaran dari Injil yang diberitakan.
Tanggung-jawab ini terutama dikembalikan kepada kita para penerus yang telah
mengerti serta memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Mungkin sulit untuk
dapat melenyapkan apa yang telah turun temurun dipegang dan dilakukan, namun
dengan adanya keterbebanan untuk memberikan penjelasan da disertai doa hal
tersebtu dapat dilakukan, sehingga masyarakat batak dapat dengan
sungguh-sungguh menyatu dengan Kristus, dan kehadiran-Nya boleh nyata dalam
kehidupan.
Dan kita yang telah mengerti diberi
tanggung jawab untuk memperbaharui metode dalam penginjilan, yang tidak sesuai
dapat disingkirkan dan dijelaskan sebab musababnya sehingga tidak penolakan
yang justru menjadikan Injil asing dan musuh bagi masyarakat batak.
DAFTAR
ISI
BAB
I.
PENDAHULUAN
II.
GEREJA DAN SINKRETISME DALAM
ADAT BATAK
Gereja Yesus
Kristus
Kebudayaan/Adat
Istiadat Batak
Sinkretisme
Dalam Adat batak
Upacara Adat
Dalihan Natolu
Jalan Berkat Dan Kehidupan Selalui
Penyembahan Kepada Sesembahan
III.
KESIMPULAN
KEPUSTAKAAN
KEPUSTAKAAN
Alkitab. Kitab Kejadian. Jakarta : LAI, 2002.
Borthwick, Paul. Pemberitaan Injil Tuigas Siapa? Diterjemahkan Oleh Ester
Santoso.
1995
Diktat Kuliah. Missiologi. Batam: STII, 2008
Griffits, Michael. Gereja Dan Panggilannya Dewasa Ini. Diterjemahkan Oleh Oloria
Silaen. Jakarta : Gunung Mulia,
1995
Kuiper, De Arie. Missiologi. Batam: STII, 2008
Pederson, Paul. Darah Batak Dan Jiwa Protestan.
Tobing, O. Philip. The Stuctur of The Toba Batak in he High God.
Silalahi, James Henry. Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak. Medan : Yayasan
Karya Misi
Kasih, 2005
[2]Arie
de Kupier, Missilogi, (Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 2003), 91
[4]Michael
Griffits, Gereja Dan Panggilannya Dewasa
ini Pen. Oloria Silaen (Jakarta: Gunung MUlia, 1995), 1
[5]Ibid.
[7]D.
A. Carson, Gereja Zaman Perjanjian Baru
Dan Masa Kini, (Bandung: Gandum Mas, 1997), 258
[8]Ibid,
257-258
[9]Kuiper,
Missiologi, 96
[11]Kitab
Kejadian, Lembaga Alkitab Indonesia (Jakarta : LAI, 2002)
[12]Diktat
Kuliah, Missiologi, (Batam: STII,
2008), 30
[15]Henry
James Silalahi, Pandangan Injil Terhadap
Upacara Adat Batak, (Medan :
Yayasan Karya Misi Kasih, 2005), 45
[16]Ibid,
61
[18]Philip
O. Tobing, The Stuktur of The Toba Batak Belief
in The High God, 149
[20]Ibid,
117-118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar