BAB I
PENDAHULUAN
Semua manusia memiliki hidup
yang memiliki tujuan masing-masing. Akan tetapi hidup yang mana yang akan
dimiliki tergantung pada siapa yang dipercayai. Dalam hal ini yang disoroti
adalah orang-orang yang sudah mengenal Kristus dan menerima Nya sebagai Tuhan
dan juruselamatnya secara pribadi. Dalam perkembangan teologi sekarang, muncul
banyak paham tentang teologi. Munculnya berbagai pahan ini, membuat seseorang
terkadang bingung untuk memilih kelompok mana yang akan dipilih. Oleh sebab
itu, dibutuhkan pemahaman yang benar atas teologi yang benar. Seperti halnya
dalam budaya Batak. Zaman sekarang muncul berbagai buku yang mengajarkan
tentang Injil dan adat Batak yang memiliki pandangan yang berbeda.
Pandangan yang berbeda
terhadap adat Batak terkadang membuat seseorang bingung untuk memilih mana yang
harus diikuti. Kebingungan ini diakibatkan oleh pandangan tersebut mendasarkan
pendapatnya atau argumennya di atas Alkitab. Hal ini membuat dan mendorong
untuk memberikan kontribusi mengenai paham atau sikap seorang yang percaya
terhadap adat. Sikap yang benar terhadap adat Batak tergantung pada sejauh mana
pemahaman orang tersebut mengenai teologia. Jika seseorang memiliki pengetahuan
yang benar Akan Allah akan memberikan pandangan yang benar terhadap adat Batak.
Saat ini terjadi dua kelompok
dalam kemasyarakatan dan kepercayaan suku Batak. Yaitu kelompok yang pro
terhadap adat Batak dan kelompok yang kontra terhadap adat Batak. Dan kedua
kelompok ini adalah orang orang yang sudah percaya. Di satu sisi, manusia tidak
bias hidup tanpa memiliki aturan-aturan yang disepakati bersama. Maksudnya
ialah bahwa setiap individu tidak terlepas dari adat yang terdapat di dalam
lingkungan masyarakat di mana individu tersebut bertempat tinggal. Sehingga dengan
hal tersebut satu ada golongan orang percaya Batak yang tetap mempertahankan
adat Batak dan menerima Iman kepada Yesus kristus. Golongan ini mempertahankan
adat karena melihat bahwa banyak hal baik yang biasa dilakukan dari adat Batak
tersebut. Golongan ini tidak meninggalkan adat Batak dan paham yang dimiliki
berdasar pada Alkitab.
Di sisi yang lain adalah
terdapat golongan orang percaya yang menolak adat Batak tanpa melihat sesuatu
yang baik dari adat batak tersebut. Golongan ini adalah golongan orang percaya
yang berusaha untuk tidak melaksanakan adat batak dan tidak mendukung adat
batak. Bahkan yang lebih lagi adalah golongan ini berusaha untuk memusnahkan
adat batak. Dalam bukunya, mangapul sagala mengungkapkan: “Suatu kenyataan yang
terjadi dalam masyarakat kita, yaitu adanya kelompok yang bukan saja tidak
mempraktekkan dan mendukung adat Batak, tetapi bahkan menentang adat tersebut
secara sistematis ingin meniadakannya.”1
Dengan adanya kelompok ini,
membuat adat Batak merupakan suatu hal yang sering diperdebatkan hingga pada
saat ini. Adanya kelompok yang menolak adat batak membuat sebagian orang Batak
kurang respon terhadap gereja karismatik atau gereja yang sudah mengalami
pembaharuan dalam tata ibdah maupun dalam meresponi adat.
Latar Belakang penulisan
Sebagaimana teologi
berkembang, pengetahuan manusia tentang Allah semakin banyak muncul dalam
sejarah kekristenan. Pengetahuan yang berkembang ini membuat para pemikir
teologi memiliki pandangan yang berbeda dalam hasil karya tulisnya. Dan karya
tulis tersebut dipublikasikan kepada orang percaya. Sebagai contoh adalah
masalah tentang perbedaan pendapat terhadap adat Batak. Perbedaan tersebut
adalah sebagai orang yang sudah percaya harus meninggalkan adat Batak. dan yang
lain adalah dengan mempertahankan adat Batak.
Dengan adanya perbedaan tersebut, kadang kala memiliki potensi untuk
membuat seseorang kebingungan untuk memilih mana yang benar atau mana yang
salah. Masalah ini adalah masalah yang menjadi selalu muncul dalam kekristenen
masa kini sehingga sangat membutuhkan jalan keluar dari masalah tersebut.
Sebagai manusia yang
bersosialisi, masalah adat merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari
kehidupan manusia. Manusia memiliki adat yang sudah mendarah daging diturunkan
turun temurun oleh nenek moyang. Dengan demikian, adat merupakan suatu hal yang
tidak bisa lepas dari cara hidup dan tidak akan lupa dari kehidupan masyarakat
suku Batak. Yang menjadi masalahnya adalah sebagian orang percaya menerima adat
tanpa mengalami perubahan oleh apa pun. Hal ini seringkali disebabkan oleh
tuntutan yang berasal dari kalangan orang Batak yang melaksanakan adat. Seorang
Batak yang tidak melakukan adat istiadat Batak akan mendapat julukan yang
sangat membuat orang tersebut merasa terpukul dan dihina.
Mangapul sagala menulis dalam
bukunya bahwa: “Bagi oprang Batak pada umumnya, memberi pernyataan bahwa
seseorang itu “na so maradat” (tidak
beradat) dianggap merupakan pernyataan yang sangat keras dan menyakitkan.
Karena itu dapat mengakibatkan masalah besar.”2
Hal ini membuat seseorang harus menyeimbangkan antara iman dan kebudayaan. Di
satu sisi dipaksa untuk tidak meninggalkan adat oleh suatu golongan sedangkan
di sisi lain dipaksa untuk meninggalkan adat oleh golongan yang menyebut diri
mereka orang percaya.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
Pertama, mengkaji tentang paham yang dimiliki oleh suatu kelompok yang
menolak kebudayaan. Dalam bagian ini akan dibahas mengenai sikap kelompok yang
menolak kebudayaan tersebut. Apakah hubungan kebudayaan dengan iman Kristen
sehingga suatu kelompok menolak kebudayaan. Apakah dalam kebudayaan sama sekali
tidak memiliki nilai yang bisa dipertahankan dan yang tidak bertentangan dengan
injil.Dengan demikian, dapat mengetahui alasan kelompok tersebut menolak
kebudayaan.
Kedua, untuk menggali seperti
apakah pandangan kelompok yang menerima kebudayaan sehingga kelompok ini tidak
mempertentangkan kebudayaan dengan iman Kristen. Bagaimana suatu kebudayaan
dapat dipegang oleh orang yang sudah percaya.
Ketiga, melihat hubungan antara Kristus dengan
kebudayaan. Ada berbagai pandangan orang tentang hubungan kristus dengan
kebudayaan. Namun sebagai seorang yang sudah percaya harus memiliki paham yang
xsesuai dengan Alkitab. Seorang yang percaya harus mendasarkan pendapatnya di
atas Alkitab sebagai kebenaran tertinggi dalam etika Kristen. Dengan adanya
pemahaman yang benar terhadap hubungan Kristus dengan budaya akan
memperxbaharui sikap terhadap adat istiadat. Secara khusus dalam konteks adat
Batak. Dalam hal ini akan dibahas mengenai hubungan Kristus denngan kebudayaan
sehingga seseorang bisa mengambil sikap yang baik terhadap kebudayaan suatu
daerah.
Keempat, membahas tiga dari
beberapa upacara adat Batak yang selama ini menjadi pokok persoalan dalam
lingkungan orang Batak percaya. Kedua upacara tersebut adalah upacara pemberian
ulos dan upacara mangokkal holi. Upacara-upacara ini merupakan permasalahan yang
pokok dari banyak upacara adat yang dilakukan oleh orang Batak. Karena hal ini
menjadi masalah yang up to date, membuatnya menarik untuk dibahas dengan tujuan
untuk mencari jalan keluar.
Kelima, melihat ke dalam
kebenaran alkitab, apakah sikap yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya
xdalam hubungannya dengan kebudayaan. Dalam bagian ini akan dikaji tentang
bagaimana pandangan Alkitab terhadap ketiga upacara adapt yang disebut di atas.
Sehingga dengan berdasarkan kebenaran alkitab, dapat diambil kesimpulan yang
jelas dan sesuai dengan kebenaran Allah, supaya kedua belah pihak baik yang
menolak adapt dan yang menerima adapt merasa terpuaskan.
Permasalahan
Dalam masyarakat Batak
sekarang ini, terdapat dua kelompok. Kelompok tersebut adalah kelompok yang
pertama menolak adat batak secara keseluruhan. kelompok ini menolak adat Batak
dengan beranggapan bahwa semua adat Batak adalah suatu penyembahan kepada
berhala. Dalam bukunya, Mangapul mengungkapkan pendapat kelompok yang menentang
adat bahwa: “menurut kelompok yang menolak adat Batak, mereka yang terlibat
dalam adat Batak, berarti terlibat dalam kuasa kegelapan atau hasipelebeguon.”3 kelompok ini menentang adat Batak tanpa
melihat sesuatu yang baik dari adat Batak tersebut. Hal ini disebabkan Karena
melihat semua adat batak termasuk dalam penyembahan berhala. Pada awalnya, nenek
moyang orang Batak belum mengenal agama, sehingga seluruhnya adat tersebut
dipahami sebagai penyembahan berhala.
Yang kedua adalah adanya
sinkritisme yang mencampur baur adat dengan Injil. Adanya sekelompok orang yang
sudah percaya yang tetap memegang adat Batak dan mempraktekkannya di dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat di kalangan orang Batak yang
tinggal di Bonapasogit (tapanuli utara). Pada masa sekarang ini, praktek adat
tidak lagi berlangsung hanya di bona pasogit, namun di mana pun orang Batak
berkomunitas. Seperti halnya di Jakarta,
banyak kelompok orang Batak yang masih melakukan upacara adat Batak seperti
halnya yang banyak ditemukan adalah upacara pernikahan.
Dengan adanya kedua kelompok
ini, membuat beberapa orang Batak merasa bingung untuk memilih mana yang benar
mana yang salah. Yang menjadi permasalahan utama adalah kedua kelompok ini
menyatakan bahwa hal tersebut dikerjakan aatau dilakukan dalam konteks takut
akan Tuhan. Mangapul mengungkapkan dalam bukunya bahwa: “Hal yang menarik untuk
diamati adalah, baik kelompok yang menerima, maupun kelompok yang menolak adat,
mereka melakukan itu dalam konteks ketaatan mereka kepada Tuhan.”4 Beberapa orang Batak yang sudah percaya
merasa perlu untuk mempertimbangkan benar-benar kelompok yang mana yang harus
diikuti. dengan demikian, membutuhkan pemahaman yang benar tentang adat sesuai
dengan kebenaran Allkitab. Sampai saat ini, perbedaan pendapat demikian menjadi
fenomena yang selalu muncul dalam kekristenan orang Batak.
Rumusan
Permasalahan
Berdasarkan pembahasan
yang telah disebutkan di atas mengenai permasalahan, maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai beritkut:
Pertama, kelompok yang menolak
adat Batak. Kelommpok ini menolak adat batak secara keseluruhan dengan
beranggapan bahwa semua kegiatan adat Batak adalah penyembahan berhala.
Kelompok ini adalah orang-orang yang mengaku dirinya adalah orang percaya.
Sejauh mana adat Batak tersebut adalah penyembahan berhala tidak menjadi
masalah bagi kelompok ini. Menurut kelompok ini, semua kegiatan adat atak
adalah penyembahan berhala sehingga menolak adat Batak.
Kedua, Kelompok yang menerima
adat Batak. Kelompok ini adalah kelompok orang Batak yang sudah percaya namun
masih melakukan adat Batak. Kelompok yang menerima adat ini menilai bahwa adat
Batak tidak semua penyembahan berhala. Dalam adat Batak terdapat suatu hal yang
baik yang dapat dipakai untuk sarana penginjilan.
Ketiga, Hubungan Yesus Kristus
dengan Kebudayaan. Seseorang perlu mengetahui bagaimana hubungan antara Yesus
dengan kebudayaan. Pemahaman yang benar tentang hubungan Yesus dengan
kebudayaan mempengaruhi xsikap seseorang terhadap kebudayaan. Dengan mengetahui
sikap Yesus terhadap Kebudayaan seseorang memiliki sikap yang benar terhadap
kebudayaan.
Keempat, Pemberian Ulos dan Mangokkal Holi. Dalam hal ini, yang dibahas adalah tentang makna permberian ulos dan
mangokkal holi tersebut. Mengapa
seseorang tidak mau mengenakan ulos dan tidak mau mengikuti upacara mangokkal
holi.
Presuposisi
Hipotesa
berasal dari bahasa Yunani yaitu hypo(dibawah)
dan thihenai (meletakkan) menurut
Aristoteles “hipotesis sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan dengan
demonstrasi tanpa bukti, tetapi diterima dan digunakan di dalamnya”FNOT. Jadi
hipotesa adalah jawaban sementara yang akan dibuktikan penulis melalui jawaban
pertanyaan-pertanyaan di dalam rumusan permasalahan.
Dengan
melihat masalah yang ada dan tujuan yang ingin dicapai, penulis melihat
beberapa hipotesa atau pendapat sementara.
Pertama,
Sikap Yang menolak adat batak mempengaruhi pertumbuhan iman jemaat. Kedua,
Sikap yang menerima adat Batak mempengaruhi pertumbuhan iman jemaat.
Pentingnya Penelitian
Menolak adat Batak
adalah merupakan suatu tindakan yang perlu untuk dipertimbangkan kembali.
Apakah seluruhnya adat Batak adalah penyembahan berhala atau sebaliknya. Dengan
ditiadakannya adat Batak akan mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang
lain. Sebab melalui adat- istiadat kebanyakan orang membangaun hubungan yang
baik dan lebih dekat.
Dalam bukunya, Sherwood
mengatakan bahwa: “kita bisa membangun sebuah keluarga dan persahabatan, serta
memenuhi kewajiban kita satu sama lain. Ketika kita menghadapi konflik dengan
orang lain, standard dan prosedur dari budaya yang dimiliki bersama menyediakan
mekanisme untuk menyelesaikan pertikaian-pertikaian itu.”5
Dari kutipan tersebut, penulis melihat bahwa adat istiadat memiliki potensi
yang besar untuk menjaga keharmonisan
hubungan antara manusia. Hukum tidak tertulis yang dimiliki oleh suatu suku,
misalnya suku Batak merupakan alat yang dipakai untuk membentuk kepribadian
yang baik antara sesama. Hal ini menunjukkan bahwa adat istiadat perlu untuk
dikembangkan dan dijaga supaya tidak terhilang.
Akan tetapi, Menerima atau
mempertahankan adat Batak juga merupakan suatu tindakan yang perlu
dipertimbangkan kembali. Adat Batak muncul atau tercipta oleh orang-orang yang
belum pernah mengenal Tuhan. Orang –orang yang menciptakan adat tersebut pada
zaman awal munculnya suku Batak adalah dalam keadaan belum mengenal Allah yang benar.
Artinya adalah bahwa adat tersebut tercipta dengan dicampuri oleh unsur
kepercayaan kepada yang bukan Allah yang benar. Itu berarti bahwa semua adat
Batak tidak boleh diterima oleh orang percaya dengan begitu saja.
Sasaran yang ingin dicapai
adalah pemahaman atau sikap yang benar terhadap adat Batak. Dan pandangan ini disesuaikan
dengan kedua paham tentang xadat baatak, yaitu
sikap yang menolak adat Batak dan sikap yang menerima adat Batak.
Pandangan yang sebenarnya terhadap adat Batak yang sesuai dengan Alkitab akan
merubah segalanya menjadi lebih baik. Dengan adanya studi komperatif ini
diharapkan seorang Kristen Batak memiliki sikap yang benar dan alkitabiah
terhadap adat istiadat Batak. Dengan berdasarkan pemahaman Alkitab atau
berpatokan terhadap Alkitab, orang Batak memiliki pandangan dan tindakan yang
benar terhadap adat Batak.
Ruang Lingkup Penelitian
Adapun studi komperatif ini
dilaksanakan dengan batasan sebagai Berikut:
Pertama,
dalam bagian yang pertama akan dibahas mengenai sikap yang menerima kebudayaan.
Bagaimana sikap yang menerima adat atau kebudayaan
tersebut. Apakah sesuai dengan Alkitab ataukan bertentangan dengan Alkitab.
Bersamaan dengan sikap yang menerima adat akan juga dibahas sikap yang menolak
adat Batak.
Kedua, dalam kajian yang
berikutnya penulis akan membahas mengenai adat Batak. Untuk kemudahan dan
efektifnya studi komperatif ini, penulis tidak mengambil secara keseluruhan
adat Batak. Penulis membatasi studi ini dalam beberapa kegiatan adat yang
sering dilakukan oleh orang Batak tanpa terkecuali juga orang Percaya. Adat tersebut adalah acara pemberian Ulos
dan upacara Mangokkal holi (menggali Tulang).
Ketiga, pemahaman yang benar akan adat kebudayaan Batak seharusnya
menjadi milik orang Batak sendiri. Kemudian berawal dari paham yang benar
tersebut, akan memiliki sikap yang baik terhadap kedua pandangan tersebut di
atas.
Metode Penelitian
Studi komperatif ini akan
dilakukan dengan metode gabungan antara penelitian literatur dengan penelitian
lapangan. Untuk permasalahan di atas, persepsi atau sikap terhadap kebudayaan
akan diperoleh dengan metode penelitian literatur di perpustakaan. Hal ini akan
mendorong untuk lebih memperbandingkan antara sikap yang menerima kebudayaan
maupun sikap yang menolak kebudayaan.
Metode observasi yang akan
diadakan dalam penyusunan karya tulis ini dengan tujuan mencari informasi atas
maksud dari beberapa upacara adat yang penulis ingin bahas. Dengan adanya
metode wawancara juga akan membantu penulis untuk memperoleh maksud yang sebenarnya
pengadaan upacara yang xselama ini dilaksanakan oleh orang Batak.
Definisi Istilah
Definisi istilah merupakan
penjelasan makna dari beberapa kata yang dipakai dalam skripsi yang berjudul: “
Studi Komperatif Terhadap Upacara Pemberian Ulos, Mangokkal Holi .” Yang
dimaksud dengan studi adalah: “ penelitian ilmiah.”6
Komperatif dalam judul ini berarti perbandingan. Sedangkan upacara adalah: “Rangkaian
tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat atau
agama.”7 Kata adat diartikan sebagai: “ aturan
(perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala.”8
Sistematika Penulisan
Untuk mencapai sasaran yang
diharapkan, maka skripsi ini ditulis secara sistematis. Adapun yang menjadi
krangka tulisan skripsi dalam skripsi ini dapat dilihat dalam garis besar
berikut:
Bab Pertama, membahas tentang
pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan, tujuan penulisan,
permasalahan, rumusan permasalahan, presuposisi, pentingnya penelitian, ruang
lingkup penelitian, metode penelitian, definisi istilah, dan kemudian
sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas tentang
Kristus terhadap kebudayaan. Dalam bagian ini ada beberapa hal yang akan
dibahas sehubungan dengan Kristus terhadap kebudayaan. Dengan demikian menjadi
landasan bagi seseorang untuk mengambil sikap yang benar terhadap adat Batak.
Bab ketiga, membahas tentang
sikap yang selama ini dimiliki oleh banyak orang terhadap kebudayaan. Dalam
bagian ini akan dibahas mengenai sikap yang seperti apa yang menerima kebudayan
dan alasan apa suatu kelompok menerima adat atau kebudayaan. Kemudian adalah
mengenai sikap yang menolak adat dan mengapa suatu golongan menolak adat
tersebut. Kemudian adalah bagaimana sikap Kristu terhadap adat atau kebudayaan.
Bab keempat, membahas tentang beberapa
adat yang sekarang ini masih populer dalam kebiasaan orang Batak. diantaranya
adalah upacara pemberian ulos dan upacara mangokkal holi. Dalam bagian ini akan
dibahas mengenai latar belakang upacara tersebut dan makna masing-masing dari
upacara tersebut.
Bab kelima, kesimpulan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penulisan
Tujuan Penulisan
Permasalahan
Rumusan Permasalahan
Presuposisi/hipotesa
Pentingnya Penulisan
Metode Penulisan
Ruang Lingkup Penulisan
Definisi Istilah
Sistematika Penulisan
II.
KRISTUS TERHADAP KEBUDAYAAN
Kristus Lawan kebudayaan
Kristus Dari Kebudayaan
Kristus Di Atas Kebudayaan
Kristus Pengubah
Kebudayaan
III.
SIKAP PRO DAN KONTRA TERHADAP ADAT BATAK
Sikap Yang Menerima Adat
Batak
Pandangan terhadap Adat Batak
Alasan Menerima Adat Batak
Adat Sebagai Sarana Penginjilan
Sikap Yang Menolak Adat
Batak
Pandangan terhadap Adat Batak
Alasan Menolak Adat Batak
Pandangan Alkitab Terhadap
Adat Batak
IV.
STUDI KOMPERATIF TENTANG PEMBARIAN ULOS DAN MANGOKKAL HOLI
Upacara
Pemberian Ulos
Maksud dan Tujuan Pemberian Ulos
Jenis-Jenis Ulos Yang Dipergunakan
Pemberi dan Penerima Ulos
Waktu Pemberian Ulos
Pandangan Alkitab Terhadap Pembarian
Ulos
Upacara Mangokkal Holi
Maksud dan Tujuan Mangokkal Holi
Latar Belakang Mangokkal Holi
Upacara Dalam Mangokkal Holi
Pandangan Alkitab Terhadap
Mangokkal Holi
V.
KESIMPULAN
KEPUSTAKAAN
STUDI KOMPERATIF TERHADAP KELOMPOK YANG PRO
DAN KELOMPOK YANG KONTRA ADAT BATAK
SKRIPSI
Oleh:
CIPTO L. SIMANJUNTAK
NIM: 2OO8272
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA
INJILI INDONESIA
BATAM
1 Maret 2012
BAB
II
KRISTUS
TERHADAP KEBUDAYAAN
Budaya dan manusia adalah dua hal yang seolah tak terpisahkan, sebab
pada dasarnya manusia terkait erat dengan komunitas di mana ia
hidup. Maka tiap-tiap individu memiliki karakteristik atau perilaku
tertentu. Maka muncullah manusia-manusia yang erat menyatu dengan budaya di
mana ia tinggal, bahkan sudah mendarah daging, tercermin dalam pola pikir,
perilaku, adat kebiasaan. Budaya adalah konteks nyata tempat Injil berjumpa
dengan manusia yang tinggal di dalamnya. Ia mewakili cara hidup untuk suatu
masa dan tempat tertentu, dipenuhi dengan nilai, lambang dan makna, menjangkau
harapan-harapan yang ada. Tanpa kepekaan terhadap konteks budaya, maka gereja
dan teologi tidak akan berakar. Berkembangnya gereja dan teologia di suatu
tempat dipengaruhi oleh kebudayaan yang ada dalam tempat tersebut.
Injil sebagai kabar baik tentang
keselamatan di dalam Yesus Kristus tidak lepas dari kaitan budaya Yahudi di
mana Yesus lahir dan hidup.Oleh karena itu ada banyak tradisi Israel yang
muncul dalam kesaksian Injil, seperti peringatan hari Purim di kitab Ester,
hari raya Pondok Daun, tahun Yobel, aturan Sabat dan lain sebagainya.
Belum lagi budaya patriakhal yang dianut oleh bangsa Yahudi menyebabkan
peristiwa Yesus dicatat dari kacamata maskulin, seperti peristiwa Yesus memberi
makan 5000 laki-laki. Dalam Alkitab, terdapat banyak hal yang menceritakan
tentang ajaran Tuhan Yesus yang memakai adat istiadat Yahudi untuk menjelaskan
tentang kerajaan Allah. Dalam berbagai cara, tokoh-tokoh teologia selalu
berusaha untuk membahas tenteng hubungan antara Kristus dengan kebudayaan. Ketika
Yesus berinkarnasi sebagai manusia, Ia hidup dalam lingkungan manusia tempat
Yesus lahir dan dibesarkan oleh ibuNya dan BapaNya. Sebagai seorang ayah, tentu
Yusuf mengajar Yesus tentang hukum-hukum dan adat yang terdapat dalam
masyarakat Yahudi seba Yusuf adalah seorang Yahudi dan Maria juga seorang
keturunan bangsa Yahudi. Hal ini disebabkan karena sudah menjadi keharusan bagi
seorang ayah untuk mengajarkan hukum-hukum dan adat istiadat Yahudi kepada
anak-anaknya. Dalam kitab Ulangan dikatakan bahwa: Kasihilah TUHAN, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam
perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga
engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu
dan pada pintu gerbangmu (Ulangan6:6-9).
Kebudayaan merupakan suatu praktek hidup yang telah menetap
dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam suatu daerah tertentu. Negara Indonesia,
sebagai negara yang memiliki banyak suku, memiliki budaya yang banyak. Oleh
karena itu, kekristenan yang sudah masuk ke Indonesia sejak lama, tidak lepas
dari kebudayaan. Lama sebelum agama kristen datang ke Indonesia, telah banyak kebudayaan yang
terbentuk dalam masyarakat Indonesia.
Bukan hanya di Indonesia,
di seluruh dunia, kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari hidup
manusia. Akan tetapi, kebudayaan yang berbeda tersebut membuat suatu kelompok
masyarakat tertentu mengalami problem terhadap masuknya kekristenan dan hal ini
sudah berlangsung sangat lama. Oleh karena itu, Kristus dan kebudayaan
merupakan hal yang tidak baru lagi untuk diperbincangkan. “Dalam situasi ini,
cukup menolong bila kita mengingat bahwa masalah ke-Kristenan dan peradapan
bukanlah hal yang baru;dan bahwa kebingungan orang kristen dalam bidang ini
sudah berlangsung lama; dan bahwa masalah itu adalah masalah yang menetap
sepanjang abad-abad Kristen.”9 Hal ini
menjadi masalah yang muncul juga pada saat sekarang. Setiap orang yang lahir ke
dunia ini tergabung dalam sebuah kebudayaan. Tidak
ada manusia yang lepas dari suatu kebudayaan, walaupun budaya yang berbeda.
Wilayah yang berbeda menyebabkan juga budaya yang berbeda. Seperti halnya
budaya di Barat berbeda dengan budaya yang ada di Asia.
Oleh sebab itu, cara pendekatan terhadap keduanya berbeda. Dengan demikian perlu dipahami metode yang benar untuk
mengatasi masalah tersebut dengan cara kontekstualisasi. Masalah budaya
terhadap iman kristen (kekristenan) merupakan masalah yang tak putus-putusnya
dibcarakan oleh banyak orang percaya. Hal ini disebabkan oleh manusia itu
sendiri sudah memiliki kebudayaan sejak terciptanya suatu suku dalam daerah
tertentu. Kebudayaan mempengaruhi terbentuknya pribadi sesrorang. Sebelum seseorang mengenal Tuhan, pasti sudah
memiliki pemahaman yang dibentuk berdasarkan budaya tempat tinggalnya.
Kebudayaan S Wesley Ariarajah
mengungkapkan dalam bukunya bahwa: “Garis pemikiran ini melanjutkan satu dari
untaian pikiran yang dapat juga disimak dari konferensi Yerusalem1928. Usaha
itu mencoba memisahkan pribadi manusia
dengan “kebutuhannya” dari agama dan kebudayaan.”10
Usaha manusia untuk menemukan jalan keluar terhadap masalah
kebudayaan sudah menempuh waktu yang sungguh lama. Sejak Injil berada di Asia, Injil tidak diterima
dengan mudah. Hal ini disebabkan oleh negara-negara di Asia adalah
negara-negara yang memiliki nilai budaya yang tinggi. Sebab itu, ketika Kristus
dibawa ke dunia Asia, maka Injil tesebut akan berhadapan dengan budaya dimana
Injil tersebut dibawa. Oleh sebab itu sangat perlu untuk memahami dengan benar
bagaimana hubungan antara Kristus dan Budaya. Ketika seseorang yang membawa
Kristus ke suatu daerah tidak mengerti bagaimana kebudayaan yang berlaku dalam
daeah tersebut, akan menimbulkan masalah yang tidak diinginkan. Jika hal ini
terjadi pada saat pertama Kristus diperkenalkan dalam daerah tersebut, maka
untuk kali berikutnya akan mengalami kesulitan yang besar untuk memperkenalkan
Kristus kepada daerah yang diinginkan untuk Mengenal Kristus. Kebudayaan
memiliki peranan penting dalam hal hubungan antara manusia. Budaya merupakan
suatu alat yang mempersatukan suatu individu terhadap individu lain dalam suatu
kelompok masyarakat. Jika dilihat dari sudut fungsi adat tersebut, adat adalah
suatu alat komunikasi yang sangat mempersatukan banyak orang. Dalam bukunya
Robert J. Schreiter mengatakan bahwa: “studi ini melihat budaya sebagai suatu
jaringan komunikasi yang amat luas, dimana baik pesa-pesan verbal maupun
non-verbal diedarkan disepanjang alur-alur yang rumit dan saling berkaitan,
yang bersama-sama, menciptakan sistem makna.”11
kebudayaan sangat mempengaruhi kehidupan umat manusia sebab konteks kebudayaan
tidak mencakup hanya satu hal saja. Budaya mencakup banyak hal dalam aspek
hidup manusia, salah satu diantaranya adalah alat musik. Budaya memiliki
cakupan yang sangat luas dan masing-masing cakupan memberi arti tersendiri bagi
masyarakat.
Ini memungkinkan studi terhadap apa
yang disebut sebagai unsur-unsur budaya tinggi (seni, puisi, musik, keyakinan
keagamaan) dan unsur-unsur budaya rakyat (ada-istiadat, takhyul), serta unsur-unsur dari sistem budaya (organisasi sosial,
organisasi, ekonomi dan politik)dalam cara yang memungkinkan kita melihat merka
sebagai unsur-unsur yang mengikat dan saling terkait.12
Dengan melakukan hal
tersebut, pembawa Kristus akan lebih mudah untuk melakukan dan menilai budaya
Tersebut dengan baik. Dari hal tesebut, dapat dilihat bahwa ketika Yesus
berinkarnasi sebagai manusia, Yesus juga ikut dalam melakukan kebudayaan yang
ada dalam lingkungan bangsa Yahudi. Gereja-gereja Asia, khususnya di Indonesia
kaya dengan keragaman budaya lokal yang tak kalah menarik dan kreatif untuk mewarnai
kehidupan umat percaya. Ibadah-ibadah kita perlu memberi tempat pada kekayaan
budaya lokal dalam hal musik, tarian, dan lain-lain yang tentunya lebih
bermakna bagi individu-individu yang terkait dengan budayanya masing-masing. Berbagai
gereja di Indonesia cenderung beribadah dengan tata ibadah pola barat. Dengan
demikian mengabaikan potensi adat yang sebenarnya bisa dipakai untuk memuji
Allah. Hal inilah yang menyebabkan masalah dalam lingkungan orang yang sudah
percaya. Saat ini dalam kalangan orang percaya, buan lagi bagaimana Injil itu
masuk ke alam suatu daerah. Akan tetapi yang menjadi masalah sekarang ini
adalah timbulnya masalah-masalah yang mempertentangkan Kristus dengan
kebudayaan. Yang menjadi masalah dalam lingkungan gereja saat ini bukan hanya
orang kafir yang menolak Kristus, namun yang menjadi masalah adalah orang
percaya yang telah menerima Kristus juga menemui kesulitan untuk
mengkombinasikan tuntutanNya kepada mereka dengan tuntutan masyarakat.
Pergumulan dan ketentraman,
kemenangan dan perdamaian, tidak hanya terlihat secara terbuka di mana
pihak-pihak yang menyebut diri sebagai orang Kristen dan orang-orang
anti-Kristen bertemu; lebih sering perdebatan tentang Kristus dan kebudayaan
berlangsung di antara orang Kristen, dan di dalam hati nurani individu yang
tersembunyi dalam, bukannya sebagai pertarungan dan penyesuaian diri dari
percaya dengan yang tidak percaya tetapi sebagai suatu pergumulan dan
perdamaian iman dengan iman.13
Pergumulan dan ketenteraman di dalam
menjalani hidup bukan hanya ada dalam kalangan orang yang belum percaya kepada
Kristus saja, tetapi juga dikalangan orang yang sudah percaya. Masalah yang
selalu datang sampai hingga saat ini adalah pemahaman terhadap hubungan antara
Kristus dan budaya. Hal ini disebabkan oleh hubungan Kristus dan budaya
mempengaruhi hubungan sesama manusia. Dalam masyarakat orang percaya saat ini,
terdapat paham yang mengatakan bahwa kristus dan budaya adalah dua hal yang
tidak bisa digabungkan. Hal ini mendorong sebagian orang percaya untuk tidak
memegang kebudayaan dalam lingkungan kekristenan. Akan tetapi di lain pihak ada
orang percaya yang tetap memegang budaya yang diwarisi dari nenek moyangnya,
walaupun sudah menerima ristus di dalam hidupnya. Kedua golongan ini, memegang
paham yang memiliki tujuan supaya iman terhadap kristus tidak terlupakan. Dalam
kekristenan di Asia selalu muncul masalah tentang bagaimana menanggapi
ristus dan budaya. Dalam masyarakat
kristen sekarang ini, terdapat golongan yang memiliki ristus dan ajaran kekristenan
dan dalam waktu yang bersamaan memlakukan juga ajaran kebudayaan. Robert J.
Schreiter mengungkapkan dalam bukunya:
Dalam
sistem-sistem berganda, sekelompok masyarakat mengikuti praktek-praktek
keagamaan dari dua sistem yang berbeda. Kedua sistem itu dipertahankan tetap
terpisah; mereka dapat bekerja berdampingan. Kadang-kadang sebuah sistem
diikuti dengan lebih setia ketimbang yang lainnya (sebagaimana di Afrika, di
mana orang mengikuti sistem kristen, namun tetap mempertahankan unsur-unsur tertentu
dari sistem tradisional); ...14
Perpalingan kepada
kekristenan biasanya berarti bahwa suatu praktek hidup yang membuang semua
sistem keagamaan lainnya tetapi dalam nyatanya dalam praktek hidup sebagian
orang kristen tetap mempertahankan bagian-bagian penting atau keseluruhan dari
sistem yang dus tersebut. Hal inilah yang dihadapi gereja sekarang pada saat
ini. Dengan situasi yang seperti ini perlu adanya pembaharuan pemahaman
terhadap Kristus dan kebudayaan. Pandangan yang baik terhadap hubungan Kristus
dan kebudayaan membuat sikap dan praktek hidup yang baik dalam mengikut Tuhan.
Kristus Lawan Kebudayaan
Kristus terhadap budaya merupakan hal yang sulit
untuk diputuskan bagaimana hubungannya. Orang Kristen yang sudah memiliki Kristus dalam
hidupnya adalah orang yang memenuhi segala tuntutan Kristus dalam hidupnya.
Namun sebagai mahluk bermasyarakat, orang Kristen hidup dalam lingkungan yang
berbudaya. Sejak Injil masuk ke dalam bangsa Indonesia mengalami masalah
terhadap kebudayaan. Kebudayaan menjadi suatu hal yang mempengaruhi masuk dan
berkembangnya Injil di Indonesia. Sebagaimana yang disebutkan oleh Suh Sung Min
dalam bukunya bahwa: “Kadang-kadang penyembahan nenek moyang menjadi suatu
penghalang dalam pelaksanaan amanat agung Kristus dan kehidupan iman
sehari-hari di Indonesia maupun di Korea. Oleh sebab itu masalah penyembahan
nenek moyang ini menjadi masalah misiologis dalam rangka perjumpaan Injil dan
Kebudayaan-kebudayaan.”15
Setelah
masuknya Injil dalam bangsa Indonesia menimbulkan kontra terhadap kebudayaan. Dimana seorang yang sudah menerima Kristus
harus sepenuhnya menerima Kristus dalam hidup yang baru. Hidup yang baru
yangimaksud adalah hidup bersama dengan Kristus dengan menjalankan semua
ajaran-ajaran Kristen. Dengan demikian menolak kebudayaan. Setiap orang yang yg
sudah menjadi Kristen, dalam arti sudah di dalam Kristus adalah cuiptaan baru. Jadi
siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah
berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (2 Koristus 5:17). Dalam konteks
ini, kota Korintus berada dalam keadaaan yang masyarakat yang tidak bermoral.
Kota Korintus adalah kota yang strategis dari segi geografis. Sehingga dalam
kota tersebut banyak golongan manusia yang datang untuk berdagang. Setiap orang
yang datang membawa juga kepercayaan dan budaya yang berbeda. Dalam keadaan
yang seperti ini kota Korintus mengalami kemerosotan dalam budaya dan
kerohanian. Dalam bukunya, Merill C. Tenney berkata bahwa: ”Karena sebagian
terbesar dari anggota jemaat adalah bukan orang Yahudi yang belum pernah
dididik dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, dan yang latar belakang religius
serta moralnya sangat bertolak belakang dengan norma-norma kristiani, banyak
hal yang harus diajarkan kepada mereka sebelum mereka mencapai kedewasaan
rohani (1 Korintus 3:1-3).”16 Dengan
keadaan yang seperti ini, jemaat di korintus harus memisahkan diri dari
orang-orang yang memiliki moral yang tidak baik.
Paulus menyampaikan dalam suratnya kepada jemaat di
Korintus supaya menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan amoral yang dilakukan
oleh sebagian besar orang-orang yang ada di Korintus. Sebagai kota yang
berpenduduk tidak bermoral, masyarakat Korintus berada dalam kondisi budaya
yang tidak baik (bertolak belakang dengan ajaran Kristus). Sebab jika demikian, mereka tidak pantas disebut sebagai
pengikut Kristus.
Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang-orang cabul.Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada
umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan
semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia
ini.Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir,
penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian
janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.17
Paulus
menyebutkan dalam suratnya kepada jemaat di Korintus bahwa Sebagai pengikut
Kristus, mereka haruas meninggalkan hidup mereka yang lama dan menjadi ciptaan
yang baru di dalam Kristus. Jadi dalam konteks Kristus melawan kebudayaan,
Kristus ingin setiap orang yang mengikutNya harus meninggalkan setiap hidup
yang lama, termasuk budaya. Kristen yang sudah dibaharui masuk dalam keadaaan
taat sepenuhnya kepada hukum Kristus tanpa melakukan lagi apa yang dilakukan
dalam hidup yang lama yaitu kebudayaan. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang
tidak melakukan lagi apa yang diinginkan oleh keinginan dunia. Keinginan dunia
berbeda dengan apa yang diinginkan oleh Kristus. Oleh karena itu, yang
diinginkan Kristus bertentangan dengan yang diinginkan oleh dunia yang
didalamnya budaya. Itulah sebabnya Kristus melawan budaya.
Kristus tidak ingin jika Kehidupan kristen
digabungkan dengan kebudayaan. Pemahaman semacam ini memperlihatkan kontra
antara Krstus dan Kebudayaan. Kristus sama sekali tidak mau kompromi dengan
budaya. Pemahaman atas Kristus melawan kebudayaan memperlihatkan bahwa Kristus
memiliki otoritas penuh atas orang Kristen dan dengan tegas moenolak tuntutan
kebudayaan untuk kesetiaan. Allah adalah kasih, jika Allah ada di dalam diri
seseorang, maka orang tersebut menyebut dirinya mengasihi Allah. Ketuhanan
Yesus Kristus sama besarnya dengan gagasan kasih. Dengan demikian, Kristus
adalah kunci kepada kerajaan kasih karena dalam hal inilah kasih Allah
dinyatakan di tengah-tengah umat manusia, yaitu bahwa Yesus telah menyerahkan
nyawaNya dan umat manusia pun wajib menyerahkan nyawa bagi Dia. Hal ini berarti
orang-orang yang mengasihi Allah tunduk kepada otoritas Kristus sehingga tidak
seorangpun dapat menjadi anggota persekutuan Kristen jikalau tidak mengakui
Yesus sebagai Kristus dan Anak Allah, dan yang tidak mengasihi saudaranya dalam
ketaatan kepada Tuhan.
Taat kepada Kristus berarti mengasihi Kristus dan
membenci dunia dan segala yang ada di dalamnya. ”Pernyataan padat dan jelas
tentang arti positif dari kekristenan ini diiringi oleh penyangkalan yang
seimbang. Seimbang dengan kesetiaan kepada Kristus dan sesama saudara adalah
penolakan terhadap masyarakat budaya; satu garis pemisah yang jelas dibuat
antara persaudaraan anak-anak Allah dan dunia.”18
Orang-orang percaya yang sudah menjadi milik Kristus terpisah dari dunia dan
kebudayaan yang ada di dalamnya. Kristus memberi perintah kepada orang percaya
untuk tidak mengasihi dunia. Sebab jika seseorang mengasihi dunia, maka kasih
akan Dia menjadi tidak ada dalam orang tersebut.
Janganlah kamu mengasihi dunia
dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan
Bapa tidak ada di dalam orang itu.Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu
keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal
dari Bapa, melainkan dari dunia.Dan dunia ini sedang lenyap dengan
keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup
selama-lamanya.19
Orang Kristen sama sekali tidak kompromi dengan
dunia dan kebudayaan yang ada di dalamnya. Dari kutipan di atas jelas terlihat
bahwa dunia bagai suatu kawasan yang berada di bawah kekuasaan si jahat, itu
adalah kerajaan kegelapan dan orang kristen sebagai warga kerajaan ternag tidak
boleh masuk ke dalamnya. Kerajaan kegelapan ini ditandai dengan hadirnya dusta,
kebencian dan pembunuhan.
Dunia adalah masyarakat sekuler, dikuasai oleh ”nafsu kedagingan, nafsu
mata dan kesombongan hidup ,” atau dalam terjemahan prof. Dodd atas bagian ini,
itu adalah ”masyarakat kafir dengan hawa nafsunya, kedangkalan dan
kepura-puraannya, dengan materialisme dan egoismenya.” itu adalah suatu
kebudayaan yang berminat kepada nilai-nilai sementara dan yang akan berlalu
sedang kata-kata Kristus adalah kata-kata dari hidup yang kekal; dunia akan
mati sebagaimana halnya suatu aturan pembunuhan karena ”dunia akan berlalu
dengan nafsunya,”.20
Dunia
ini akan mati bukan hanya sekedar karena keinginannya yang bersifat sementara,
tetapi karena Kristus sudah datang untuk menghancurkannya. Dengan demikian
kesetiaan orang yang percaya sepenuhnya kepada Kristus memberi keadaan baru
dalam susunan masyarakat yang baru, yaitu warga kerajaan Allah dan memiliki
Tuhan yang baru yang harus ditaati dengan sepenuhnya. Orang kristen menjadi
satu warga baru yang terpisah dari dunia dan orang-orang yang belum percaya. Orang
kristen terpisah dari kebudayaan orang-orang di dunia dan memiliki hidup yang
baru di dalam Kristus sebagai warga kerajaan sorga. ” Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan
dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang
akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang
mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.”21 Status orang Kristen berbeda dengan orang
yang belum percaya kepada suatu keadaan baru. Keadaan baru tersebut menampilkan
keKristenan sebagai suatu cara hidup yang cukup terpisah dari kebudayaan.
Dalam
pandangan golongan ini, memisahkan diri dari dunia dan kebudayaannya didasari
oleh ketaatan kepada hukum-hukum Kristus dan dalam usaha mengejar kesempurnaan
sepenuhnya. Banyak kelompok Kristen yang meninggalkan dan tidak mempraktekkan
budaya dalam kehidupan kekristenan. ” Ratusan kelompok yang lain dan banyak
diantaranya sudah lenyap, dan ribuan individu merasa diri terdorong oleh
kesetiaan kepada Kristus untuk mengundurkan diri dari kebudayaan dan melepaskan
semua tanggungjawab terhadap dunia.”22
Sikap radikal, Kristus menentang kebudayaan. Ini
merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Kristus
dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua situasi dan kondisi masyarakat
berlawanan dengan keinginan dan kehendak Kristus. Oleh sebab itu, manusia harus
memilih Kristus atau kebudayaan,
karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua
praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika percaya pada Yesus
Kristus. Injil dipandang bertentangan dengan kebudayaan. Artinya,
menjadi orang percaya haruslah menentang kebudayaan, sebab kebudayaan akan
menghambat tumbuhnya kesucian hati untuk dapat diterima Tuhan. Mereka menjalani
hidup kekristenannya dengan cara mengasingkan diri, tinggal di tempat
terpencil/bertapa, bahkan menyiksa tubuhnya sendiri. Dengan cara hidup seperti
itu mereka beranggapan bahwa itulah cara hidup untuk menekankan kesucian di
depan Tuhan. Prinsip hidup semacam itu pernah dijalani oleh orang-orang Kristen
pada abad-abad pertama.
Kristus
Dari Kebudayaan
Paham Kristus dari kebudayaan adalah suatu
paham yang muncul dari golongan orang kristen yang berusaha membuktikan bahwa
Budaya tidak bertentangan dengan Kristus. Pemahaman seperti ini muncul sebagai
akibat dari adanya orang-ornag yang tidak setuju dengan adanya paham Yesus
melawan Krisrus. Sebagaimana manusia biasa yang tinggal di dalam lingkungan
masyarakat yang memiliki budaya, Yesus juga tinggal dalam lingkiungan yang
sama. Oleh sebab itu, budaya sangat berkaitan dengan Kristus. Akan tetapi paham
yang mengetengahkan Yesus melawan kebudayaan membuat sebagian Kristen membentuk
kelompok beberapa yang berbeda. Salah satu nama dari kelompok tersebut adalah
Gnostik. ”Dilihat dari segi masalah kebudayaan upaya orang-orang Gnostik untuk
memperdamaikan Kristus dengan ilmu pengetahuan dan filsafat pada jamannya
bukanlah suatu akhir tetapi suatu sarana.”23
Upaya orang-orang Gnotisme ini membawa peralihan dari paham Kristus melawan
kebudayaan kepada suatu pemahaman Kristus dari kebudayaan. Karena ternyata
ditemukan suatu hubungan yang baik antara Kristus dan kebudayaan.
Golongan
Genostik muncul dari golongan orang-orang bukan Yahudi. Pandangan terhadap
hubungan budaya Yahudi dan Kristus tidak begitu muncul dalam permasalahan ini
sebab Yesus sendiri lahir dan menjadi manusia dalam lingkungan bangsa Yahudi.
Akan tetapi yang menjadi masalah yang lebih sering muncul adalah hubungan
antara budaya bukanYahudi dan Kristus. Orang-orang bukan Yahudi ini adalah
orang-orang yang disebut dalam golongan Gnostik.
Semasa
awal ke Kristenan non-Yahudi, banyak modifikasi dari tema Kristus-kebudayaan
mengkombinasikan minat bagi kebudayaan yang sedikit banyak bersifat positif
dengan kesetiaan fundamentil kepada Yesus. Orang-orang kristen radikal dari
masa yang kemudian cenderung untuk menggolongkan mereka semua pada orang-orang
yang tak berbeda dengan kelompok terbuang karena berkompromi atau ke Kristenan
yang murtad; tetapi ada perbedaan besar diantara mereka. Sikap yang ekstrim,
yang menafsirkan Kristus sepenuhnya dalam ukuran budaya dan cenderung untuk
meniadakan semua bentuk ketegangan di antara Yesus dan kepercayaan sosial atau
kebiasaan, diwakili dalam dunia Ellenisme oleh kaum Gnostik Kristen.24
Orang-orang dari golongan Gnostik
ini berusaha untuk menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapi oleh ke Kristenan yaitu hubungan antara Kristus
dan budaya. Dari pandangan Gnostik yang menyesuaikan Kristus dengan budaya
ditemukan suatu pemahaman Kristus dari
kebudayaan.
Timbulnya pemahaman ini adalah
gerakan dari orang-orang non-Yahudi yang tidak memahami Lakitab sepenuhnya.
Pemahaman ini dilatarbelakangi oleh orang-orang filsafat yang mencoba untuk
memahami Alkitab dengan ilmu pengetahuan. Filsafat artiya adalah mencintai hikmat
atau mencintai kebijaksanaan.Jonar Situmorang disebutkan bahwa: ”Jadi, secara
singkat dapat dikatakan bahwa filsafat dapat berarti cinta akan hikmat atau
kebijaksanaan.”25 Dengan adanya filsafat
ini, ke Kristenan dipahami dengan menggunakan filsafat. Orang Kristen tidak
lagi memahami Alkitab sebagaimana yang dikatkan Alkitab. Alkitab ditafsirkan
dengan menggunakan hikmat dan pengetahuan. Itu memberi arti bahwa Alkitab
dipahami dengan menggunakan akal. Dengan menggunakan akal orang-orang Kristen
memahami hubungan antara Kristus dengan kebudayaan, sehingga muncul pemahaman
Kristus dari kebudayaan. Sejak munculnya orang-orang filsafat tersebut, Alkitab
mulai dipahami dengan ilmu pengetahuan. Bahkan yang lebih herannya lagi Alkitab
dipahami dengan pemahaman akal yang disebut rasionalisme.rasionalisme dengan
kata dasar rasio adalah suatu pemahaman dengan menggunakan akal pikiran
manusia. ”Rasio melihat apa yang nyata, riil, dapat diraba, masuk akal, dan
logis sedangkan iman melampaui semuanya ini.”26
Dengan rasiolah dipahami tentang Kristus dan budaya. Sikap rasionalisme membuat
sebagian orang Kristen menempatkan rasio sebagai tolak ukur kebenaran. ”Sikap
religius ini menghasilkan penilaian yang tinggi atas semua kecakapan manusia,
khususnya rasionya sebagai otoritas tertinggi dan patokan yang menentukan
kebenaran. Rasio dan rasio sajalah yang dianggap mampu dan tepat untuk menilai
dunia fenomenal dan noumena.”27 Pemahaman
dengan rasio ini mulai berkembang sehingga memberikan suatu kontribusi terhadap
munculnya pemahaman yang menyatakan bahwa Kristus dari kebudayaan. Pada saat
munculnya pemahaman ini, timbul perlawanan dari Katolik, yang tidak setuju
dengan pemahaman ini.
Dilihat dari sisi yang lain
pemahaman ini bertujuan untuk memperluas kerajaan Allah melalui budaya. ”Tetapi
kita diingatkan untuk tidak memberi perlakuan yang tidak baik tetrhadap posisi
ini melalui refleksi bahwa beberapa kritiknya yang keras memberi andil dalam
sikap umum yang mereka pikirkan untuk ditolak; dan melalui pengenalan bahwa suatu
gerakan yang sudah berlangsung lama, pengkulturasian Kristus selain tidak
terelakkan juga teramat penting dalam perluasan kerajaanNya.”28 Pemahaman Kristus dari kebudayaan ini
memiliki tujuan yang sebenarnya adalah untuk memberitakan Injil. Tokoh-tokoh kristen
pada jaman yang sebelumnya selalu berusaha untuk memberitakan Injil dalam suatu
negara atau wilayah. Dalam wilayah tempat Injil ingin diberitakan ditemui
berbagai ragam budaya. Dengan demikian, dacari solusi untuk memberitakan Injil
dengan menggunakan kebudayaan setempat. Dengan harapan Injil diterima dengan baik dan
berkembang di daerah Injil diberitakan.
Walaupun
tujuan banyak orang Kristen yang menafsirkan Kristus sebagai Mesias dari suatu
kebudayaan adalah keselamatan atau pembaharuan kebuadayaan itu ketimbang
perluasaan kekuasaaan Kristus, namun mereka memberi sumbangan besar kepada yang
terakhir inidengan jalan membantu manusia memahami injil Yesus dalam bahasanya
sendiri, memahami watak Yesus melalui gambarannya sendiri, dan memahami wahyuNya
tentang Allah dengan bantuan filsafatnya sendiri.29
Dalam penulisan terjemahan Alkitab
ke dalam bahasa suatu budaya memakai kebudayaan yang ada di daerah tersebut.
Tidak sama halnya terjemahan Alkitab yang dipakai untuk bahasa Ibrani dan
bahasa Batak. Alkitab bahasa Ibrani diterjemahkan sebagian dengan menggunakan
beberapa kebudayaan Yahuudi. Tetapi berbeda ketika Alkitab diterjemahkan ke
dalam bahsa Batak Toba. Sebab dalam memberi gambaran atas penjelasan Alkitab
memakai budaya setempat dalam terjemahannya. Itu berarti bahwa Kristus bukan
hanya dari satu suku atau kebudayaan saja. Firman Allah sebagaimana disampaikan
kepada manusia dengan kata-kata manusia. Dan kata-kaata manusia adalah hal
budaya bersama dengan konsep-konsep yang berhubungan dengan kata-kata tersebut.
Alkitab sebagai firman Allah yang harus disampaikan kepada semua orang tidak
membatasi diri dalam satu bahasa untuk semua orang. Tetapi bagi budaya tertentu
Alkitab diterjemahkan dalam bahasa setempat dan banyak kebudayaan diwakili
dalam Alkitab. Hal ini dilakukan untuk menyatakan Injil dan kebenaran bahwa
Yesus adalah Juruselamat. Bukan juruselamat dari satu kelompok kecil saja,
tetapi dari dunia, sehingga muncul pendirian Kristus dari kebudayaan.
Kristus Diatas
Kebudayaan
Saat ini, diantara masyarakat Kristen
muncul sikap yang memiliki pemahaman : Kristus diatas kebudayaan. Sikap ini
dimiliki oleh orang Kristen yang sudah percaya Yesus, tetapi ingin
mempertahankan kebudayaan yang dimiliki. Kebanyakan orang Kristen memegang
kebudayaan dengan alasan bahwa kebudayaan ikut berperan penting dalam
pembentukan karakter seseorang ke arah yang lebih baik. ”Adat dibutuhkan
sebagai fktor-penertib, yang melindungi kehidupan yang benar dan yang menyokong
perilaku yang baik.”30
Pemahaman yang sperti ini membuat seorang Kristen meletakkan imannya di dalam
Yesus tetapi juga melakukan tuntutan kebudayaan secara keseluruhan.
Adat itu
perlu mutlak sebagai tatatertib kehidupan sukubangsa. Namun perlu juga melihat
atau mempersoalkan sifat khas adat tersebut sebagai patokan atau pedoman yang
bersaingan dengan etika yang timbul dari kepercayaan kepada Yesus Kristus. Sebagai
anggota dari suatu kelompok masyarakat, dituntut untuk melakukan asegala
tuntutan kebudayaan setempat. Akan tetapi sebagai seorang anggota dari orang
percaya, dituntut untuk mematuhi segala perintah dan ketetapan Allah. Orang
Kristen berada di dalam kedua kenggotaan tersebut sehingga muncul suatu
golongan yang melakukan segala tuntutan hukum Allah tetapi juga melakukan
segala tuntutan kebudayaan. Dengan adanya sikap seperti ini maka timbul suatu
pemahaman: Kristus diatas kebudayaan.
Sikap ini
menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Kristus dan kebudayaan atau ajaran
iman Kristen dan tuntutan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah
pada tujuan ilahi dan juga berhubungan dengan masyarakat. Ia harus mempunyai
dua tujuan sekaligus. Tujuan kehidupan manusia tidak terbatas pada dunia. Ia
perlu mencari hidup kekal yang disempurnakan di dunia yang akan datang. Namun,
ia juga bertanggungjawab di dunia. Ia perlu mengasihi dan membangun masyarakat
tetapi juga mengasihi Tuhan Allah. Dengan itu, maka yang dilakukan adalah
melaksanakan semua tuntutan keagamaan dan sekaligus unsur-unsur kebudayaan yang
mungkin saja bisa bertantangan dengan Firman Tuhan.Sikap Dualis: Kristus dan
Kebudayaan Dalam Paradoks.
Sikap dualis menunjukkan bahwa manusia mengakui kewajiban untuk mentaati
Kristus dan mengembangkan kebudayaan sambil juga membedakan antara dua
kewajiban itu. Orang Kristen wajib melayani Tuhan dalam dunia dan melalui dunia
serta kebudayaan. Melayani Tuhan dalam gereja dan sekaligus melayani melalui
gereja. Dengan ini muncul warga gereja yang sngguh-sungguh tetapi sekaligus ia melakukan semua tuntutan adat
istiadat. Dengan pemahaman seperti ini, terkadang menonjol dalam satu hal saja.
Ada kalanya lebih mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lain. Yang
mengherankan adalah orang Kristen sendiri mengutamakan kebudayaan daripada
Kristus. Hal ini disebabkan oleh sikap yang terlalu menonjolkan kebudayaan.
”Kita justru hidup dalam zaman seperti ini, sebab dasarnya adalah kita terlalu
membanggakan kebudayaan manusia, tetapi tidak mau firman Tuhan.”31 Namun orang-orang yang seperti ini
adalah orang yang sudah mengalami kemunduran dalam prestasi kerohanian. Dalam
pemahaman Kristus diatas kebudayaan tidak mengambil pilihan Kristus dan
kebudayaan. Jika hal ini terjadi, berarti menganggap Kristus setara dengan
kebudayaan. Juga tidak memilih salah satu dari dua pilihan Kristus atau
kebudayan. Jika demikian memilih yang satu dan mengabaikan yang lain. Sementara
Sebagai orang Kristen, menerima Kristus sebagai yang tertinggi dalam kehidupan
sendiri tetapi tidak mengabaikan kebudayaan setempat. Orang Kristen tidak tanpa
alasan tetap memegang dan melakukan tuntutan-tuntutan kebudayaan. Akan tetapi,
Yesus sendiri berpesan untuk tunduk kepada pemerintah.
Janganlah kamu berpikir bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat dan
para nabi; Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Karena sesungguhnya Ku berkata kepadamu: sampai langit dan bumi lenyap, satu
noktah atau satu titikpuntidak akan ditiadakan dari hukum taurat sampai
semuanya terjadi. Karena itu siapa yang mengurangi salah satu perintah hukum
Taurat yang terkecil sekalipun dan mengajarkan demikian kepada orang lain, ia
akan disebut sebagai yang terkecil dalam kerajaan surga; tetapi siapa yang
melakukan dan mengajarkan segala perintah hukum taurat akan disebut besar dalam
kerajaan surga. Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi milik kaisar dan
kepada Allah apa yang memang milik Allah. Biarlah tiap-tiap orang tunduk kepada
kuasa yang memerintah. Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari
Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, sudah ditetapkan oleh
Allah....pemerintah adalah pelayan Allah.32
Dari ungkapan tersebut, Yesus
mengajarkan kepada setiap orang percaya untuk tidak melawan kepada pemerintah
dan kebudayaan yang ada di dalam nya. Akan tetapi ketaatan yang dimaksudkan
oleh Yesus adalah ketaatan dalam konteks takut akan Tuhan. Sebab pemerintah
adalah pelayan Allah. Artinya bahwa orang Kristen yang melakukan tuntutan
kebudayaan tidak lepas dari konteks takut akan Tuhan. Seorang tokoh dari
pemahaman ini mengemukakan pendapatnya bahwa di atas segalanya haruslah seorang
yang baik sesuai dengan patokan dari kebudayaaan yang baik. Kristus mengundang
orang untuk mencapai dan menjanjikan mereka realisasi suatu kesempurnaan yang
bahkan lebih besar dari apa yang diperoleh seorang bijaksana. Yang tahan nafsu.
Dalam
pemahaman ini dihayati bahwa Kristus sendiri tidak menolak kebudayaan, bahkan
sangat menghormatinya. Kebudayaan tidak perlu dimusuhi. Karena kebudayaan
merupakan salah satu realisasi jatidiri manusia yang telah diberi akal budi
oleh Allah. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa melalui kebudayaan manusia dapat
mengenal tentang apa yang baik dan buruk (nilai-nilai hidup). Hanya saja
nilai-nilai hidup yang ditawarkan oleh kebudayaan itu tidak mungkin mencapai
pada pengenalan akan Allah yang sejati. Oleh karena itu kebudayaan membutuhkan
tambahan, yaitu anugerah Allah (dalam hal itu: Yesus Kristus). Yesus Kristus memberi nilai plus pada kebudayaan.
Dalam pemahaman Kristus di atas
kebudayaan dihayati bahwa selama Injil berada di dunia, maka Injil atau orang
percaya akan selalu berada dalam suasana pergumulan. Pada satu sisi percaya
adalah anggota keluarga Allah, tetapi di sisi lain orang percaya masih banyak
terikat oleh kebutuhan dan juga godaan dunia. Keadaan seperti ini sangat sulit
kita hindari. Perhatikan gambar di samping ini. Kondisi orang percaya selalu
berada dalam ketegangan dengan dunia atau kebudayaan. Hal yang perlu dilakukan
dalam posisi seperti ini adalah upaya untuk selalu mengedepankan kehendak Tuhan
supaya kita tetap dapat hidup dengan baik di dunia serta berkenan di hadapan
Tuhan.
Kristus Pengubah Kebudayaan
Kristus
pengubah kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Kristus sebagai penebus yang
memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu
bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru;
melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika orang percaya
mau mempraktekan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan dengan Firman Tuhan. Hal
itu merupakan tugas manusia. Manusia yang membawa amanat Kristus harus
membaharui hal-hal lama dalam
masyarakat. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat
muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan
kebudayaan harus terus menerus.
Dalam
arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar
komunitas budaya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima,
cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.Dalam pemahaman ini dihayati bahwa kehadiran Injil di tengah dunia
adalah untuk memperbaharui dunia-kebudayaan. Ada seorang teolog terkenal yakni Johanes
Calvin yang mengungkapkan bahwa dengan kehadiran Kristus, maka seseorang
dipanggil untuk menjadikan dunia sebagai panggung untuk memuliakan Allah. Kebudayaan
tidak perlu dimusuhi atau ditentang, melainkan seseorang bisa memberi makna
baru pada suatu kebudayaan. “Bagi Agustinus Kristus adalah pengubah kebudayaan
dalam arti bahwa Ia memberi arah baru, mberi tenaga baru, dan meregenerasikan
hidup manusia, yang dinyatakan dalam semua karya manusia, . . . .”33 Orang Kristen perlu memanfaatkan budaya
sebagai kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah untuk semakin
menghayati iman kristianinya dan memaknai hidupnya di tengah kultur yang
beragam sehingga Tuhan dikenali, bukan diingkari, agar Tuhan diyakini, bukan
disangkali. “supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita
kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya
terhadap kita dalam Kristus Yesus.”34
Dengan pengetahuan yang dikaruniakan oleh Allah kepada orang-orng percaya,
memuji dan memuliakan Allah. Manusia adalah karya Tuhan dan buatan tanganNya.
Sebab itu Allah tidak lepas dari apa yang dilakukan oleh manusia. Hanya saja
manusia terkadang menyalah gunakan apa yang Tuhan karuniakan. “. . . . Biarlah
karya-karyaMu memujiMu agar kami mengasihiMu dan biarlah kami mengasihiMu agar
karya-karyaMu memujiMu.”35 Orang
percaya, dengan lebih dulu mengasihi Allah atau dengan didorong oleh kasih
kepada Allah menggunakan kebudayaan untuk memuji Tuhan. Kristus yang ada dalam
diri orang percaya mengubah pola pikir terhadap kebudayaan tersebut. Dengan
sikap yang mengasihi Tuhan menggunakan karyanya untuk memujiNya. Sebagai contoh
dalam lingkungan orang Batak, kebudayaan diubah karena pengaruh dari
zending-zending dan para raja dalam periode awal masuknya Injil.
Adat bukanlah suatu hal
yang tak berubah. Pengakuannya oleh para zendeling membawa-serta
perubahan-perubahan dalam adat. Pertama, dengan sengaja adat diubah oleh para utusan zending dan oleh
para raja. Mereka membagi-bagi adat atas ketentuan-ketentuan dan unsur-unsur
yang bersifat anti-kristen, yang netral, dan yang pro-kristen, dan kemudian memanfaatkannya sesuai dengan pembagian
tersebut. Dan adat menjadi terpengaruh oleh kekuatan Injil.36
Tidak semua kebudayaan itu adalah
jahat dan tidak baik. Akan tetapi banyak hal yang terkandung dalam kebudayaan
membentuk moral seseorang lebih baik. Bukan hanya orang yang belum percaya,
tetapi juga orang percaya yang senantiasa taat kepada Allah.
Kebaikan-kebaikan moral yang dikembangkan manusia dalam kebudayaan
mereka yang sesat tidak diganti dengan anugrah-anugrah baru, tetapi telah
diubah dengan kasih. Ketenangan adalah kasih yang memelihara diri sepenuhnya
dan tak bercela bagi Allah; kekuatan jiwa adalah kasih yang menanggung segala
sesuatu demi untuk Alla; keadilan adalah kasih, yang hanya melayani Allah dan
karena itu mengatur segala hal yang lainnya dengan baik; berhati-hati adalah
kasih memuat pembedaan yang benar antara apa yang membantu untuk menuju kepada
Allah dan apa yang dapat menghalanginya.37
Seorang kristen hidup dalam suatu
kebudayaan dimana semua perbuatannya telah diatur kembali oleh perbuatan
anugrah Allah yang menarik semua orang kepada diriNya. Dan dimana semua orang
aktif dalam karya-karya yang diarahkan kepada dan dengan demikian mencerminkan
kasih dan kemuliaan Allah. Dalam paham ini, Kristus disebut sebagai pemberi
hidup baru dalam kebudayaannya. Sebagai manusia di dunia ini, orangpercaya
tidak lepas dari kebudayaan. “Manusia bukan hanya hidup selama beberapa puluh
tahun di dunia, setelah manusia meningal, sifat budaya masih bisa berpengaruh
bagi generasi berikut, sedangkan sifat agamanya membawa dia pulang ke tempat
kekekalan dengan sejahtera.”38 Kristus
dan budaya memiliki peranan masing-masing.
10Wesley Ariarajah. Injil dan Kebudayaan (Jakarta: Gunung Mulia,
1997), 27.
11Robert J. Schreiner, Rancang
Bangun Teologi Lokal (Jakarta: Gunung Mulia, 1996), 83.
12Robert J. Schreiner, Rancang
Bangun Teologi Lokal (Jakarta: Gunung Mulia, 1996), 83.
13H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt ), 12-13.
14Robert J. Schreiner, Rancang
Bangun Teologi Lokal (Jakarta: Gunung Mulia, 1996), 241.
15Suh Sung Min, Injil dan Penyembahan
Nenek Moyang (Yogyakarta: Media Presindo, 2001), 11-12.
16Merill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru
(Malang: Gandum Mas, 2006), 365.
17LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 203.
18H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 55-56.
19LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 286.
20H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 56.
21LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 240.
22H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt),64.
23H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt),98.
24H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 95-96.
25Jonar Situmorang, filsafat dalam terang iman Kristen (Yogyakarta: ANDI Offset, 2008),
5.
26Jonar Situmorang, filsafat dalam terang iman Kristen (Yogyakarta: ANDI Offset, 2008),
27Harvie M. Conn, Teologia Kontemporer (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 202),
17.
28H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 112.
29H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 114.
30Lothar Schreiner, Adat dan
Injil, (Jakarta:
gunung Mulia, 2003), 5.
31Stephen Tong, Daosa dan
Kebudayaan, (Jakarta:
Institud Reeformed, 2004), 67-68.
32H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 139-140.
33H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 237.
34LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 233.
35H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 238.
36Lothar Schreiner, Adat dan
Injil, (Jakarta:
gunung Mulia, 2003), 5.
37H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 242.
38Stephen Tong, Daosa dan
Kebudayaan, (Jakarta:
Institud Reeformed, 2004), 9.
1Mangapul Sagala, Injil dan
Adat Batak (Jakarta:
Yayasan Bina Dunia, 2008), 29.
2Mangapul Sagala, Injil dan
Adat Batak (Jakarta:
Yayasan Bina Dunia, 2008), 24.
3Mangapul Sagala, Injil dan
Adat Batak (Jakarta:
Yayasan Bina Dunia, 2008), 24.
4Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak (Jakarta: Yayasan Bina Dunia, 2008),
5Sherwood G. Lingenfelter dan Marvin K. Mayers, Menggali Misi Lintas Budaya
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih
6Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 2003) 1093.
7Ibid
8Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar