BAB
IV
STUDI
KOMPERATIF TENTANG PEMBERIAN ULOS DAN MANGOKKAL HOLI
Dalam masa sekarang ini,
banyak orang Batak yang melakukan kegiatan-kegiatan adat yang dahulu dilakukan
oleh nenek moyang orang Batak. Orang Batak mayoritasnya adalah orag yang udah
peracaya kepad Yesus. Kekristenan sudah sejak lama datang ke tanah Batak,
sehingga perkembangan kekristenan di tanah Batak sudah berlangsung dalam jangka
waktu yang sudah lama. Pada awal datangnya kekritenen ke tanah Batak,
adat-istiadat tidak terlalu dipertenangkan. Pada mulanya, para misionaris yang
datang dari Eropa mengkontektualisasikan Injil terhadap adat Batak. Dengan cara
mengkontektualiasikan Injil terhadap adat Batak, para miionaris berhail mengkristenkan
orang Batak. Pada saat itu, pengetahuan orang Batak tentang Alkitab belum
berkembang, sehingga masih menyatukan adat Batak dengan Injil.
Dalam keadaan yang demikian, orang Batak masih aktif dalam
melakukan adat Batak dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, pada masa sekarang ini, pengetahuan manusia
semakin berkembang. Orang Batak tidak lagi memiliki pandangan atau pengetahuan
yang sempit terhadap adat Batak. Dengan adanya perkembangan tersebut,
mempengaruhi pandangan dan sikap seseorang terhadap adat Batak itu sendiri.
Orang percaya Batak melihat bahwa dalam beberapa praktek adat Batak mengandung
penyembahan berhala. Bagi beberapa orang atau kelompok orang Batak, semua
praktek adat BAtak itu mengandung penyembahan berhala. Oleh sebab itu timbul
suatu kontra antara ikap yang menerima dan yang menolak adat Batak. Dalam media
internet, terdapat banyak website atau blog tentang adat Batak yang di dalamnya
terdapat perdebatan mengenai adat Batak. Secara khusus, penulis menyoroti
bagian adat Batak pemberian Ulos dan mangokkal holi. Ada golongan orang Batak
yang menerima adat Mangulosi dan mangokkal holi, dengan alasan bahwa adat
tersebut adalah warisan dari nenek moyang yang harus dilestarikan.
Ulos sebagai
salah satu warisan budaya Batak, harus terus dikembangkan agar dapat mendunia.
Ulos mempunyai keistimewaan tersendiri yang tidak dimiliki kain tenun lainnya.
Yakni ulos bukan hanya sekedar produk berbentuk kain tenun melainkan juga
mempunyai kedudukan tersendiri di dalam budaya Batak yang dikenal dengan kasih
sayang mereka yang hangat.Ulos Batak adalah lambang kasih sayang.1
Sebagian
orang yang tidak mengambil sikap menentang ulos tidak meenganggap bahwa ulos
adalah sesuatu yang harus ditinggalkan juka mengikut tuhan. Alasannya adalah
menghargai karya orang-orang yang terdahulu. Beberapa orang Batak masih
melakukan kegiatan adat Batak mangokkal holi. Tidaak sedikit di daerah Toba
yang masih melakukan adat mengokkal holi dalam tujuan membangun Kuburan (dalam
istilah Batak tabbak). Sebagian kelompok melakukan kegiatan tersebut dengan
melakukan juga upacara seperti yang dahulu dilakukan oleh nenek moyang orang
Batak. Hal yang demikianlah yang menyebabkan sebagian kelompok berpendapat dan
mengambil sikap menolak adat tersebut. Kelompok tersebut menolak secara
keseluruhan ulos Batak dan tidak mau melakukan kegiatan mangokkal holi. Dengan
alasan bahwa semua adat Batak adalah kegiatan penyembahan berhala. Henry James
dalam bukunya mengatakan bahwa:
Bagian
selanjutnya dari tulisan ini akan mengungkapkan bahwa upacara adat Batak
pada hakekatnya adalah upacara penyembahan kepada roh sembahan leluhur kita
dahulu. Dengan kata
lain, upacara adat merupakan penyembahan ilah lain diluar Tuhan Yesus Kristus. Seluruh
rangkaian upacara adat itu diilhami dan sarat dengan keyakinan religius sipelebegu leluhur orang Batak.2
Sebagai
seorang yang kontra terhadap adat Batak, Henry menolak untuk melakukan
mempraktekkan adat Batak pemberian ulos dan mangokkal holi, bahkan berusaha
untuk menghapuskannya/meniadakannya. Saat ini golongan seperti ini berusaha
mempengaruhi orang Batak untuk meninggalkan adat Batak dan bahkan
meniadakannya. Dengan satu alasan bahwa orang yang mengikut Tuhan Yesus Kristus
harus mengikuti Yesus dengan sepenuhnya dan meninggalkan adat. Di sisi lain,
ada juga kelompok yang berusaha untuk melestarikan adat Batak dengan catatan
memperbaharui adat Batak tersebut. Salah satu tokoh dari kelompok ini berkata
bahwa:
Dengan sikap selektif
tersebut, kita akan menerima semua praktek dalam adat Batak yang sesuai
dengan Injil dan menolak berbagai praktek yang bertentangan dengan Injil. Bukan
saja demikian, kita harus secara aktif dan kreatif serta terus menerus
membaharui adat Batak tersebut demi kemuliaan Allah dan demi kesejahteraan kita
bersama. Sekali lagi kita ulangi sikap yang sangat penting ini: selektif dan terus menerus memperbaharui adat.3
Sebagai
orang Batak, kelompok yang menerima adat menerima adat dan melakukan praktek
adat Batak. Dengan status sebagai orang yang sudah percaya kepada Yesus
Kristus, kelompok ini juga menerima adat Batak dan mempraktekkannya dalam
kehidupan kekristenannya. Bahkan beberapa orang ingin melestarikan adat Batak
tersebut. Namun dengan satu prinsip bahwa makna adat yang dahulu diobah menjadi
makna yang baru. Selain mengubah makna tersebut, juga menyeleksi semua adat
Batak. Yang dilakukan dan dilestarikan oleh golongan ini
adalah yang tidak bertentangan dengan Alkitab. Dalam arti bersifat selektif. Jika
terdapat suatu adat yang bertolak belakang dengan Alkitab, maka adat tersebut
tidak dilestarikan/diterima sebagai adat yang harus dipertahankan. Beberapa
orang dari kelompok yang menerima adat Batak menemukan adat Batak bertentangn
dengan Alkitab memberi makna baru kepada adt tersebut. Dengan adanya makna baru
adat tersebut diterima sebagai praktek adat yang diprtahankan dan dilakukan.
Dengan
adanya kedua golongan tersebut, muncul suatu permasalahan bagi beberapa orang
untuk memilih yang mana harus diikuti. Dua kelompok yang berlatarbelakang yang
sama, sebagai orang yang menyebut diri masing-masing ikut Tuhan, memiliki
pandangan dan sikap yang berbeda. Perbedaan tersebut menjadi
suatu permasalahan yang muncul hingga saat ini.
Berikut adalah salah satu
perbincangan yang ada dalam media internet. Terdapat perbedaan pendapat
mengenai sikap orang kristen terhadap adat Batak.
Ini lah contoh
manusia – manusia yg slalu mencari ksalahan & kekurangan dari orang lain
atau komunitas lain. Menurut saya adat itu penting tetapi kita harus lebih
mengutamakan agama,baru kita ke adat. orang yg benar 2 beragama dia benar –
benar paham & mengerti,,maka dia tidak akan mencari
kekurangan,kelemahan,kesalahan dari orang lain atau komunitas lain atau dalam
hal ini adat. Akan tetapi dia akan memperbaharui atau memperbaiki akan
kekurangan & kelemahan dari orang lain atau adat itu sendiri, bukannya
malah mengkritik, dan menganggap dirinya atau kelompok nya yg benar. Menurut
saya Kristen yg sejati adalah orang yang tahu membedakan Hubungan Kepada Tuhan
& hubungan kepada sesama. “Bagaimana mungkin kamu bisa menjalin hubungan
kepada Tuhan,,sedangkan hubungan mu kepada sesama tidak benar”. Untuk itu
marilah kita intropeksi diri kita sendiri,,dan yang berpikiran postif.4
Perbedaan pendapat tidak hanya
membuat seseorang bingung dalam memilih salah satu yang mau diikuti. Akan
tetapi, sudah menjadi suatu masalah yang membuat suatu pemisah antara orang
yang percaya dengan orang yang percaya. Karena kedua pihak tersebut adalah
berlatarbelakang orang yang takut Tuhan.
Upacara Pemberian Ulos
Upacara pemberian Ulos adalah salah satu upacara adat
Batak yang hingga sekarang ini dilakukan oleh orang Batak. Tidak ada perbedaan antara orang yang sudah percaya
dengan yang belum percaya. Upacara pemberian ulos tidak hanya dilakukan oleh
orang-orang yang ada di kampung saja. Akan tetapi, kagiatan adat Batak ini
tetaapdilakukan oleh orang-orang Batak yang ada di perantauan. Dalam hal ini,
pemberian ulos menjadi suatu problema dalam lingkungan orang Batak. Pada saat
ini, upacara pemberian ulos dilihat berdasarkan pandangan orang Batak yang
sudah percaya. Orang yang belum percaya kepada Yesus tentu akan menerima
sepenuhnya upacara pemberian ulos tanpa ada sikap menolak atau mengubah upacara
tersebut. Namun dari latarbelakang yang
sama (orang percaya), terdapat dua sikap yang berbeda terhadap upacara
pemberian ulos. sikap tersebut adalah menolak secara keseluruhan upacara
pemberian ulos (bagi kelompok yang kontra adat) dan menerima upacara pemberian
ulos (bagi kelompok yang pro adat)- dengan catatan memperbaharuinya. Masing-masing
kelompok memiliki alasan untuk mempertahankan sikap yang dilakukannya.
Ulos
dikerjakan sepenuhnya dari benang yang diciptakan dari tumbuh-tumbuhan dan
pewarna alami. Penenunannya pun dilakukan dengan tangan sehingga memakan waktu
yang sangat lama untuk menyelesaikan satu lembar.
Secara
tradisional, ruang tenun terletak di kolong rumah-panggung penenun, yang secara
tradisonal adalah perempuan. Pada perkembangannya, ulos juga telah diberikan
kepada orang non-Batak yang dapat dimaknai sebagai tanda penghormatan kepada si
penerima ulos.5
Ulos
sebagai salah satu warisan budaya Batak dianggap penting untuk terus
dikembangkan agar dapat mendunia. Beberapa orang menyebutkan bahwa ulos
diberikan sebagai lambang kasih sayang. Ulos adalah kain tenunan indah
dari kebudayaan Batak. ”Secara harafiah, ulos berarti kain selimut. Menurut
leluhur Batak, ulos merupakan lambang kasih sayang dan dapat memberikan
kehangatan.”6 Ulos diberikan kepada seseorang dengan tujuan
memperlihatkan kasih sayang kepada si penerima ulos tersebut.
Bukan hanya orang Batak saja
yang bisa menerima ulos, tetapi orang-orang yang memiliki suatu karya dalam
lingkungan orang Batak. Jika seorang bukan Batak memberi pengaruh yang baik
kepada orang Batak, maka orang tersebut dibari ulos sebagai tanda penghormatan
atau ucapan terima kasih. Dalam pemberian ulos tersebut, bisa saja saat
kepergiannya dari lingkungan Batak. Terkadang, dalam ibadah diadakan kegiatan
pemberian ulos kepada orang luar yang berkunjung ke tanah Batak.
Bagi
kelompok pro adat, ulos diterima dengan alasan bahwa ulos tersebut diberi makna
baru.
...., pada masa lalu ulos adalah medium (pengantara)
pemberian berkat hula-hula kepada boru. Pada masa sekarang, bagi kita komunitas
Kristen-Batak ulos bukan lagi medium, tetapi sekedar sebagai simbol atau tanda
doa (permohonan berkat Tuhan) dan kasih hula-hula kepada boru. Dengan atau
tanpa memberi ulos, hula-hula dapat berdoa kepada Allah dan Tuhan Yesus Kristus
memohon berkat untuk borunya. Ulos adalah simbol doa dan kasih hula-hula kepada
boru. Kedudukannya sama dengan simbol-simbol lainnya: bunga, cincin, sapu
tangan, tongkat dll.7
Bagi orang Kristen-Batak (kelompok pro adat) pemberian
ulos diterima sebagai adat yang harus dipertahankan dengan memberi makna baru.
Karena hal tersebut dianggap mempererat persaudaraan dengan sesama, terlebih
dengan keluarga. Ulos dianggap sebagai pemberian kepada orang lain. Dengan
memiliki prinsip bahwa ulos tersebut tidak memiliki unsur kegelapan atau
penyembahan berhala. Ulos dianggap sama dengan kain tenunan lain (tidak
memiliki unsur kuasa gelap) yang dipakai oleh setiap orang pada masa kini.
Dilihat dari segi unsur kuasa kegelapan, ulos memiliki keasamaan dengan kain
tenunan yang lain yang dipakai setiap hari, tidak memiliki kuasa gelap (dalam
bahasa Batak hasipelebeguon). Dengan
demikian ulos tidak ada kuasa untuk memberi berkat kepada orang yang diulosi.
“..., berbeda dengan pemahaman Parhusip, pelaku adat itu sendiri tidak memahami
pemberian ulos itu sebagai sumber berkat.” 8
Dari
segi pemakaiannya atau waktu pemakaian, ulos berbeda dengan pakaian sehari-hari.
“Ulos mempunyai
keistimewaan tersendiri yang tidak dimiliki kain tenun lainnya. Yakni ulos
bukan hanya sekedar produk berbentuk kain tenun melainkan juga mempunyai
kedudukan tersendiri di dalam budaya Batak yang dikenal dengan kasih sayang
mereka yang hangat.”9 Untuk menunjukkan kasihnya
kepada orang lain, beberapa orang Batak memberikan ulos sebagai simbol kasih.
Jika ada orang yang datang berkunjung dari kota ke kampung, kepada orang
tersebut akan diberi ulos sebagai simbol kasih. Bagi kelompok yang pro adat,
ulos tidak memiliki kekuatan gelap dan merupakan simbol kasih bagi sesama.
Berbeda dengan pandangan orang
yang kontra adat. Ulos adalah karya nenek moyang yang memiliki kuasa gelap di
dalam ulos tersebut. Jika dibaca beberapa buku dari kelompok yang menolak adat
Batak tersebut, terdapat berbagai penolakan terhadap adat Batak, secara khusus ulos. Penolakan tersebut
bertolak dari pemahamannya yang berbeda terhadap adat Batak. Kelompok ini menolak ulos kaena memandang ulos tersebut
sepenuhnya addalah pekerjaan si iblis untuk membodohi orang Batak. Pandangan
seperti ini bertolak dari pemahaman terhadap posisi hula-hula sebagai pemberi
ulos sekalisgus pemberi berkat. “ Adanya ungkapan “somba marhula-hula” telah
diangap menggantikan posisi Allah, karena Allahlah satu-satunya yang layak disembah.”10
Hula-hula dinggap sebagai objek sembahan orang Batak karena adanya ungkapan
“somba marhula-hula” dalam adat dalihan natolu. Kata somba dipahami sebagai sikap menyembah kepada hula-hula (si pemberi
berkat).
Pada waktu leluhur kita memanggil roh sembahannya, mereka
menyerukannya dengan panggilan “Debata” atau “Ompu Mulajadi Nabolon” karena
mereka tidak dapat dilihat, maka Mulajadi Nabolonmenetapkan hulahula sebagai wakilnya di dalam
menerima persembahan dan memberikan berkat kepada manusia. Sehingga hula-hula
disebut dengan “debata na ni ida” Jadi istilah “debata na ni ida” mengacu
kepada perwakilan Mulajadi Nabolin di dunia.11
Dari pandangan ini, hula-hula dianggap sebagai Allah bagi
orang Batak. Hemikian hula-hula dianggap sumber berkat bagi mereka yang
menerima ulos dari hula-hula. Hula-hula adalah manusia biasa yang sudah jatuh
ke dalam dosa, bukan penjelmaan dari roh sembahan leluhur. Sama seperti menolak
hula-hula sebagai allah bagi orang Batak, kelompok kontra adat menolak ulos.
Ulos dianggap sebagai seseuatu yang harus ditinggalkan bahkan dimusnahkan. Hal
ini terbukti dengan adanya orang Batak yang membakar ulos. Salahsatunya adalah
paman penulis, membakar semua ulos yang ada di rumahnya.
Selain dari hal tersebut, kelompok kontra ulos Batak
menentang pemberian ulos, misalnya dalam pernikahan, hal itu dianggap salah. Alasannya,
karena didalam uls tersebut ada kuasa gelap. Jadi ketika ulos diberikan, itu
berarti akan mengikatkan orang tersebut dengan kuasa gelap yang ada di dalam
ulos tersebut.
Pemberkatan oleh hulahula dilakukan dengan cara
membungkus badan sang boru dengan ulos (mangulosi). Pemberian ulos oleh
hulahula ini melambangkan tindakan Batara Guruu yang membungkus roh sang boru
dengan sahalanya. Pada alam fisik hulahula membungkus tubuh boru dengan kain
ulos, sementara pada alam gaib Batara Guru membungkus roh boru dengan
sahalanya. Sehingga kain ulos sering disebut ulos tondi.12
Ulos dianggap sebagai benda yang memiliki kuasa gelap.
Oleh sebab itu, setiap orang yang menggunakan ulos dianggap sebagai orang yang
telibat dalam kuasa gelap. Dengan demikian menolak secara keseluruhan ulos
Batak dan praktek adat Batak.
Maksud Dan Tujuan Pemberian Ulos
Pemberian ulos adalah salah satu
kegiatan adat Batak yang sering dilakukan. Ulos merupakan pakaian adat
tradisional bagi orang Batak. Semua orang Batak pasti mengenal kain tenunan
ini. Namun maksud dan tujuan sebenarnya pemberian ulos tersebut tidak semua
orang mengetahuinya. Pemahaman seseorang akan maksud pemberian ulos tersebut
mempengaruhi sikap terhadap ulos. Sikap yang dimaksud adalah menerima ulos atau
menolak ulos tersebut. Dalam hal ini adalah bagi orang-orang yang percaya
kepada Yesus Kristus. Oleh sebab itu, perlu dipahami makna sebenarnya dari
pemberian ulos tersebut. Makna daahu pasti berbeda dengan akna sekarang,
sehingga perlu dimengerti pergeseran dari maksud pemberian ulos tersebut. Beberapa
pemahaman berikut akan menjelaskan maksud dari pemberian ulos yang sebenaranya.
Secara spesifik pada masa pra-kekeristenan ulos atau
tekstil sehari-hari itu dijadikan medium (perantara) pemberian berkat (pasu-pasu)
dari mertua kepada menantu/ anak perempuan, kakek/nenek kepada cucu, paman (tulang)
kepada bere, raja kepada rakyat. Sambil menyampaikan ulos pihak yang dihormati
ini menyampaikan kata-kata berupa berkat (umpasa) dan pesan (tona)
untuk menghangatkan jiwa si penerima. Ulos sebagai simbol kehangatan ini
bermakna sangat kuat, mengingat kondisi Tanah Batak yang dingin. Dua lagi
simbol kehangatan adalah: matahari dan api.12
Makna sebenarnya dari
pemberian ulos tersebut adalah pada awalnya meruakan simbol kehangatan
bagi si penerima ulos. Letak strategis perkampungan orang Batak pada masa dulu
adalah di pegunungan. Dengan letak yang seperti ini membuat cuaca terasa dingi.
Sehingga ulos yang adalah tenunan pertama dalam masyarakat Batak dipakai
sebagai penghangat Tubuh.
Ulos
yang panjangnya bisa mencapai kurang lebih dua meter dengan lebar 70 cm
(biasanya disambung agar dapat dipergunakan untuk melilit tubuh) ditenun dengan
tangan. Waktu menenunnya bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung
tingkat kerumitan motif. Biasanya para perempuan menenun ulos itu di bawah
kolong rumah. Sebagaimana kebiasaan jaman dahulu mungkin saja para penenun
pra-Kristen memiliki ketentuan khusus menenun yang terkait dengan kepercayaan
lama mereka. Itu tidak mengherankan , sebab bukan cuma menenun yang terkait
dengan agama asli Batak, namun seluruh even atau kegiatan hidup Batak pada
jaman itu. (Yaitu: membangun rumah, membuat perahu, menanam padi, berdagang,
memungut rotan, dan kegiatan-kegiatan lain). Karena memang orang Batak pada
waktu itu belum mengenal Kristus.
T.
M. Sihombing dalam bukunya mengatakan bahwa:
Tolu do sibaen na las di roha ni opputta sijolojolotubu, i ma: mata ni ari,
api dohot ulos. Ia mata ni ari ndang apala dipikkiri halak i, ai sandirina do i
sai mullop ganup ari. Ia api mura do i nian patupaon alai ndang praktis i
pangkeon borngin i lao palashon pamatang, ai ikkon sai jagajagaon do i, hape
iba porlu modom. Tung asing do ianggo ulos, ai holan ripa mameakkon do iba tu
atas ni pamatang niba, gabe las ma. Ala ni i, ganup hali naeng patupahon silas
ni roha ni ianakkonna angka opputtan najolo, sai ulos do dilehon, alani
pentingni ulos i tu ngolu siapari. Laos pahean nauli do huhut ulos i
sialithononhon laho tu pesta manang laho tu onan ditingki mangebang.13
Terjemahan
bebas: Tiga yang membuat senang/hangat nenek moyang kita dahulu, yaitu:
matahari, api dan ulos. Kalau matahari tidak terlalu dipikiri orang, sebab
dengan sendirinya itu akan muncul tiap hari. Kalau api memeng mudah dibuat
tetapi tidak praktis dipakai malam hari untuk menghangatkan badan, karena harus
selalu dijaga, padahal kita perlu tidur. Sangat beda kalau ulos, cuman meletakkan
saja di atas badan, sehingga hangat. Karena itu, setiap kali ingin menyenangkan
hati anak-anaknya para nenek moyang kita dahulu, selalu menggunakan ulos,
karena ulos tersebut sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sekaligus
menjadi pakaian indah yang dililitkan ketika mau pergi ke pesta atau pergi ke
pasar saat mangebang (kata yang tidak
dimengerti peulis).
Kata las dalam
kitipan di atas mengandung dua arti, hangat
dan senang. Jika tubuh seseorang las
(hangat) maka las (senang)lah hatinya. Jadi dari kutipan tersebut dapat
dipahami, makna dari pemberian ulos tersebut adalah untuk menyenangkan hati
orang lain. Dalam bahasa sekarang dimengerti sebagai ungkapan kasih kepada
orang lain. Namun yang memberikan ulos biasanya orang yang lebih muda kepada yang
lebih tua. Seiring dengan berkembangnya zaman, keKristenan masuk ke tanah Batak
oleh orang Eropa. Banyak orang Eropa yang datang ke Indonesia, secara khusus
tanah Batak. Dengan adanya orang Eropa di tanah Batak, maka adat istiadat orang
Batak mulai dipengaruhi oleh budaya Eropa. “Pengkristenan di tanah Batak membawa
perubahan besar dalam masyarakat yang tertutup itu. Perubahan itu hanya
sebagian disebabkan oleh sifat khas kesaksian para utusan Injil di Eropa;
sebagian lagi adalah akibat pengaruh kekristenan sebagai faktor peradapan dan
kemasyarakatan.”14
Masuknya Injil melalui para misionaris Jerman penjajahan
Belanda harus diakui sedikit-banyak juga membawa pergeseran terhadap makna
ulos. Nenek-moyang Batak mulai mengikuti cara berpakaian seperti orang Eropa
yaitu laki-laki berkemeja dan bercelana panjang sedangkan perempuan Batak (walau lebih lambat) mulai
mengenal gaun dan rok mengikuti pola berpakaian Barat. Ulos pun secara
perlahan-lahan mulai ditinggalkan sebagai kostum atau pakaian sehari-hari kecuali
pada kegiatan-kegiatan tertentu. Ketika pengaruh Barat semakin merasuk ke dalam
kehidupan Batak, penggunaan ulos sebagai pakaian sehari-hari semakin jarang. Akibatnya
Makna ulos sebagai kostum sehari-hari (pakaian) berkurang. Namun, konsekuensinya ulos (karena jarang dipakai)
jadi malah dianggap “keramat”.
Karena lebih banyak disimpan
daripada dipergunakan, maka ulos pun mendapat tambahan “magis” atau “keramat”.
Sebagian orang pun mulai curiga kepada ulos sementara sebagian lagi
menganggapnya benar-benar penyembahan berhala.
Pemberian ulos
dulakukan dengan cara membentangkannya di pundak sedemikian rupa sehingga
membungkus tubuh boru. Pemberian ulos merupakan simbol pemberian berkat
dan perlindungan yang diberikan sahala
hulahula kepada roh (tondi) sang boru, agar tondi itu
tetap berada dalam keadaan nyaman, hangat, dan kuat.15
Sebagian orang memandang ulos
sebagai kain tenunan khusus yang memiliki kuasa gelap di dalamnya. Ulos
dianggap sebagai pemberi berkat bagi orang yang menerimanya. Hal ini dilatarbaelakangi
oleh prinsip dalihan natolu. Dalam Dalihan Natolu, terdapat satu istilah Somba Marhula. Sebagian orang
mengartikannya, sikap menyembah kepada hulahula. Hula-hula dipahami sebagai Tuhan
yang kelihatan. “.. sebagai boru,
harus tetap hormat menyembah hula-hula sebagai
sumberberkat, bahkan dalam bahasa Batak hula-hula
digelari “Debata naniida”, artinya seolah-olah wakil Tuhan untuk
menyampaikan berkat.”16 Akibat dari pemahaman hula-hula sebagai Tuhan yang
kelihatan, yakni yang memberi ulos, maka ulos dianggap sebagai sarana
penerimaanberkat. Dengan kata lain, ulos memiliki unsur kegelapan. Perlu
diketahui bahwa makna pemberian ulos berubah sesuai dengan pribadi yang
menggunakannya.
Jenis - Jenis
Ulos Yang Dipergunakan
Banyak jenis uloosang dipakai oleh
orang Batak. Setiap ulos berbeda nama dan pemakaiannya. Saat pemberian ulos
yang berbeda membuat ulos yang dupakai berbeda juga. Setiap ulos yang dipakai
oleh orang Batak disesuaikan dengan waktu atau keadaan penggunaannya. Ulos
kepada orang yang sedang berduka berbeda dengan ulos kepada orang yang sedang
bersukacita. Berikut ini adalah beberapa dari seluruh ulos yang dipakai oleh
orang Batak Toba.
1. Ulos Si Tolu
Tuho
Ulos Si Tolu Tuho disebut juga ulos Mangiring. Ulos ini
sseng diberikan kepada orang lain sebagai kain gendongan, yang mengharapkan
keturunan. Dan anak yang digendong dengan ulos ini diharapkan menjadi banyak. Karena
orang Batak mengharapkan hagabeon
(memiliki keturunan). Sebab salah satu falsafah orang Batak adalah hagabeon. “Hamoraon,
hasangapon dan hagabeon (kekayaan, kemuliaan dan keberhasilan) merupakan
dambaan hidup orang Batak secara umum, dan selama hidupnya mereka akan berjuang
untuk mendapatkannya.”17 Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau
selendang wanita.
Ulos
ini tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang
baru lahir sebagai ulos parompa. Jenis ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan,
yang dalam istilah adat batak dikatakan sebagai ulos panoropi yang diberikan
hula-hula kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh. Disebut Sitoluntuho
karena raginya/coraknya berjejer tiga, merupakan “tuho” atau “tugal” yang
biasanya dipakai untuk melubang tanah guna menanam benih. “Jotjot do tu anak
dohot boru na baru marbagas niuloshon “ulos mangiring” on, namarsintahon asa
tibu ro hagabeon tu nasida,..”18
Terjemahan bebas: Sering kepada putra dan putri yang baru
ber-rumah tangga diselendangkan “ulos mangiring” ini, yang mengharapkan supaya
cepat datang keturunan mereka. Jadi, ulos Si Tolu Tuho diberikan kepada orang
yang mengharapkan anak.
2. Ulos Suri Suri
Biasanya disebut saja ulos
Suri-suri, berhubung coraknya berbentuk sisir memanjang. Ada keistimewaan ulos
ini yaitu: rambunya tidak dipotong, jadi dibiarakan tetap bersambung. Sehingga
ulos tersebut seperti kain sarung, harus
di sarungkan pada saat memakai. “Dahulu ulos ini diperguakan sebagai
ampe-ampe/hande-hande. Pada waktu margondang (memukul gendang) ulos ini dipakai
hula-hula menyambut pihak anak boru. Ulos ini juga dapat diberikan sebagai
“ulos tondi” kepada pengantin. Ulos ini sering juga dipakai kaum wanita sebagai
sabe-sabe.”19 Ada keistimewaan ulos ini yaitu karena panjangnya
melebihi ulos biasa. Bila dipakai sebagai ampe-ampe bisa mencapai dua kali
lilit pada bahu kiri dan kanan sehingga kelihatan sipemakai layaknya memakai dua ulos. Ada dua kelebihan ulos ini. Yang pertama
adalah sebagai pakaian, karena mudah untuk dikenakan. Yang kedua adalah,
sebagai kain gendongan supaya anak yang digendong tidak jatuh.
3. Ulos Rujjat
Ulos ini biasanya dipakai oleh orang
kaya atau orang terpandang sebagai ulos “edang-edang” (dipakai pada waktu pergi
ke undangan). Ulos ini dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga
dekat menurut versi (tohonan) Dalihan Natolu diluar hasuhutan bolon, misalnya
oleh Tulang (paman), pariban (kakak pengantin perempuan yang sudah kawin), dan
pamarai (pakcik pengantin perempuan). Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu “mangupa-upa” dalam acara pesta
gembira (ulaon silas ni roha).
4. Ulos Ragidup
Ulos ini adalah ulos yang paling
rumit ditenun, sehingga harganya pun lebih tinggi dari ulos yang lain. Jika diperhatikan motif dan penampilan ulos tersebut, seolah-olah hidup.
Itu sebabnya ulos tersebut dinamai ragidup dan ada orang menyebutnya sebagai
simbol kehidupan. Hidup seseorang sangat berharga bagi orang Batak. Pada
umumnya orang Batak menginginkan hidup yang lama (umur panjang) sehingga
tingkat kematian dengan bunuh diri sedikit. Itu sebabnya orang Batak tidak
takut hidup walaupun miskin.
Pembuatan ulos ini berbeda dengan pembuatan ulos lain,
sebab ulos ini dapat dikerjakan secara gotong royong. Dengan kata lain,
dikerjakan secara terpisah dengan orang yang berbeda. Kedua sisi ulos kiri dan
kanan (ambi) dikerjakan oleh dua orang. Kepala ulos atas bawah (tinorpa)
dikerjakan oleh dua orang pula, sedangkan bagian tengah atau badan ulos (tor)
dikerjakan satu orang. Sehingga seluruhnya dikerjakan lima orang. Kemudian
hasil kerja ke lima orang ini disatukan (diihot) menjadi satu kesatuan yang disebut
ulos “Ragi Hidup”. Mengapa harus dikerjakan cara demikian? Mengerjakan ulos ini
harus selesai dalam waktu tertentu menurut “hatiha” Batak (kalender Batak).
Bila dimulai Artia (hari pertama) selesai di Tula (hari tengah dua puluh). ...20
Karena ulos ini sulit ditenun, ulos ini memiliki hrga yang tinggi dibanding
dengan ulos-ulos lain.
5. Ulos Sadum
Los ini adalah ulos yang memiliki corak yang indah.
Saat ini banyak orang batak yang menggunakan ulos sadum sebagai hadiah
kenang-kenangan bagi orang lain. Ulos sadum juga sering dipakai sebagai hiasan
di rumah.
Ulos ini penuh dengan warna warni yang ceria hingga
sangat cocok dipakai untuk suasana suka cita. Di Tapanuli Selatan ulos ini
biasanya dipakai sebagai panjangki/parompa (gendongan) bagi keturunan Daulat
Baginda atau Mangaraja. Untuk mengundang (marontang) raja raja, ulos ini
dipakai sebagai alas sirih diatas piring besar (pinggan godang
burangir/harunduk panyurduan). Aturan pemakaian
ulos ini demikian ketat hingga ada golongan tertentu di Tapanuli Selatan
dilarang memakai ulos ini. Begitu indahnya
ulos ini sehingga didaerah lain sering dipakai sebagai ulos kenang-kenangan dan
bahkan dibuat pula sebagai hiasan dinding. Ulos ini sering pula diberi sebagai
kenang kenangan kepada pejabat pejabat yang berkunjung ke daerah.21
Pada awalnya, ulos sadum dipakai pada saat menyambut
atau memanggil raja (orang yang berdaulat). Namun, pada masa sekarang cenderung dipakai sebagai
pemberian karena memiliki keindahan tersendiri.
6. Ulos Bintang Maratur
Ulos ini sering disebut ulos wanita
kebenaran oleh nenek moyang pada zaman dahulu. Ulos ini disebut maratur, karena
dalam pemakaiannya memiliki aturan-aturan. Jika ulos ini diberikan (diuloskan)
kepada pengantin, maka akan diselipkan kata-kata: ”Ia ulos on bintang maratur
do. Asa, sai anggiat ma diatur jala dilehon Amanta Debata Parasi Roha i hamu hagabeon
dohot passamotan, asa ro nian akkai di tingki na lehet, di ombas na denggan
jala mambahen tua di hamu.”22
Terjemahan bebas: Ulos ini adalah bintang maratur.
Supaya selalu diatur dan dibri oleh Allah Bapa Yang Maha Kasih kepada kalian
keturunan dan pencaharian, supaya semuanya itu datang pada waktu yang tepat, pada saat yang baik serta memberi
umur panjang bagi anda. Itu lah yang akan disebutkan ketika memberikan ulos
tersebut kepada orang yang sedang menikah. Berbeda ketika dipakai sebagai kain untuk menggendong
anak, akan diselipkan kata-kata: “Ia ulos on bintang maratur do. Asa, sai
anggiat ma diparbisuhi Amanta Debata Parasi Roha i hamu manogu-nogu jala
mangatur dakdanak on dohot akka tinodohonna nanaeng ro dope.”23
Terjemahan bebas: Kalau ulos ini,
bintang maratur nya. Supaya, semoga lah diberkati oleh Bapa Allah Maha Pengasih
itu kalian menuntun serta mengatur anak
ini serta adik-adik nya yang akan lahir nanti. Masing-masing pemakaian memiliki
peraturan yang berbeda.
7. Ulos Ragi Hotang
Ulos ini salah satu ulos yang paling
banyak digunakan orang Batak hingga saat ini. Karena ulos ini cocok
diselendangkan pada saat pemberian ulos dalam pernikahan. Di samping itu juga
memiliki penampilan yang indah. Ada banyak patun (umpasa) yang sangat cocok
diungkapkan ketika memberikan (manguloshon) ulos tersebut. Salah
satu contoh umpasa adalah:
”Hotang do bahen hirang, laho mandurung
pora-pora
Sai dao ma sian hamu na sirang, alai lam balga ma holong ni roha”24
Terjemahan bebas:
Rotan nya dibuat
jadi keranjang, untuk menjaring ikan
Semoga lah jauh
dari kalian perceraian, tetapi biarlah kasih semakin besar.
Kata-kata seperti
ini disisipkan atau diucapkan ketika seseorang memberikan ulos Ragi Hotang
kepada yang menikah.
Dari semua ulos Batak yang ada,
terdapat tiga jenis menurut penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pertama:
Siabithononhon (dipakaikan): Ragidup, Sibolang, Runjat, Simarinjamisi, Ragi
Pangko. Kedua: Sihadanghononhon (disarungkan): Sirara, Sumbat, Boleati,
Mangiring, Surisuri, Sadum. Ketiga: Sitalitalihononhon (diikatkan): Tumtuman,
Mangiring, Padang Ursa. Namun masih banyak lagi ulos yang munmgkin jarang
dipakai dalam kategori di atas.
Pemberi dan Penerima Ulos
Mangulosi (memberi ulos)
merupakan satu bagian yang sangat penting dalam adat Batak. Penggunaan dari
ulos pada zaman dahulu sangat sederhana. Pada umumnya ulos diberikan oleh orang
tua kepada anak-anaknya untuk menghangatkan tubuh. Berhubung karena letak
perkampungan orang Batak dahulu adalah di pegunungan, jauh dari permukaan laut
(sea level) serta dikelilingi oleh bambu. Oleh sebab itu, keadaannya dingin dan
membutuhkan penghangat badan. Jadi, pada saat itu para orang tua atau keluarga
yang berkunjung membawa ulos sebagai pemberian yang menyenangkan hati anak-anak
(keturunannya). Praktek seperti ini masih dilakukan oleh orang Batak yang ada
di kampun. Setiap seorang bayi lahir, maka paman sang bayi (hulahula orang
tuanya) akan datang dengan membawa ulos, yang berfungsi sebagai gendongan. Namun
praktetk yang demikian sudah jarang ditemui pada saat ini, karena jaman semakin
berkembang. Pemberi dan penerima ulos pun sudah berbeda sekarang ini.
Dalam Batak ulos adalah simbol pemberian dari pihak yang dianggap
lebih tinggi kepada pihak yang dianggap lebih rendah.
Namun keadaan kadang membingungkan. Ulos diberikan juga
justru kepada orang yang dianggap pemimpin atau sangat dihormati. Dalam kultur
Batak padahal ulos tidak pernah datang dari “bawah”. Lantas mengapa kita kadang
memberi ulos kepada pejabat yang justru kita junjung, atau kepada pemimpin
gereja yang sangat kita hormati? Bukankah merekalah yang seharusnya memberi
ulos (mangulosi)? Kebiasaan memberi ulos kepada Kepala Negara atau Eforus
(pimpinan gereja) selain mereduksi makna ulos juga sebenarnya merendahkan
posisi kepala negara dan pemimpin gereja itu.25
Dalam masyarakat Batak sekarang ini,
pemberi dan penerima ulos tidak harus persis seperti yang dahulu. Hal ini
mungkin karena dipengaruhi oleh Injil. Kadang kala orang yang memberi ulos
lebih muda dari yang menerima ulos atau yang ang menerima ulos lebih terhormat
dari yang memberi ulos. Hal ini bisa terjadi karena pergeseran makna ulos
tersebut. Ulos dianggap sebagai pemberian yang menyenangkan kepada orang lain sebagai ungkapan kasih.
Di sisi lain, pemberi ulos dalam
pesta pernikahan orang Batak memiliki perbedaan. Pada saat seorang pria Batak
menikah, maka pria tersebut akan menerima ulos dari hulahulanya (pihak keluarga
calon istri). Pesta prnikahan orang
Batak dilaksanakan dengan berpedoman kepada sistem adat Dalihan Na Tolu.
“...DALIHAN NA TOLU. Arti kata ini secara harafiah ialah “tungku nan tiga”,
yang merupakan lambang jika diasosiasikan dengan sistem sosial Batak yang juga
mempunyai tiga penopang, yaitu DONGAN SABUTUHA, BORU dan HULA-HULA.”26
Posisi hula-hula adalah posisi yang dihormati oleh
orang-orang Batak. Itu sebabnya orang Batak sangat menghormati pihak istrinya. Makna
lain dari hula-hula bagi orang Batak adalah sebagai pihak pemberi berkat (perlu
diketahui bahwa makna pemberian ulos tersebut sudah mengalami banyak
pergeseran). Henry James berkata dalam bukunya: “pada waktu seorang hulahula memberkati borunya, maka dia
sedang menjadi wakil dari Batara Guru untuk memberkati, melalui ulos, dengke, dan Hata pasupasu
yang diucapkannya.”27
Karena setiap orang Batak menduduki status hulahula
terhadap pihak yang menikahi anak perempuannya, maka setiap orang juga menjadi
wakil dari Batara Guru dalam menerima persembahan dan memberikan berkat kepada
borunya. Karena itu, setiap orang Kristen yang masih terlibat dalam aktivitas
adat juga telah menjadikan dirinya sebagai wakil dari roh sembahan leluhur,
yaitu wakil dari Batara Guru, wakil dari Mulajadai Nabolon. Dengan makna baru
yang demikian, Henry James dalam bukunya membari kesimpulan dalam bukunya: “Jadi, upacara adat Batak merupakan bentuk
ibadah dalam agama Batak yang ditujukan kepada penyembahan Debata Mulajadi
Nabolon”28 Pergeseran makna pemberian ulos tergantung kepada orang
yang memberi makna tersebut.
Waktu
Pemberian Ulos
Dalam
setiap adat Batak, pemberian ulos ini tidak selalu sama. Ulos yang dipakai
tergantung kepada waktu atau acara yang dilakukan. Beberapa saat atau adat yang
melaksanakan pemberian ulos. Ulos itu berharga karena waktu, even atau momen
pemberiannya sangat penting bagi orang Batak. Ulos itu mengingatkan seseorang
kepada saat-saat khusus dalam hidupny saat ulos itu diberikan: kelahiran,
pernikahan, memasuki rumah dll. Apapun pemberian tanda yang mengingatkan seseorang
kepada saat-saat khusus itu (ulos atau bukan ulos) tentu saja berharga bagi
orang tersebut. Salah satu even yang paling bersejarah atau yang paling
dikenang oleh semua orang, secara khsus yang sudah berkeluaraga. Karena
pengaruh kekristenan, pernikahan ini sangat berharga karena hanya sekali saja
menikah seumur hidup. Pada umumnya, tingkat perceraian atau poligami dalam
kalangan orang Batak sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh Kekristenan
deterima di tanah batak. Alkitab mengajarkan supaya tidak memiliki istri lebih
dari satu. “Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa
suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan
isterinya.”(1 Korintus 7:11).
Pemberian ulos dilakukan pada saat
pernikahan. Pernikahan orang Batak-kristen berlangsung dengan dua acara, yaitu
acara pemberkatan di gereja dan acara adat di rumah pengantin.
Sinkretisme orang Kristen Batak dapat
kita lihat di dalam pelaksanaan perkawinan. Perkawinan orang Kristen Batak
dilakukan dengan dua jenis upacara: upacara kegerejaan yang biasanya
dilanjutkan dengan upacara agama Batak. Pelaksanaan kedua upacara tersebut
merupakan suatu keharusan, sekalipun tidak ada hukum formal maupun Firman Tuhan
yang memerintahkannya.29
Di gedung gereja, orang Batak melakukan upacara
kekristenan, sedangkan di luar gedung gereja mereka melakukan upacara agama
leluhur. Dalam acara pernikahan adat selalu menggunakan ulos Batak.
...acara yang banyak memakan waktu,
yaitu pemberian ulos herbang, yaitu
kain ulos. Cara memberikannya ialah melilitkan selembar kain ulos ke tubuh dua
insan suami isteri yang sedang duduk berdampingan, setelah mengucapkan kata
pengantar yang sesuai untuk itu; isinya ialah permohonan doa kepada Tuhan Yang
Mahaesa agar memberkati yang sedang diulosi itu.30
Banyak jenis yulos yang dipakai
dalam pesta pernikahan adat Batak. Namun yang jelas ulos lebih sering dipakai
dalam acara pernikahan adat Batak. Terkadang ulos yang dipakai memiliki harga
yang mahal. Ketika seseorang selesai melakukan pesta pernikahan, maka keluarga
tersebut akan merasa sangat senang. ”Anehnya, dengan acara adat itulah
kebanyakan orang Batak merasa menemukan harga dirinya, memperoleh rasa hormat
dari para kerabat dan kepuasan sejati.”31 beberapa orang Batak memberi serta
memakai ulos yang mahal dalam pernikahan dengan tujuan memegahkan diri.
Selain pada
saat pernikahan, ulos juga dipakai pada saat pembabtisan seorang anak. Acara
pembabtisan anak dikenal setelah kekristenan. Acara yang lazim dilakukan
sebelum kekristenan adalah Martutuaek.
..martutuaek, yakni pemandian sang bayi
ke mataair. Pada hari yang ditentukan oleh dukun, pagi-pagi pada waktu matahari
baru terbit, sang ibu yang menggendong anaknya beserta rombongan para kerabat
menuju ke suatu mataair dekat kampung mereka itu.setelah sampai di sana, bayi
tersebut dibaringkan telanjang bulat di atas selembar kain ulos. Muncullah
seorang dukun (datu) menceduk air
lalu menuangkannya ke tubuh si anak, ...32
Kegiatan martutuaek dilakukan di
bona pasogit pada zaman animisme. Namun sekarang kegiata martutuaek diganti
dengan babtis (tardidi) di gereja. Setelah selesai baptisan, diadakan acara
pemberian ulos.
Kepada orang tua si anak yang dibabtis
itu diberi oleh petugas gereja sehelai SURAT BABTIS, yaitu sebagai bukti bahwa
sianak beragama Kristen. Setelah upacara agama tadi dilangsungkan lagi upacara
adat di rumah orang tuanya..... Kepada para hadirin diberikan pula kesempatan
menyampaikan ulos parompa (baca: ulos paroppa).33
Hingga saat ini acara pemberian ulos
pada saat kelahiran bayi masih dilakukan sebagaian orang Batak yang ada di bona
pasogit.
Beberapa kegiatan yang melibatkan
pemberian ulos dalam adat banyak masih banyak lagi. Seperti pada saat melawat
ke rumah orang yang sedang berduka, pada waktu seorang kehilangan suami atau
isteri (mabalu), pada saat kedatangan tamu yang dihormati, dan lain sebagainya.
Namun yang paling sering adalah pada saat pernikahan, kematian dan kedatangan
tamu.
Pandangan Terhadap
Pemberian Ulos
Pertanyaan
yang muncul dari kalangan orang Batak Kristen sekarang adalah, apakah orang
Kristen diperbolehkan memakai ulos atau tidak. Untuk menjawab pertanyaan ini,
sebagai orang Kristen haruslah berdasarkan kepada Alkitab. Pandangan yang
berbeda terhadap sesuatu benda membuat sikap yang berbeda akan benda tersebut. Seperti
contoh, bangsa Israel menganggap patung emas adalah Allah, sehingga bangsa
Israel menyembah kepada patung emas tersebut.
Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan
anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun.
Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan
dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: “Hai
Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!”34
Bangsa Israel membuat suatu patung
yang terbuat dari emas. Ketika emas dipakai sebagai anting, bangsa Israel tidak
memandangnya sebagai Allah. Tetapi ketika emas dijadikan sebagai patung anak
lembu emas, emas dianggap sebagai Allah yang memiliki kuasa. Sehingga bangsa
tersebut percaya bahwa emas itulah yang menuntun membawa keluar dari Mesir. Demikian
halnya dengan ulos. Dari hasil kuisioner yang diperoleh, ulos dinilai tidak
memiliki kausa gelap sehingga tidak masalah untuk dipakai. Orang Kristen boleh
memakai ulos, sebab ulos dianggap tidak berbeda dengan kain yang lain, tidak
memilikiunsur kegelapan atau penyembahan berhala. Kesimpulan ini diperoleh melalui
kuisioner dari jemaat yang berada dalam gereja yang pro adat dan yang kontra
adat.
Manurut
hasil wawancara yang diperoleh dari gereja yang pro adat, ulos boleh dipakai
jika dilihat dari konteks budaya. Konteks budaya ini dilihat dari
partisipasi Yesus dalam pesta di kanaan.
Pada hari
ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ;Yesus
dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu. Ketika mereka kekurangan anggur, ibu
Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan anggur." Kata Yesus
kepadanya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba."
Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: "Apa yang dikatakan
kepadamu, buatlah itu!" (Yohanes 2:1-5)[35]
Yesus
dan murid-murid-Nya ikut dalam pesta perkawinan di Kanaan. Hal ini juga sebagai
bukti bahwa Yesus dan murid-muridNya ikut dalam budaya tempat tinggalNya. Suatu
kebiasaan adat-istiadat dalam pesta perkawinan orang Yahudi menyediakan anggur.
Demikian juga pemberian ulos, orang Kristen bisa melakukannya sebagai
kebudayaan.
Di
sisi lain kelompok yang kontra adat menganggap pemberian ulos bertentangan
dengan Alkitab. Penolakan ini didasarkan pada nats Alkitab:
Jawab-Nya kepada mereka:
"Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada
tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari
pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka
ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang
pada adat istiadat manusia." Yesus berkata pula kepada mereka:
"Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat
memelihara adat istiadatmu sendiri. (Markus 7:6-9) [36]
Pemberian
ulos adalah adat istiadat nenek moyang yang diturunkan turun temurun. Orang
Kristen yang mengikut Yesus tidak diperbolehkan untuk melakukan adat-istiadat
nenek moyang. Bagi kelompok yang kontra adat, orang yang masih melakukan adat
istiadat tidak layak mengikut Tuhan. Harus meninggalkan adat-istiadat nenek
moyang. Jadi, bagi kelompok ini ulos tidak diperbolehkan untuk dipakai oleh
orang percaya. Namun, dalam kuisioner yang diadakan oleh penulis (gereja yang
kontra adat dan yang pro adat), ternyata lebih banyak yang tidak setuju jika
ulos tersebut dimusnahkan.
Jadi,
dari kedua pandangan tersebut penulis ingin melihatnya dari segi Alkitab. Satu
hal yang perlu diketahui adalah, manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebuadayaan
(adat istiadat) tertentu. Oleh sebab itu, setiap penulisan Alkitab seringkali
dihubungkan dengan adat istiadat orang Yahudi, sebab para penulis kitab
tersebut adalah orang-orang Yahudi dan tinggal di lingkungan orang Yahudi.
Berdasarkan
pengamatan kita dari cara atau metode yang dipakai oleh Yesus itu maka jelaslah
bagi kita bahwa untuk memudahkan pengertian anggota jemaat tentang isi Alkitab
itu kita harus mampu mengangkat pengalaman hidup manusia dan memperhadapkannya
kepada terang Firman Tuhan.[37]
Perkawinan
di Kanaan adalah tempat Yesus melakukan mujizat pertama air menjadi anggur. ”Ada
sedikit penjelasan tentang hubungan Tuhan kita dengan ibu-Nya dan sikap-Nya
terhadap kehidupan sosial (bdg. Mat 11:19). Pengubahan air menjadi anggur
dicatat sebagai mujizat pertama-Nya.”[38] Yesus
mengambil sikap yang baik terhadap adat istiadat orang Yahudi. Yesus mengubah
air menjadi anggur. Anggur biasanya dipakai oleh orang Yahudi dalam
berbagai perayaan dan juga peribadahan. ”Di PL anggur dihubungkan dengan pesta
dan acara-acara gembira dan juga dengan acara perjanjian.”[39] Yesus
terlibat dalam kebudayaan bangsa Yahudi,tempat Yesus dilahirkan dan dibesarkan.
Dalam
kitab Markus 7:6-9, Yesus menentang orang-orang Farisi yang lebih menekankan
adat-istiadat nenek moyang daripada Firman Allah. Bukan karena
mereka melakukan adat-istiadat. Membasuh tangan sebelum makan adalah adat
istiadat yang sangat baik. Bahkan di semua negara pun hal ini sudah menjadi
kebiasaan. Namun, Orang Farisi menganggapnya lebih utama dari pada Firman
Allah. Hal
inilah yang dilihat oleh Yesus sehingga menegur orang Farisi.
Tujuan utama
dari pengutipan dari Yesaya itu berkenaan dengan penggantian perintah Allah dengan adat istiadat manusia. Ini bukan suatu
pernyataan yang berlebihan, sebab orang Farisi menganggap tradisi lisan sebagai
lebih memiliki kuasa daripada hukum yang tertulis di dalam Perjanjian Lama.[40]
Kebiasaan
mencuci tangan adalah suatu adat istiadat nenek moyang bangsa Yahudi pada saat
itu. ”Adat istiadat nenek moyang
ialah sekumpulan perintah dan ajaran tidak tertulis dari para nabi yang
terkenal pada masa lalu, kumpulan 613 peraturan yang dirancang sebagai pedoman
bagi setiap aspek kehidupan”[41] Bangsa Yahudi
memnganggap adat isatiadat nenek moyang lebih utama dari segala sesuatu. Itu
sebabnya Yesus berkata: ”Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran
yang mereka ajarkan ialah ajaran manusia” (Markus 7:7). Dalam buknya, Donald
menulis: ”Ayat-ayat ini mencatat pertengkaran antara Kristus dengan orang-orang
Farisi mengenai masalah dasar yaitu sumber otoritas. Apakah adat istiadat
mengandung otoritas ilahi? Adakah adat istiadat sejajar, atau lebih tinggi dari
Firman Allah yang tertulis?”[42]
Ada
suatu penekanan yang diberikan oleh Yesus kepada bangsa Yahudi. Dengan mengutip
dari kitab Yesaya, Yesus menekankan supaya bangsa Yahudi tidak lebih
mengutamakan ajaran nenek moyang daripada Firman Allah. Yesus tidak menekankan
bahwa adat istiadat mencuci tangan sebelum makan harus dihapuskan atau
ditinggalkan, namun jangan mengutamakannya dari Firman Allah. Adat istiadat
dalam kitab ini mencakup semua aspek kehidupan orang Yahudi. Ajaaran turun
temurun yang dipakai di sini berasal dari bahas Yunani ”paradosis artinya, ajaran turun-temurun, adat istiadat, dan
ajaran.”[43] jadi, adat
istiadat yang dimaksud di sini adalah mencakup semua aspek kehidupan yang
diajarkan turun temurun.
Upacara Mangokkal Holi
Ada tiga hal yang menjadi falsafah orang Batak. Hamoraon (kekayaan), hagabeon (banyak
keturunan/anak), dan hasangapon (kehormatan di mata masyarakat) adalah
tiga hal yang selalu dicari oleh masyarakat Batak dalam falsafah hidupnya.
Ketiga hal tersebut dipercaya dapat diberikan oleh roh para nenek moyang.
Karena itu, orang Batak sangat menghormati orangtua, percaya berkat yang
diberikan para nenek moyang akan menjadi sangat menentukan di dalam hidup. Oleh
sebab itu, bentuk penghormatan tersebut dilakukan terhadap orang tua yang sudah
meninggal sekalipun. Orang tua atau nenek moyang yang sudah meninggal dianggap
masih ada dan memiliki kuasa untuk memberkati.
Salah satu dari acara adat
yang dilakukan dalam rangka menghormati arwah para leluhur dan masih dilakukan
sampai sekarang adalah tradisi mangongkal holi. Mangongkal holi adalah
upacara adat menggali tulang-tulang orangtua (leluhur) yang sudah meninggal dan
memindahkannya ke tempat peristirahatan mereka yang lebih baik.[44]
Setiap
orang Batak sangat menghormati orang tuanya. Oleh sebab itu, penghormatan itu
dilakukan pada waktu hidup juga sampai meninggal. Mangokkal holi (menggali
tulang) adalah upacara yang dilakukan oleh nenek moyang pada saat ingin
membangun sebuah kuburan besar. Pada umumnya kuburan ini dibangun satu di
sebuah desa. Kuburan yang dibangun satu dalam sebuah desa karena dalam satu
desa terdapat satu keturunan. Jadi, beberapa keturunan dapat berjiarah ke
kuburan besar tersebut. Pada umumnya pada waktu memperingati hari kebangkitan
Yesus Kristus, orang Batak pergi berjiarah ke kuburan tersebut. “Kebiasaan ini
paling banyak dilakukan kala menjelang hari paskah dan berpuncak pada hari kebangkitan
Tuhan Yesus Kristus. Pada hari minggu subuh peringatan kebangkitan Yesus,
banyak orang Kristen yang melakukan kebaktian di lokasi perkuburan.” Beberapa
keturunan akan datang bersama-sama untuk membersihkan kuburan nenek moyang
tersebut. Mangokkal holi terutama dilakukan untuk menghormati leluhur. Akibat
rasa menghormati tidak jarang di daerah Tapanuli, kita menjumpai terkadang
kuburan atau Tugu lebih diutamakan dari pada kondisi rumah untuk tempat
tinggal. Tidak jarang dijumpai kuburan yang besar-besar dan megah di daerah
Toba Samosir. Di sepanjang jalan terdapat kuburan-kuburan yang megah. Pada hal
belum tentu rumah keturunan yang ada dalam kubura tersebut layak huni. Hal ini
lah yang menjadi masalah bagi banyak orang Batak, terlebih bagi orang yang
sudah percaya.
Maksud Dan Tujuan Mangokkal Holi
Diterima
atau ditolaknya kegiatan mangokkal holi di kalangan orang Batak-Kristen
tergantung kepada motivasi atau maksud dari pelaksanaan upacara tersebut. Oleh
sebab itu, sangat perlu dimengerti maksud dan tujuan sebenarnya dari mangokkal
holi tersebut. Mangokkal holi dimengerti sebagai menggali tulang-tulang nenek
moyang untuk dipindahkan ke suatu tempat yang disebut tambak (dibaca: tabbak). Tambak adalah suatu kuburan yang besar,
pada umumnya banyak orang yang dimakamkan di dalamnya. “Kuburan tanah yang
sementara dibuka, sesudah lewat waktu pembusukan yang dianggap perlu, lalu
mengangkat tulang-tulang dari dalamnya dan menempatkannya dalam suatu kuburan
semen dengan mengadakan upacara tertentu.”[45]
Jadi mangokkal holi adalah
suatu kegiatan menggali tulang belulang nenek moyang dari suatu tempat ke
kampung halaman. Pada umumnya dari perantauan akan digali tulang belulang nenek
moyang untuk dibawa ke kampung halaman, sebagai tanda bahwa orang tersebut berasal
dari kampung itu. Sebelum mengenal kekristenan, upacara tersebut dilakukan
secara adat tradisional, yaitu dengan mengadakan pemujaan kepada roh nenek
moyang yang diiringi dengan gondang.
Tulang-tulang
para bapa leluhur yang dipilih untuk dipindahlan itu dimakamkan kembali di
dalam kuburan semen atau di ruang suatu patung nenek moyang. Pemindahan itu
dilaksanakan dengan upacara perayaan yang besar. Upacara ini disebut pesta-turun. Pesta ini ialah perayaan
yang paling terhormat dan palingbanyak makan biaya.[46]
Tulang-tulang
bapa leluhur tersebut akan ditempatkan dalam suatu bangunan dari semen supaya
tahan lama, sebagai tanda menghormati bapa leluhur.
Jika
dilihat dari segi tujuan mangokkal holi, seseorang akan memilih sendiri untuk
melakukannya atau tidak. Sangat
penting bagi seorang Batak mengetahui tujuan dari pelaksanaan mangokkal holi
tersebut.
Bagi orang Batak, hormat
kepada kedua orang tua bahkan terhadap sahala ni akka da oppung yang terdahulu
yang telah meninggal sangatlah di nomor satu-kan, ini di wujudkan untuk
melaksanakan Titah atau perintah Tuhan yang ke lima yaitu Ingkon pasangapon
natua-tua termasuk ma i angka Sahala ni da oppung.[47]
Tujuan orang
Batak-Kristen melakukan adat batak adalah untuk menghormati orang tua (dalam
Alkitab: Ayah dan Ibu). ”Tujuan
dari mangongkal holi adalah menghormati orang tua , dan yang disebut
orang tua bukan saja bapa atau ibu, melainkan sampai kepada nenek moyang.”[48]
Hal ini dianggap
sebagai bentuk penghormatan terhadap orang tua supaya mendapat berkat. Hormatilah
ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu (Keluaran 20:12). Di samping itu, sebagian orang melaksanakan kegiatan
mangokkal holi dengan alasan menjaga tradisi nenek moyang. ”.., dari responden
yang masuk (semua yang sudah menjadi Kristen) ada 62%yang masih melakukan
upacara-upacara penyembahan nenek moyang, misalnya penggalian tulang-belulang,
meskipun 51% yang melakukannya mengaku hanya untuk menjaga tradisi suku saja.”[49]
Jadi, kegiatan tersebut
dianggap sebagai tradisi. Tujuannya adalah
melestarikan tradisi nenek moyang. Namun, pada jaman
dahulu tradisi ini dilakukan dengan upacara penyembahan berhala. Pada masa
sekarang orang Batak-Kristen menganggapnya hanya sebagai tradisi, tidak
mengandung unsur lain.
Disisi lain, kegiatan mangokkal holi dilakukan
dengan maksud mengharapkan berkat dari bapa leluhur. “Lalu urutan yang kedua,
bermotifkan berkat dari para leluhur.”[50] Bagi orang Batak zaman dahulu, orang tua yang sudah meninggal dianggap
memiliki roh yang mampu memberi berkat bagi orang yang masih hidup. Oleh sebab
itu, orang Batak memohon berkat pada saat kegiatan mangokkal holi dan
pemindahannya berlangsung.
Latar Belakang
Mangokkal Holi
Mangokkal holi adalah suatu
adat yang masih dilakukan oleh sebagian orang Batak hingga saat ini. Hadirnya
tradisi ini pada awalnya adalah penyembahan kepada nenek moyang. Latar belakang
yang sebenarnya dari mangokkal holi tidak bisa disebutkan, karena tidak bisa
dipastikan kapan mulainya dan oleh siapa yang memulai. Berbagai pandangan yang
menyebutkan tentang latarbelakangnya. Latar belakang yang dimaksud adalah
motivasi yang mendorong untuk melakukan upacara tersebut. Menurut Suh Sung Min,
“Melalui penggalian tulang-belulang, orang Batak mengharapkan kehidupan yang
lebih baik.”[51]
Orang tua yang sudah meninggal dianggap memiliki roh yang bisa memberi berkat
kepada keturunannya. Roh tersebut harus dihormati oleh orang Batak yang masih
hidup. Caranya adalah dengan memindahkan tulang-tulang orang yang sudah
meninggal ke dalam suatu kuburan atau tugu yang sangat megah. Kuburan atau tugu
tersebut dibangun seindah mungkin. Pembangunan kuburan dan tugu ini memakan
biaya yang sangat banyak dan menghabiskan waktu bisa sampai satu minggu. Pesta
membangun kuburan atau tugu tersebut biasanya disebut horja. Dalam horja ini biasanya diikuti oleh gondang (alat musik
Batak) dengan menari (manortor).
Satu kuburan didirikan oleh
satu marga dalam satu kampung. “Masing-masing marga berlomba untuk membangun
tugu marga sendiri. Sehingga pada tiap kantong-kantong (bona pasogit) marga, kita dapat menjumpai berdirinya tugu marga.”[52]
Selain dari menghormati roh nenek moyang, tugu dan kuburan dibangun untuk
mempertahankan marga dalam satu kampung. Dengan adanya tugu, marga yang lain
tidak bisa menguasai kampung tersebut sekalipun marga yang punya tugu tersebut
sudah merantau semua.
Upacara Dalam Mangokkal
Holi
Mangokkal holi dapat
digolongkan dalam suatu upacara. Ketika
suatu marga melaksanakan kegiatan mangokkal holi, ada langkah-langkah yang
harus dilalui. Upacara ini berhubungan dengan tondi (roh) orang mati. Sebelum pelaksanaannya, didahului dengan
pembangunan tugu atau kuburan tempat tulang-tulang yang mau digali.
Juga sebelum
pembangunan tugu ini dimulai, diadakan upacara khusus bagi sumangot (semacam altar di kanan/kiri bagian dalam dari rumah adat
Batak-sebagai penutup tiang bagian atas). Kemudian seorang yang tertua dari
antara mereka mulai berdoa kepada sumangot
leluhurnya. Setelah semua anggota keluarga sepakat membangun tugu, maka
mereka mulai membahas hal-hal yang akan dilakukan, yaitu siapa-siapayang akan
digali, uraian bentuk atau ukuran tugu, dan anggaran biaya pembuatan tugu.[53]
Jadi, upacara
mangokkal holi diawali dengan penyembahan
tsumangot leluhur. Dengan kata
lain mengawalinya dengan kepercayaan animisme. Setelah pembangunan tugu
selesai, maka diadakanlah upacara penggalian tulang pada tanggal yang sudah
ditentukan terlebih dahulu.
Pada hari penggalian
tersebut, semua pihak yang bersangkutan berkumpul dan melakukan upacara penggalian
tersebut dengan diiringi gondang dan taritarian (manortor). ”selama menggali
kuburan, kaum perempuan menangis dan meratap. Suasana selama penggalian
menunjukkan kedukaan.”[54] Setelah selesai penggalian, tulang-belulang tersebut
dibawa ke rumah pihak penyelenggara. Pada saat tulang-tulang tersebut berada di
dalam rumah, diadakan tari-tarian (manortor) sebagai lambang sukacita
keberhasilan penggalian dan memohon berkat. Setelah itu berangkat ke pemakaman.
”Keberangkatan ke tempat pemakaman didahului dengan acara penyembelihan seekor
kerbau.”[55] Kerbau yang disembelih tersebut akan dibagikan kepada
seluruh peserta yang ikut serta dalam pemakaman. Daging yang dibagikan
tersebut disebut jambar.
”Di pemakaman tidak
ada lagi upacara; hanya meletakkan tulang-belulang orang mati tersebut di
tempat yang sudah disediakan.”[56] Jadi, pelaksanaan upacara mangokkal holi sepenuhnya
mengandung kepercayaan animisme.
Pandangan Alkitab
Terhadap Mangokkal Holi
Jika dilihat dari segi
pelaksanaan , upacara mangokkal holi bertentangan dengan Alkitab. Karena dalam
pelaksanaannya melibatkan kepercayaan animisme. Setelah masuknya kekristenan ke
tanah Batak, kegiatan tersebut tidak lagi melibatkan kepercayaan animisme. Oleh sebab itu, timbul suatu pertanyaan apakah orang
Kristen bisa melakukan kegiatan mangokkal holi?. Kelompok yang pro adat masih
melakukan kegiatan ini dengan alasan menghormati orang tua, sesuai dengan
tuntutan titah kelima (Keluaran 20:12). ”Berkaitan dengan menuruti titah
kelimalah tujuan dari mangokkal holi, yaitu menghormati orang tua. Semua nenek
moyang termasuk dalam kategori orang tua.”[57]
Dalam
hasil wawancara dengan seorang pendeta yang pro adat, kegiatan mangokkal holi
bisa dilakukan sebagai tradisi yang sudah diperbaharui. Karena manusia tidak
bisa lepas dari kebudayaan. Kegiatan mangokkal holi disamakan dengan kisah
Yakub (Kejadian 49:29, 33) dan pesan Yusuf untuk membawa tulang-tulangnya dari
Mesir (Kejadian 50:24-25). ”Lalu Yusuf menyuruh
anak-anak Israel bersumpah, katanya: "Tentu Allah akan memperhatikan kamu;
pada waktu itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini."”[58] Dengan
melihat kejadian ini, orang Batak-Kristen melakukan kegiatan mangokkal holi, dengan
tujuan sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua.
Dalam pelaksanaannya, dilakukan perobahan dari segi upacara, dana,
pelibatan kepercayaan animisme dan semua hal yang bertentangan dengan Alkitab. Mangokkal
holi dianggap memiliki nilai positif bagi kehidupan orang Batak “Ada orang yang
tetap mendukung acara tersebut dengan alasan dianggap mengandung hal positif.
Misalnya, sebagai sarana pemersatu keturunan dari Oppungyang mau digali tersebut....Dana yang menghabiskan ratusan
juta-an atau bahkan miliard-an tersebut dapat digunakan untuk membangun
sarana-prasarana penting...”[59] Dengan melakukan berbagai perubahan, orang Batak
melakukan kegiatan Mangokkal holi.
Di
sisi lain kelompok yang kontra adat Batak menolak praktek adat mangokkal holi
karena hal itu dianggap hasipelebeguon
(penyembahan berhala). Henry James dalam bentuk penolakannya berkata, ”Penulis
akan membahas beberapa bagian Alkitab yang sering dimanipulasi oleh orang-orang
Batak Kristen, untuk membenarkan upacara mangokkal holi, adalah cerita
pengangkatan kerangka tulang Yusuf dari tanah Mesir ke tanah Kanaan. (Kel
13:19).”[60]
Berkaitan dengan kejadian ini, selanjutnya Henry berkata:
Disamping
itu, penggalian tulang belulang orang mati bukanlah merupakan tradisi pada
bangsa Israel. Penggalian itu hanya terjadi pada kasus tulang Yusuf saja.
Setelah itu tidak.....Upacara mangokkal holi tidak ada kaitannya dengan janji
Tuhan kepada bangsa Israel. Upacara itu berasal dari agama
Batak (hasipelebeguon) dengan tujuan pemujaan leluhur. Tuhan sangat jijik
melihat hal itu.... Sehingga sangatlah salah jikalau kita menggunakan peristiwa
khusus itu sebagai alasan pembenaran dari upacara mangokkal holi. Ini
penafsiran yang telah dipelintir oleh Iblis.[61]
Kegiatan mangokkal holi adalah suatu kegiatan
penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang Batak. Bagi
kelompok yang kontra adat, tidak ada alasan apapun untuk bisa melakukan kegiatan
mangokkal holi.
Rudolf Pasaribu berkata Bahwa:
Untuk
konteks masyarakat Batak, penggalian tulang-belulang memiliki motif yang sangat
jauh berbeda dengan kisah yang ada di Kejadian 50:1-14 di mana Yakub dan pada
ayat 25 Yusuf berpesan agar mayat mereka dibawa kembali ke Kanaan. Motif ini
sangat jauh berbeda sehingga tidak mungkin nas tersebut dapat digunakan sebagai
dasar alkitabiah untuk melegalisasi penggalian dan pemindahan tulang-belulang.
Motivasi pemindahan dan pengusungan tulang belulang mereka adalah untuk
mengingat bahwa kematian mereka ada di negeri asing, negeri kafir, dan bukan
berada di negeri sendiri. Sedangkan motif dan tujuan penggalian tulang-belulang
menurut suku Batak pada hakekatnya adalah penghargaan, penghormatan, kultus
pada roh (tondi) orang mati, dan di sana ada pengharapan bahwa roh dari
orang yang meninggal itu akan meningkat, atau semakin bermutu, menjadi sahala
atau sumangot yang mampu memberi berkat (jasmani dan rohani) kepada
orang hidup.[62]
Upacara
mangokkal holi yang dilakukan oleh orang Batak adalah penyembahan berhala
(hasipelebeguon). Oleh sebab itu, orang Kristen tidak bisa melakukan kegiatan
tersebut sekalipun dengan melakukan perobahan. Karena bagi kelompok yang kontra
adat, upacara adat Batak pada hakekatnya adalah upacara penyembahan kepada roh
sembahan leluhur kita dahulu.
Dari
kedua kelompok tersebut di atas, terdapat suatu perbedaan pendapat tentang
sikap terhadap mangokkal holi. Dari kutipan nats Alkitab yang sama (Kejadian
50:25), terdapat perbedaan pendapat terhadap adat Batak mangokkal holi. Dalam
nats ini, Yusuf berpesan supaya tulang-tulangnya dibawa dari Mesir ke tanah
Kanaan, karena Yusuf tidak mau dikuburkan di Mesir yang memiliki kepercayaan kepada
dewa. ”Kota itu lama menjadi pusat keagamaan, dianggap sebagai kota Dewa Amun
(Amon)... Rakyat jellata menyembah dewa-dewa rumah tangga mereka, di kuil-kuil
yang bentuknya lebih kecil dan sederhana daripada untuk dewa-dewa besar,...”[63] Yakub dan
Yusuf tidak ingin tinggal bersama-sama dengan orang yang tidak percaya kepada
Allah yang disembahnya.
Di sisi lain, tanah Kanaan adalah
tanah tempat kelahiran (kampung)Yusuf dan sekaligus tanah perjanjian nenek
moyangnya dengan Allah. Disitulah Yusuf dan nenek moyangnya dikuburkan.
Kemudian
berpesanlah Yakub kepada mereka: "Apabila aku nanti dikumpulkan kepada
kaum leluhurku, kuburkanlah aku di sisi nenek moyangku dalam gua yang di ladang
Efron, orang Het itu, dalam gua yang di ladang Makhpela di sebelah timur Mamre
di tanah Kanaan, ladang yang telah dibeli Abraham dari Efron, orang Het itu,
untuk menjadi kuburan milik. Di situlah dikuburkan Abraham beserta Sara,
isterinya; di situlah dikuburkan Ishak beserta Ribka, isterinya, dan di situlah
juga kukuburkan Lea; ladang dengan gua yang ada di sana telah dibeli dari orang
Het." Setelah Yakub selesai berpesan kepada anak-anaknya, ditariknyalah
kakinya ke atas tempat berbaring dan meninggallah ia, maka ia dikumpulkan
kepada kaum leluhurnya.[64]
Menggali
tulang nenek moyang dan mengumpulkannya adalah sebuah tradisi bagi bangsa
Israel. Namun, dalam pelaksanaannya tidak sama dengan yang dilakukan oleh orang
Batak. Yusuf juga berpesan untuk memindahkah tulang-tulangnya ke tempat
leluhurnya dikuburkan. Dengan adanya kuburan tersebut di tanah Kanaan, menjadi
bukti bahwa tanah tersebut adalah tanah perjanjian yang diberikan oleh Allah kepada
leluhur dan keturunannya.
Dengan
itu, Yusuf menyatakan kepercayaannya, bahwa bangsa Israel akan pulang nanti
dari Mesir ke tanah Kanaan. Biarpun ia telah tinggi pangkatnya di Mesir, ia
tidak mau dikuburkan di situ; ia bukan orang Mesi, tetapi merasa dirinya lebih
dekat kepada umat Allah; ia juga mau ikut bersama-sama dengan mereka kembali ke
tanah yang dijanjikan Allah untuk dikuburkan di sana.[65]
Bangsa
Israel melakukan seperti yang diinginkan oleh Yusuf. Waktu bangsa Israel keluar
dari Mesir, tulang-tulang Yusuf dibawa ke tanah Kanaan dan dikuburkan bersama-sama
dengan leluhurnya. Musa
membawa tulang-tulang Yusuf, sebab tadinya Yusuf telah menyuruh anak-anak Israel
bersumpah dengan sungguh-sungguh: "Allah tentu akan mengindahkan kamu,
maka kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini." (Keluaran 13:19).
Dari
uraian di atas, bangsa Israel melakukan pemindahan tulang-belulang leluhurnya
sebagai tradisi . Hal ini terlihat dari pengumpulan
tulang Abraham dan Sarah, Ishak dan Ribka dan juga Lea (Kejadian 49:29-33). Dengan adanya kuburan tersebut menjadi simbol
bahwa tanah Kanaan adalah tanah perjanjian Allah kepada bangsa Israel. Dari
hasil wawancara dengan seorang pendeta, kegiatan mangokkal holi dilaksanakan
sebagai tuntutan budaya. Dari hasil kuisioner yang dilakukan oleh penulis, 60%
menyatakan bahwa kegiatan mangokkal holi adalah tradisi orang Batak. Dari hasil
kuisioner yang ada, lebih banyak orang Batak tidak setuju jika kegiatan
mangokkal holi ditiadakan dan 70% berpendapat bahwa mangokkal holi memiliki
nilai positif dan memiliki nilai negatif.
Dari uraian di atas, penulis memilih pemahaman
bahwa Alkitab netral terhadap mangokkl holi. Jika mangokkal hili dilakukan
dengan upacara seperti jaman dahulu, melibatkan kepercayaan animisme, Alkitab
dengan tegas menentangnya. Sebab orang Kristen tidak bisa menggabungkan
kepercayaan lain dengan ke-Kristenan .
Jangan
ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang
menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah,
atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau
beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang
membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga
dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih
setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang
berpegang pada perintah-perintah-Ku. (Keluaran 20:3-6).
Allah
tidak menginginkan orang Batak-Kristen menduakan Allah. Di sisi lain, jika
kegiatan mangokkal holi dilaksanakan hanya sebagai tradisi tanpa keterlibatan
unsur sinkritisme Alkitab tidak mempertentangkannya. Sebagai anggota masyarakat,
oorang Kristen tidak lepas dari kebudayaan setempat. Oleh sebab itu Paulus
dalam surat Korintus yang pertama.
Demikianlah
bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan
orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku
menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri
tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang
hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat,
sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum
Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah,
supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah
menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang
dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku
mendapat bagian dalamnya. (1 Korintus 9:20-23).
Paulus
menjadi segala-galanya bagi semua orang supaya dapat memenangkannya. Tujuan
utama dari Paulus menjadi seperti orang yang dilayaninya. Yang terutama dari
bagian ini adalah untuk memenagkan orang-orang yang Paulus berada di dalamnya.
Rasul Paulus tidak menjadi orang yang dilayani, tetapi menjadi seperti orang
yang dilani. Yang diperlihatkan oleh Paulus adalah motivasi untuk memenangkan
jiwa bagi kemuliaan Tuhan. Dengan demikian, motivasi dalam melakukan kegiatan
mangokkal holilah yang harus diperhatikan oleh orang Batak-Kristen. Kegiatan
mangokkal holi bisa dilakukan dengan memperbaharui seluruh kegiatan tersebut
yang mengandung sinkritisme (hasipelebeguon).
Namun Paulus mengingatkan orang
percaya untuk bertindak hati-hati dengan pelaksanaan adat istiadat.
”Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang
kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak
menurut Kristus (Kolose 2:8).”[66]
Orang Kristen harus memiliki sikap yang selektif terhadap adat istiadat.
1http://bersamatoba.com/tobasa/ekonomi/ulos-batak-kekayaan-budaya-batak.html
2Henry James Silalahi, Penyembahan
Berhala Dalam Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi Kristus, 2007), 19.
3Mangapul Sagala, Injil Dan Adat Batak (Jakarta:
Yayasan Bina Dunia, 2008), 60.
5 http://bersamatoba.com.
6http://bersamatoba.com.
7Ibid
8Mangapul Sagala, Injil Dan Adat Batak (Jakarta:
Yayasan Bina Dunia, 2008), 68.
9http://bersamatoba.com.
10Mangapul
Sagala, Injil Dan Adat Batak (Jakarta: Yayasan Bina Dunia, 2008), 67.
11Henry James Silalahi, Pandangan
Injil Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi Kristus, 2007), 45.
12Henry James Silalahi, Penyembahan
Berhala Dalam Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi Kristus, 2007),47.
12http://bersamatoba.com.
13T. M. Sihombing, Jambar Hata Dongan
Tu Ulaon Adat (Tt: Tulus Jaya, 1989), 278-279.
14Lothar Schreiner, Adat dan Injil (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 4.
15Henry James Silalahi,Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi
Kristus, 2005), 120.
16Nalom Siahaan, Adat Dalihan Natolu
(Jakarta: GRAFINA, 1982). 22.
17Henry James Silalahi, Penyembahan Berhala
Dalam Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi Kristus, 2007), 47.
18T. M. Sihombing, Jambar Hata Dongan
Tu Ulaon Adat (Tt: Tulus Jaya, 1989), 280.
19http://bersamatoba.com.
20http://bersamatoba.com.
21Ibid.
22T. M. Sihombing, Jambar Hata Dongan
Tu Ulaon Adat (Tt: Tulus Jaya, 1989), 280.
23Ibid
24T. M. Sihombing, Jambar Hata Dongan
Tu Ulaon Adat (Tt: Tulus Jaya, 1989), 281
25http://bersamatoba.com.
26Nalom Siahaan, Adat Dalihan Natolu
(Jakarta: GRAFINA, 1982). 20.
27Henry James Silalahi,Pandangan Injil
Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi Kristus, 2000), 38-39.
28Ibid, 39.
30Nalom Siahaan, Adat Dalihan Natolu
(Jakarta: GRAFINA, 1982). 75.
31B. S. Sidjabat, Membangun Pribadi
Unggul (Yogyakarta: ANDI, 2001), 195.
32Nalom Siahaan, Adat Dalihan Natolu
(Jakarta: GRAFINA, 1982). 80.
33Nalom Siahaan, Adat Dalihan Natolu
(Jakarta: GRAFINA, 1982). 81.
34Alkitab
[35]Ibid
[36]Alkitab
[37]A. A. Sitompul, Manusia Dan Budaya (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), 38.
[38]Everett F.
Harrison, The Wyclife Bible Commentary
Volume 3, Editor Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison (Malang: Gandum Mas, 2008),
306.
[39]W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, Editor Chrisostomus Sihotang (Jakarta: gunung Mulia, 2007), 23.
[40]Donald W. Burdick, The Wyclife
Bible Commentary Volume 3 (Editor Charles F. Pfeiffer dan Everett F.
Harrison (Malang:
Gandum Mas, 2008), 165.
[41]Donald W. Burdick, The Wyclife
Bible Commentary Volume 3 (Editor Charles F. Pfeiffer dan Everett F.
Harrison (Malang:
Gandum Mas, 2008), 165.
[42]Ibid
[43]Hasan Sutanto, Perjanjian Baru interlinier dan Konkordansi Perjanjian Baru jilid II
(Jakarta: LAI, 2004), 607.
[44]A. A. Sitompul Manusia dan Budaya
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
1997). 260.
[45]Lothar Schreiner, Adat dan Injil: Perjumpaan Adat dengan Iman
Kristen di Tanah Batak (Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
2000). 173.
[46]Suh Sung Min, Injil dan Penyembahan nenek Moyang (Yogyakarta: Media Presindo,
2001), 144.
[47]Elisabet Simanjuntak, http/.martoba.com
[48]T. M. Sihombing, Jambar Hata:
Dongan tu Ulaon Adat (Siantar: CV Tulus Jaya, 1989), 241.
[49]Suh Sung Min, Injil dan Penyembahan nenek Moyang (Yogyakarta: Media Presindo,
2001), 137.
[50]Ibid.
[51]Ibid
[52]Henry James Silalahi,Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi
Kristus, 2000), 63.
[53]H. Gultom, Penggalian
tulang-Belulang Leluhur (jakarta:
Gunung Mulia, 1991), 14-15.
[54]Suh Sung Min, Injil dan Penyembahan nenek Moyang (Yogyakarta: Media Presindo,
2001),151.
[55]Ramlan Sarumpaet, Penggalian Tulang Belulang Orang Mati Dalam Masyarakat Toba
(Jakarta: STT Jakarta, 1991), tt
.
[56]H. Billy Situmorang, Ruhut-ruhut Ni Adat Batak (Jakarta: Gunung Mulia, 1983), 96.
[57]T. M. Sihombing, Jambar Hata:
Dongan tu Ulaon Adat (Siantar: CV Tulus Jaya, 1989), 241.
[58]Alkitab.
[59]Mangapul Sagala, Injil Dan Adat
Batak (Jakarta: Yayasan Bina Dunia, 2008),105.
[60]Henry James Silalahi, Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak
(Medan: Kawanan Missi Kristus, 2000), 82.
[61]Ibid
[62]Rudolf Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen (Medan:
penerbitan secara pribadi, 2001), h. 122-123.
[63]`John Taylor, Hand Book To The
Bible (Bandung:
Kalam Hidup, 2002), 170.
[64]Alkitab
[65]F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1 (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 236.
[66]Alkitab