BAB
II
KRISTUS
TERHADAP KEBUDAYAAN
Budaya
dan manusia adalah dua hal yang seolah tak terpisahkan, sebab pada
dasarnya manusia terkait erat dengan komunitas di mana ia hidup. Maka
tiap-tiap individu memiliki karakteristik atau perilaku tertentu. Maka
muncullah manusia-manusia yang erat menyatu dengan budaya di mana ia tinggal,
bahkan sudah mendarah daging, tercermin dalam pola pikir, perilaku, adat
kebiasaan. Budaya adalah konteks nyata tempat Injil berjumpa dengan manusia
yang tinggal di dalamnya. Ia mewakili cara hidup untuk suatu masa dan tempat
tertentu, dipenuhi dengan nilai, lambang dan makna, menjangkau harapan-harapan
yang ada. Tanpa kepekaan terhadap konteks budaya, maka gereja dan teologi tidak
akan berakar. Perkembangan gereja dan teologia di suatu tempat dipengaruhi oleh
kebudayaan yang ada dalam tempat tersebut.
Injil sebagai kabar baik tentang
keselamatan di dalam Yesus Kristus tidak lepas dari kaitan budaya Yahudi di
mana Yesus lahir dan hidup.Oleh karena itu ada banyak tradisi Israel yang
muncul dalam kesaksian Injil, seperti peringatan hari Purim di kitab Ester,
hari raya Pondok Daun, tahun Yobel, aturan Sabat dan lain sebagainya.
Belum lagi budaya patriakhal yang dianut oleh bangsa Yahudi menyebabkan
peristiwa Yesus dicatat dari kacamata maskulin, seperti peristiwa Yesus memberi
makan 5000 laki-laki. Dalam Alkitab, terdapat banyak hal yang menceritakan
tentang ajaran Tuhan Yesus yang memakai adat istiadat Yahudi untuk menjelaskan
tentang kerajaan Allah. Dalam berbagai cara, tokoh-tokoh teologia selalu
berusaha untuk membahas tenteng hubungan antara Kristus dengan kebudayaan. Ketika
Yesus berinkarnasi sebagai manusia, Ia hidup dalam lingkungan manusia tempat
Yesus lahir dan dibesarkan oleh ibuNya dan BapaNya. Sebagai seorang ayah, tentu
Yusuf mengajar Yesus tentang hukum-hukum dan adat yang terdapat dalam
masyarakat Yahudi seba Yusuf adalah seorang Yahudi dan Maria juga seorang
keturunan bangsa Yahudi. Hal ini disebabkan karena sudah menjadi keharusan bagi
seorang ayah untuk mengajarkan hukum-hukum dan adat istiadat Yahudi kepada
anak-anaknya. Dalam kitab Ulangan dikatakan bahwa: Kasihilah TUHAN, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam
perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga
engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu
dan pada pintu gerbangmu (Ulangan6:6-9).
Kebudayaan
merupakan suatu praktek hidup yang telah menetap dilakukan oleh kelompok masyarakat
dalam suatu daerah tertentu. Negara Indonesia, sebagai negara yang
memiliki banyak suku, memiliki budaya yang banyak. Oleh karena itu, kekristenan
yang sudah masuk ke Indonesia
sejak lama, tidak lepas dari kebudayaan. Lama sebelum agama kristen datang ke Indonesia, telah banyak kebudayaan yang
terbentuk dalam masyarakat Indonesia.
Bukan hanya di Indonesia,
di seluruh dunia, kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari hidup
manusia. Akan tetapi, kebudayaan yang berbeda tersebut membuat suatu kelompok
masyarakat tertentu mengalami problem terhadap masuknya kekristenan dan hal ini
sudah berlangsung sangat lama. Oleh karena itu, Kristus dan kebudayaan
merupakan hal yang tidak baru lagi untuk diperbincangkan. “Dalam situasi ini,
cukup menolong bila kita mengingat bahwa masalah ke-Kristenan dan peradapan
bukanlah hal yang baru;dan bahwa kebingungan orang kristen dalam bidang ini
sudah berlangsung lama; dan bahwa masalah itu adalah masalah yang menetap
sepanjang abad-abad Kristen.”9 Hal ini
menjadi masalah yang muncul juga pada saat sekarang. Setiap orang yang lahir ke
dunia ini tergabung dalam sebuah kebudayaan.
Tidak
ada manusia yang lepas dari suatu kebudayaan, walaupun budaya yang berbeda.
Wilayah yang berbeda menyebabkan juga budaya yang berbeda. Seperti halnya
budaya di Barat berbeda dengan budaya yang ada di Asia.
Oleh sebab itu, cara pendekatan terhadap keduanya berbeda. Dengan demikian perlu dipahami metode yang benar untuk
mengatasi masalah tersebut dengan cara kontekstualisasi. Masalah budaya
terhadap iman kristen (kekristenan) merupakan masalah yang tak putus-putusnya
dibcarakan oleh banyak orang percaya. Hal ini disebabkan oleh manusia itu
sendiri sudah memiliki kebudayaan sejak terciptanya suatu suku dalam daerah
tertentu. Kebudayaan mempengaruhi terbentuknya pribadi sesrorang. Sebelum seseorang mengenal Tuhan, pasti sudah
memiliki pemahaman yang dibentuk berdasarkan budaya tempat tinggalnya.
Kebudayaan S Wesley Ariarajah
mengungkapkan dalam bukunya bahwa: “Garis pemikiran ini melanjutkan satu dari
untaian pikiran yang dapat juga disimak dari konferensi Yerusalem1928. Usaha
itu mencoba memisahkan pribadi manusia
dengan “kebutuhannya” dari agama dan kebudayaan.”10
Usaha
manusia untuk menemukan jalan keluar terhadap masalah kebudayaan sudah menempuh
waktu yang sungguh lama. Sejak
Injil berada di Asia, Injil tidak diterima dengan mudah. Hal ini disebabkan
oleh negara-negara di Asia adalah negara-negara yang memiliki nilai budaya yang
tinggi. Sebab itu, ketika Kristus dibawa ke benua Asia, maka Injil tesebut akan
berhadapan dengan budaya dimana Injil tersebut dibawa. Oleh sebab itu sangat
perlu untuk memahami dengan benar bagaimana hubungan antara Kristus dan Budaya.
Ketika seseorang yang membawa Kristus ke suatu daerah tidak mengerti bagaimana
kebudayaan yang berlaku dalam daeah tersebut, akan menimbulkan masalah yang
tidak diinginkan. Jika hal ini terjadi pada saat pertama Kristus diperkenalkan
dalam daerah tersebut, maka untuk kali berikutnya akan mengalami kesulitan yang
besar untuk memperkenalkan Kristus kepada daerah yang diinginkan untuk Mengenal
Kristus. Kebudayaan memiliki peranan penting dalam hal hubungan antara manusia.
Budaya merupakan suatu alat yang mempersatukan suatu individu terhadap individu
lain dalam suatu kelompok masyarakat. Jika dilihat dari sudut fungsi adat
tersebut, adat adalah suatu alat komunikasi yang sangat mempersatukan banyak
orang. Dalam bukunya Robert J. Schreiter mengatakan bahwa: “studi ini melihat
budaya sebagai suatu jaringan komunikasi yang amat luas, dimana baik pesa-pesan
verbal maupun non-verbal diedarkan disepanjang alur-alur yang rumit dan saling
berkaitan, yang bersama-sama, menciptakan sistem makna.”11
kebudayaan sangat mempengaruhi kehidupan umat manusia sebab konteks kebudayaan
tidak mencakup hanya satu hal saja. Budaya mencakup banyak hal dalam aspek
hidup manusia, salah satu diantaranya adalah alat musik. Budaya memiliki
cakupan yang sangat luas dan masing-masing cakupan memberi arti tersendiri bagi
masyarakat.
Ini memungkinkan studi terhadap apa
yang disebut sebagai unsur-unsur budaya tinggi (seni, puisi, musik, keyakinan
keagamaan) dan unsur-unsur budaya rakyat (ada-istiadat, takhyul), serta unsur-unsur dari sistem budaya (organisasi sosial,
organisasi, ekonomi dan politik)dalam cara yang memungkinkan kita melihat merka
sebagai unsur-unsur yang mengikat dan saling terkait.12
Dengan
melakukan hal tersebut, pembawa Kristus akan lebih mudah untuk melakukan dan
menilai budaya Tersebut dengan baik. Dari hal tesebut, dapat dilihat bahwa
ketika Yesus berinkarnasi sebagai manusia, Yesus juga ikut dalam melakukan
kebudayaan yang ada dalam lingkungan bangsa Yahudi. Gereja-gereja Asia,
khususnya di Indonesia kaya dengan keragaman budaya lokal yang tak kalah
menarik dan kreatif untuk mewarnai kehidupan umat percaya. Ibadah-ibadah kita
perlu memberi tempat pada kekayaan budaya lokal dalam hal musik, tarian, dan
lain-lain yang tentunya lebih bermakna bagi individu-individu yang terkait dengan
budayanya masing-masing. Berbagai gereja di Indonesia cenderung beribadah
dengan tata ibadah pola barat. Dengan demikian mengabaikan potensi adat yang
sebenarnya bisa dipakai untuk memuji Allah. Hal inilah yang menyebabkan masalah
dalam lingkungan orang yang sudah percaya. Saat ini dalam kalangan orang
percaya, buan lagi bagaimana Injil itu masuk ke alam suatu daerah. Akan tetapi
yang menjadi masalah sekarang ini adalah timbulnya masalah-masalah yang mempertentangkan
Kristus dengan kebudayaan. Yang menjadi masalah dalam lingkungan gereja saat
ini bukan hanya orang kafir yang menolak Kristus, namun yang menjadi masalah
adalah orang percaya yang telah menerima Kristus juga menemui kesulitan untuk
mengkombinasikan tuntutanNya kepada mereka dengan tuntutan masyarakat.
Pergumulan dan ketentraman,
kemenangan dan perdamaian, tidak hanya terlihat secara terbuka di mana
pihak-pihak yang menyebut diri sebagai orang Kristen dan orang-orang
anti-Kristen bertemu; lebih sering perdebatan tentang Kristus dan kebudayaan
berlangsung di antara orang Kristen, dan di dalam hati nurani individu yang
tersembunyi dalam, bukannya sebagai pertarungan dan penyesuaian diri dari
percaya dengan yang tidak percaya tetapi sebagai suatu pergumulan dan
perdamaian iman dengan iman.13
Pergumulan dan ketenteraman di dalam menjalani
hidup bukan hanya ada dalam kalangan orang yang belum percaya kepada Kristus
saja, tetapi juga dikalangan orang yang sudah percaya. Masalah yang selalu
datang sampai hingga saat ini adalah pemahaman terhadap hubungan antara Kristus
dan budaya. Hal ini disebabkan oleh hubungan Kristus dan budaya mempengaruhi
hubungan sesama manusia. Dalam masyarakat orang percaya saat ini, terdapat
paham yang mengatakan bahwa kristus dan budaya adalah dua hal yang tidak bisa
digabungkan. Hal ini mendorong sebagian orang percaya untuk tidak memegang
kebudayaan dalam lingkungan kekristenan. Akan tetapi di lain pihak ada orang
percaya yang tetap memegang budaya yang diwarisi dari nenek moyangnya, walaupun
sudah menerima ristus di dalam hidupnya. Kedua golongan ini, memegang paham yang
memiliki tujuan supaya iman terhadap kristus tidak terlupakan. Dalam
kekristenan di Asia selalu muncul masalah tentang bagaimana menanggapi
ristus dan budaya. Dalam masyarakat
kristen sekarang ini, terdapat golongan yang memiliki ristus dan ajaran kekristenan
dan dalam waktu yang bersamaan memlakukan juga ajaran kebudayaan. Robert J.
Schreiter mengungkapkan dalam bukunya:
Dalam sistem-sistem berganda,
sekelompok masyarakat mengikuti praktek-praktek keagamaan dari dua sistem yang
berbeda. Kedua sistem itu dipertahankan tetap terpisah; mereka dapat bekerja
berdampingan. Kadang-kadang sebuah sistem diikuti dengan lebih setia ketimbang
yang lainnya (sebagaimana di Afrika, di mana orang mengikuti sistem kristen,
namun tetap mempertahankan unsur-unsur tertentu dari sistem tradisional); ...14
Perpalingan
kepada kekristenan biasanya berarti bahwa suatu praktek hidup yang membuang
semua sistem keagamaan lainnya tetapi dalam nyatanya dalam praktek hidup
sebagian orang kristen tetap mempertahankan bagian-bagian penting atau
keseluruhan dari sistem yang dus tersebut. Hal inilah yang dihadapi gereja
sekarang pada saat ini. Dengan situasi yang seperti ini perlu adanya
pembaharuan pemahaman terhadap Kristus dan kebudayaan. Pandangan yang baik
terhadap hubungan Kristus dan kebudayaan membuat sikap dan praktek hidup yang
baik dalam mengikut Tuhan.
Kristus Lawan Kebudayaan
Kristus terhadap budaya merupakan hal yang sulit
untuk diputuskan bagaimana hubungannya. Orang Kristen yang sudah memiliki Kristus dalam
hidupnya adalah orang yang memenuhi segala tuntutan Kristus dalam hidupnya.
Namun sebagai mahluk bermasyarakat, orang Kristen hidup dalam lingkungan yang
berbudaya. Sejak Injil masuk ke dalam bangsa Indonesia mengalami masalah
terhadap kebudayaan. Kebudayaan menjadi suatu hal yang mempengaruhi masuk dan
berkembangnya Injil di Indonesia. Sebagaimana yang disebutkan oleh Suh Sung Min
dalam bukunya bahwa: “Kadang-kadang penyembahan nenek moyang menjadi suatu
penghalang dalam pelaksanaan amanat agung Kristus dan kehidupan iman
sehari-hari di Indonesia maupun di Korea. Oleh sebab itu masalah penyembahan
nenek moyang ini menjadi masalah misiologis dalam rangka perjumpaan Injil dan
Kebudayaan-kebudayaan.”15
Setelah
masuknya Injil dalam bangsa Indonesia menimbulkan kontra terhadap kebudayaan. Dimana seorang yang sudah menerima Kristus
harus sepenuhnya menerima Kristus dalam hidup yang baru. Hidup yang baru
yangimaksud adalah hidup bersama dengan Kristus dengan menjalankan semua
ajaran-ajaran Kristen. Dengan demikian menolak kebudayaan. Setiap orang yang yg
sudah menjadi Kristen, dalam arti sudah di dalam Kristus adalah cuiptaan baru. Jadi
siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah
berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (2 Koristus 5:17). Dalam konteks
ini, kota Korintus berada dalam keadaaan yang masyarakat yang tidak bermoral.
Kota Korintus adalah kota yang strategis dari segi geografis. Sehingga dalam
kota tersebut banyak golongan manusia yang datang untuk berdagang. Setiap orang
yang datang membawa juga kepercayaan dan budaya yang berbeda. Dalam keadaan
yang seperti ini kota Korintus mengalami kemerosotan dalam budaya dan
kerohanian. Dalam bukunya, Merill C. Tenney berkata bahwa: ”Karena sebagian
terbesar dari anggota jemaat adalah bukan orang Yahudi yang belum pernah
dididik dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, dan yang latar belakang religius
serta moralnya sangat bertolak belakang dengan norma-norma kristiani, banyak
hal yang harus diajarkan kepada mereka sebelum mereka mencapai kedewasaan rohani
(1 Korintus 3:1-3).”16 Dengan
keadaan yang seperti ini, jemaat di korintus harus memisahkan diri dari
orang-orang yang memiliki moral yang tidak baik.
Paulus menyampaikan dalam suratnya kepada jemaat di
Korintus supaya menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan amoral yang dilakukan
oleh sebagian besar orang-orang yang ada di Korintus. Sebagai kota yang
berpenduduk tidak bermoral, masyarakat Korintus berada dalam kondisi budaya
yang tidak baik (bertolak belakang dengan ajaran Kristus). Sebab jika demikian, mereka tidak pantas disebut sebagai
pengikut Kristus.
Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang-orang cabul.Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada
umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan
semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia
ini.Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir,
penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian
janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.17
Paulus menyebutkan dalam suratnya kepada jemaat di
Korintus bahwa Sebagai pengikut Kristus, mereka haruas meninggalkan hidup mereka
yang lama dan menjadi ciptaan yang baru di dalam Kristus. Jadi dalam konteks
Kristus melawan kebudayaan, Kristus ingin setiap orang yang mengikutNya harus
meninggalkan setiap hidup yang lama, termasuk budaya. Kristen yang sudah
dibaharui masuk dalam keadaaan taat sepenuhnya kepada hukum Kristus tanpa
melakukan lagi apa yang dilakukan dalam hidup yang lama yaitu kebudayaan. Kehidupan
Kristen adalah kehidupan yang tidak melakukan lagi apa yang diinginkan oleh
keinginan dunia. Keinginan dunia berbeda dengan apa yang diinginkan oleh
Kristus. Oleh karena itu, yang diinginkan Kristus bertentangan dengan yang
diinginkan oleh dunia yang didalamnya budaya. Itulah sebabnya Kristus melawan
budaya.
Kristus tidak ingin jika Kehidupan kristen
digabungkan dengan kebudayaan. Pemahaman semacam ini memperlihatkan kontra
antara Krstus dan Kebudayaan. Kristus sama sekali tidak mau kompromi dengan
budaya. Pemahaman atas Kristus melawan kebudayaan memperlihatkan bahwa Kristus
memiliki otoritas penuh atas orang Kristen dan dengan tegas moenolak tuntutan
kebudayaan untuk kesetiaan. Allah adalah kasih, jika Allah ada di dalam diri
seseorang, maka orang tersebut menyebut dirinya mengasihi Allah. Ketuhanan
Yesus Kristus sama besarnya dengan gagasan kasih. Dengan demikian, Kristus
adalah kunci kepada kerajaan kasih karena dalam hal inilah kasih Allah
dinyatakan di tengah-tengah umat manusia, yaitu bahwa Yesus telah menyerahkan
nyawaNya dan umat manusia pun wajib menyerahkan nyawa bagi Dia. Hal ini berarti
orang-orang yang mengasihi Allah tunduk kepada otoritas Kristus sehingga tidak
seorangpun dapat menjadi anggota persekutuan Kristen jikalau tidak mengakui
Yesus sebagai Kristus dan Anak Allah, dan yang tidak mengasihi saudaranya dalam
ketaatan kepada Tuhan.
Taat kepada Kristus berarti mengasihi Kristus dan
membenci dunia dan segala yang ada di dalamnya. ”Pernyataan padat dan jelas
tentang arti positif dari kekristenan ini diiringi oleh penyangkalan yang
seimbang. Seimbang dengan kesetiaan kepada Kristus dan sesama saudara adalah penolakan
terhadap masyarakat budaya; satu garis pemisah yang jelas dibuat antara
persaudaraan anak-anak Allah dan dunia.”18
Orang-orang percaya yang sudah menjadi milik Kristus terpisah dari dunia dan
kebudayaan yang ada di dalamnya. Kristus memberi perintah kepada orang percaya
untuk tidak mengasihi dunia. Sebab jika seseorang mengasihi dunia, maka kasih
akan Dia menjadi tidak ada dalam orang tersebut.
Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang
mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.Sebab semua
yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta
keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.Dan dunia
ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak
Allah tetap hidup selama-lamanya.19
Orang Kristen sama sekali tidak kompromi dengan
dunia dan kebudayaan yang ada di dalamnya. Dari kutipan di atas jelas terlihat
bahwa dunia bagai suatu kawasan yang berada di bawah kekuasaan si jahat, itu
adalah kerajaan kegelapan dan orang kristen sebagai warga kerajaan ternag tidak
boleh masuk ke dalamnya. Kerajaan kegelapan ini ditandai dengan hadirnya dusta,
kebencian dan pembunuhan.
Dunia adalah masyarakat sekuler, dikuasai oleh ”nafsu kedagingan, nafsu
mata dan kesombongan hidup ,” atau dalam terjemahan prof. Dodd atas bagian ini,
itu adalah ”masyarakat kafir dengan hawa nafsunya, kedangkalan dan
kepura-puraannya, dengan materialisme dan egoismenya.” itu adalah suatu
kebudayaan yang berminat kepada nilai-nilai sementara dan yang akan berlalu
sedang kata-kata Kristus adalah kata-kata dari hidup yang kekal; dunia akan
mati sebagaimana halnya suatu aturan pembunuhan karena ”dunia akan berlalu
dengan nafsunya,”.20
Dunia
ini akan mati bukan hanya sekedar karena keinginannya yang bersifat sementara,
tetapi karena Kristus sudah datang untuk menghancurkannya. Dengan demikian
kesetiaan orang yang percaya sepenuhnya kepada Kristus memberi keadaan baru
dalam susunan masyarakat yang baru, yaitu warga kerajaan Allah dan memiliki
Tuhan yang baru yang harus ditaati dengan sepenuhnya. Orang kristen menjadi
satu warga baru yang terpisah dari dunia dan orang-orang yang belum percaya. Orang
kristen terpisah dari kebudayaan orang-orang di dunia dan memiliki hidup yang
baru di dalam Kristus sebagai warga kerajaan sorga. ” Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan
dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang
akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang
mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.”21 Status orang Kristen berbeda dengan orang
yang belum percaya kepada suatu keadaan baru. Keadaan baru tersebut menampilkan
keKristenan sebagai suatu cara hidup yang cukup terpisah dari kebudayaan.
Dalam
pandangan golongan ini, memisahkan diri dari dunia dan kebudayaannya didasari
oleh ketaatan kepada hukum-hukum Kristus dan dalam usaha mengejar kesempurnaan
sepenuhnya. Banyak kelompok Kristen yang meninggalkan dan tidak mempraktekkan
budaya dalam kehidupan kekristenan. ” Ratusan kelompok yang lain dan banyak
diantaranya sudah lenyap, dan ribuan individu merasa diri terdorong oleh
kesetiaan kepada Kristus untuk mengundurkan diri dari kebudayaan dan melepaskan
semua tanggungjawab terhadap dunia.”22
Sikap radikal, Kristus menentang kebudayaan. Ini
merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Kristus
dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua situasi dan kondisi masyarakat
berlawanan dengan keinginan dan kehendak Kristus. Oleh sebab itu, manusia harus
memilih Kristus atau kebudayaan,
karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua
praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika percaya pada Yesus
Kristus. Injil dipandang bertentangan dengan kebudayaan. Artinya,
menjadi orang percaya haruslah menentang kebudayaan, sebab kebudayaan akan
menghambat tumbuhnya kesucian hati untuk dapat diterima Tuhan. Mereka menjalani
hidup kekristenannya dengan cara mengasingkan diri, tinggal di tempat
terpencil/bertapa, bahkan menyiksa tubuhnya sendiri. Dengan cara hidup seperti
itu mereka beranggapan bahwa itulah cara hidup untuk menekankan kesucian di
depan Tuhan. Prinsip hidup semacam itu pernah dijalani oleh orang-orang Kristen
pada abad-abad pertama.
Kristus Dari
Kebudayaan
Paham Kristus dari kebudayaan adalah suatu
paham yang muncul dari golongan orang kristen yang berusaha membuktikan bahwa
Budaya tidak bertentangan dengan Kristus. Pemahaman seperti ini muncul sebagai
akibat dari adanya orang-ornag yang tidak setuju dengan adanya paham Yesus
melawan Krisrus. Sebagaimana manusia biasa yang tinggal di dalam lingkungan
masyarakat yang memiliki budaya, Yesus juga tinggal dalam lingkiungan yang
sama. Oleh sebab itu, budaya sangat berkaitan dengan Kristus. Akan tetapi paham
yang mengetengahkan Yesus melawan kebudayaan membuat sebagian Kristen membentuk
kelompok beberapa yang berbeda. Salah satu nama dari kelompok tersebut adalah
Gnostik. ”Dilihat dari segi masalah kebudayaan upaya orang-orang Gnostik untuk
memperdamaikan Kristus dengan ilmu pengetahuan dan filsafat pada jamannya
bukanlah suatu akhir tetapi suatu sarana.”23
Upaya orang-orang Gnotisme ini membawa peralihan dari paham Kristus melawan
kebudayaan kepada suatu pemahaman Kristus dari kebudayaan. Karena ternyata
ditemukan suatu hubungan yang baik antara Kristus dan kebudayaan.
Golongan
Genostik muncul dari golongan orang-orang bukan Yahudi. Pandangan terhadap
hubungan budaya Yahudi dan Kristus tidak begitu muncul dalam permasalahan ini
sebab Yesus sendiri lahir dan menjadi manusia dalam lingkungan bangsa Yahudi.
Akan tetapi yang menjadi masalah yang lebih sering muncul adalah hubungan
antara budaya bukanYahudi dan Kristus. Orang-orang bukan Yahudi ini adalah
orang-orang yang disebut dalam golongan Gnostik.
Semasa
awal ke Kristenan non-Yahudi, banyak modifikasi dari tema Kristus-kebudayaan
mengkombinasikan minat bagi kebudayaan yang sedikit banyak bersifat positif
dengan kesetiaan fundamentil kepada Yesus. Orang-orang kristen radikal dari
masa yang kemudian cenderung untuk menggolongkan mereka semua pada orang-orang
yang tak berbeda dengan kelompok terbuang karena berkompromi atau ke Kristenan
yang murtad; tetapi ada perbedaan besar diantara mereka. Sikap yang ekstrim,
yang menafsirkan Kristus sepenuhnya dalam ukuran budaya dan cenderung untuk
meniadakan semua bentuk ketegangan di antara Yesus dan kepercayaan sosial atau
kebiasaan, diwakili dalam dunia Ellenisme oleh kaum Gnostik Kristen.24
Orang-orang dari golongan
Gnostik ini berusaha untuk menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapi
oleh ke Kristenan yaitu hubungan antara
Kristus dan budaya. Dari pandangan Gnostik yang menyesuaikan Kristus dengan
budaya ditemukan suatu pemahaman Kristus dari
kebudayaan.
Timbulnya pemahaman ini
adalah gerakan dari orang-orang non-Yahudi yang tidak memahami Lakitab
sepenuhnya. Pemahaman ini dilatarbelakangi oleh orang-orang filsafat yang
mencoba untuk memahami Alkitab dengan ilmu pengetahuan. Filsafat artiya adalah
mencintai hikmat atau mencintai kebijaksanaan.Jonar Situmorang disebutkan
bahwa: ”Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat dapat berarti cinta
akan hikmat atau kebijaksanaan.”25 Dengan
adanya filsafat ini, ke Kristenan dipahami dengan menggunakan filsafat. Orang
Kristen tidak lagi memahami Alkitab sebagaimana yang dikatkan Alkitab. Alkitab
ditafsirkan dengan menggunakan hikmat dan pengetahuan. Itu memberi arti bahwa
Alkitab dipahami dengan menggunakan akal. Dengan menggunakan akal orang-orang
Kristen memahami hubungan antara Kristus dengan kebudayaan, sehingga muncul
pemahaman Kristus dari kebudayaan. Sejak munculnya orang-orang filsafat
tersebut, Alkitab mulai dipahami dengan ilmu pengetahuan. Bahkan yang lebih
herannya lagi Alkitab dipahami dengan pemahaman akal yang disebut rasionalisme.rasionalisme
dengan kata dasar rasio adalah suatu pemahaman dengan menggunakan akal pikiran
manusia. ”Rasio melihat apa yang nyata, riil, dapat diraba, masuk akal, dan
logis sedangkan iman melampaui semuanya ini.”26
Dengan rasiolah dipahami tentang Kristus dan budaya. Sikap rasionalisme membuat
sebagian orang Kristen menempatkan rasio sebagai tolak ukur kebenaran. ”Sikap
religius ini menghasilkan penilaian yang tinggi atas semua kecakapan manusia,
khususnya rasionya sebagai otoritas tertinggi dan patokan yang menentukan
kebenaran. Rasio dan rasio sajalah yang dianggap mampu dan tepat untuk menilai
dunia fenomenal dan noumena.”27 Pemahaman
dengan rasio ini mulai berkembang sehingga memberikan suatu kontribusi terhadap
munculnya pemahaman yang menyatakan bahwa Kristus dari kebudayaan. Pada saat
munculnya pemahaman ini, timbul perlawanan dari Katolik, yang tidak setuju
dengan pemahaman ini.
Dilihat dari sisi yang lain
pemahaman ini bertujuan untuk memperluas kerajaan Allah melalui budaya. ”Tetapi
kita diingatkan untuk tidak memberi perlakuan yang tidak baik tetrhadap posisi
ini melalui refleksi bahwa beberapa kritiknya yang keras memberi andil dalam
sikap umum yang mereka pikirkan untuk ditolak; dan melalui pengenalan bahwa
suatu gerakan yang sudah berlangsung lama, pengkulturasian Kristus selain tidak
terelakkan juga teramat penting dalam perluasan kerajaanNya.”28 Pemahaman Kristus dari kebudayaan ini
memiliki tujuan yang sebenarnya adalah untuk memberitakan Injil. Tokoh-tokoh
kristen pada jaman yang sebelumnya selalu berusaha untuk memberitakan Injil
dalam suatu negara atau wilayah. Dalam wilayah tempat Injil ingin diberitakan
ditemui berbagai ragam budaya. Dengan demikian, dacari solusi untuk
memberitakan Injil dengan menggunakan kebudayaan setempat. Dengan harapan Injil diterima dengan
baik dan berkembang di daerah Injil diberitakan.
Walaupun
tujuan banyak orang Kristen yang menafsirkan Kristus sebagai Mesias dari suatu
kebudayaan adalah keselamatan atau pembaharuan kebuadayaan itu ketimbang
perluasaan kekuasaaan Kristus, namun mereka memberi sumbangan besar kepada yang
terakhir inidengan jalan membantu manusia memahami injil Yesus dalam bahasanya
sendiri, memahami watak Yesus melalui gambarannya sendiri, dan memahami
wahyuNya tentang Allah dengan bantuan filsafatnya sendiri.29
Dalam penulisan terjemahan
Alkitab ke dalam bahasa suatu budaya memakai kebudayaan yang ada di daerah
tersebut. Tidak sama halnya terjemahan Alkitab yang dipakai untuk bahasa Ibrani
dan bahasa Batak. Alkitab bahasa Ibrani diterjemahkan sebagian dengan menggunakan
beberapa kebudayaan Yahuudi. Tetapi berbeda ketika Alkitab diterjemahkan ke
dalam bahsa Batak Toba. Sebab dalam memberi gambaran atas penjelasan Alkitab
memakai budaya setempat dalam terjemahannya. Itu berarti bahwa Kristus bukan
hanya dari satu suku atau kebudayaan saja. Firman Allah sebagaimana disampaikan
kepada manusia dengan kata-kata manusia. Dan kata-kaata manusia adalah hal
budaya bersama dengan konsep-konsep yang berhubungan dengan kata-kata tersebut.
Alkitab sebagai firman Allah yang harus disampaikan kepada semua orang tidak
membatasi diri dalam satu bahasa untuk semua orang. Tetapi bagi budaya tertentu
Alkitab diterjemahkan dalam bahasa setempat dan banyak kebudayaan diwakili
dalam Alkitab. Hal ini dilakukan untuk menyatakan Injil dan kebenaran bahwa
Yesus adalah Juruselamat. Bukan juruselamat dari satu kelompok kecil saja,
tetapi dari dunia, sehingga muncul pendirian Kristus dari kebudayaan.
Kristus Di atas
Kebudayaan
Saat ini, diantara masyarakat Kristen
muncul sikap yang memiliki pemahaman : Kristus diatas kebudayaan. Sikap ini
dimiliki oleh orang Kristen yang sudah percaya Yesus, tetapi ingin
mempertahankan kebudayaan yang dimiliki. Kebanyakan orang Kristen memegang
kebudayaan dengan alasan bahwa kebudayaan ikut berperan penting dalam
pembentukan karakter seseorang ke arah yang lebih baik. ”Adat dibutuhkan
sebagai fktor-penertib, yang melindungi kehidupan yang benar dan yang menyokong
perilaku yang baik.”30
Pemahaman yang sperti ini membuat seorang Kristen meletakkan imannya di dalam
Yesus tetapi juga melakukan tuntutan kebudayaan secara keseluruhan.
Adat itu
perlu mutlak sebagai tatatertib kehidupan sukubangsa. Namun perlu juga melihat
atau mempersoalkan sifat khas adat tersebut sebagai patokan atau pedoman yang
bersaingan dengan etika yang timbul dari kepercayaan kepada Yesus Kristus. Sebagai
anggota dari suatu kelompok masyarakat, dituntut untuk melakukan asegala
tuntutan kebudayaan setempat. Akan tetapi sebagai seorang anggota dari orang percaya,
dituntut untuk mematuhi segala perintah dan ketetapan Allah. Orang Kristen
berada di dalam kedua kenggotaan tersebut sehingga muncul suatu golongan yang
melakukan segala tuntutan hukum Allah tetapi juga melakukan segala tuntutan
kebudayaan. Dengan adanya sikap seperti ini maka timbul suatu pemahaman:
Kristus diatas kebudayaan.
Sikap
ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Kristus dan kebudayaan atau
ajaran iman Kristen dan tuntutan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus
terarah pada tujuan ilahi dan juga berhubungan dengan masyarakat. Ia harus
mempunyai dua tujuan sekaligus. Tujuan kehidupan manusia tidak terbatas pada
dunia. Ia perlu mencari hidup kekal yang disempurnakan di dunia yang akan
datang. Namun, ia juga bertanggungjawab di dunia. Ia perlu mengasihi dan
membangun masyarakat tetapi juga mengasihi Tuhan Allah. Dengan itu, maka yang
dilakukan adalah melaksanakan semua tuntutan keagamaan dan sekaligus
unsur-unsur kebudayaan yang mungkin saja bisa bertantangan dengan Firman Tuhan.Sikap
Dualis: Kristus dan Kebudayaan Dalam Paradoks.
Sikap dualis menunjukkan bahwa manusia mengakui kewajiban untuk mentaati
Kristus dan mengembangkan kebudayaan sambil juga membedakan antara dua
kewajiban itu. Orang Kristen wajib melayani Tuhan dalam dunia dan melalui dunia
serta kebudayaan. Melayani Tuhan dalam gereja dan sekaligus melayani melalui
gereja. Dengan ini muncul warga gereja yang sngguh-sungguh tetapi sekaligus ia melakukan semua tuntutan adat
istiadat. Dengan pemahaman seperti ini, terkadang menonjol dalam satu hal saja.
Ada kalanya lebih mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lain. Yang
mengherankan adalah orang Kristen sendiri mengutamakan kebudayaan daripada
Kristus. Hal ini disebabkan oleh sikap yang terlalu menonjolkan kebudayaan.
”Kita justru hidup dalam zaman seperti ini, sebab dasarnya adalah kita terlalu
membanggakan kebudayaan manusia, tetapi tidak mau firman Tuhan.”31 Namun orang-orang yang seperti ini
adalah orang yang sudah mengalami kemunduran dalam prestasi kerohanian. Dalam
pemahaman Kristus diatas kebudayaan tidak mengambil pilihan Kristus dan
kebudayaan. Jika hal ini terjadi, berarti menganggap Kristus setara dengan
kebudayaan. Juga tidak memilih salah satu dari dua pilihan Kristus atau
kebudayan. Jika demikian memilih yang satu dan mengabaikan yang lain. Sementara
Sebagai orang Kristen, menerima Kristus sebagai yang tertinggi dalam kehidupan
sendiri tetapi tidak mengabaikan kebudayaan setempat. Orang Kristen tidak tanpa
alasan tetap memegang dan melakukan tuntutan-tuntutan kebudayaan. Akan tetapi,
Yesus sendiri berpesan untuk tunduk kepada pemerintah.
Janganlah kamu berpikir bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat dan
para nabi; Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Karena sesungguhnya Ku berkata kepadamu: sampai langit dan bumi lenyap, satu
noktah atau satu titikpuntidak akan ditiadakan dari hukum taurat sampai
semuanya terjadi. Karena itu siapa yang mengurangi salah satu perintah hukum
Taurat yang terkecil sekalipun dan mengajarkan demikian kepada orang lain, ia
akan disebut sebagai yang terkecil dalam kerajaan surga; tetapi siapa yang
melakukan dan mengajarkan segala perintah hukum taurat akan disebut besar dalam
kerajaan surga. Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi milik kaisar dan
kepada Allah apa yang memang milik Allah. Biarlah tiap-tiap orang tunduk kepada
kuasa yang memerintah. Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari
Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, sudah ditetapkan oleh
Allah....pemerintah adalah pelayan Allah.32
Dari ungkapan tersebut,
Yesus mengajarkan kepada setiap orang percaya untuk tidak melawan kepada
pemerintah dan kebudayaan yang ada di dalam nya. Akan tetapi ketaatan yang
dimaksudkan oleh Yesus adalah ketaatan dalam konteks takut akan Tuhan. Sebab
pemerintah adalah pelayan Allah. Artinya bahwa orang Kristen yang melakukan
tuntutan kebudayaan tidak lepas dari konteks takut akan Tuhan. Seorang tokoh
dari pemahaman ini mengemukakan pendapatnya bahwa di atas segalanya haruslah
seorang yang baik sesuai dengan patokan dari kebudayaaan yang baik. Kristus
mengundang orang untuk mencapai dan menjanjikan mereka realisasi suatu
kesempurnaan yang bahkan lebih besar dari apa yang diperoleh seorang bijaksana.
Yang tahan nafsu.
Dalam
pemahaman ini dihayati bahwa Kristus sendiri tidak menolak kebudayaan, bahkan
sangat menghormatinya. Kebudayaan tidak perlu dimusuhi. Karena kebudayaan
merupakan salah satu realisasi jatidiri manusia yang telah diberi akal budi
oleh Allah. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa melalui kebudayaan manusia dapat
mengenal tentang apa yang baik dan buruk (nilai-nilai hidup). Hanya saja
nilai-nilai hidup yang ditawarkan oleh kebudayaan itu tidak mungkin mencapai
pada pengenalan akan Allah yang sejati. Oleh karena itu kebudayaan membutuhkan
tambahan, yaitu anugerah Allah (dalam hal itu: Yesus Kristus). Yesus Kristus memberi nilai plus pada kebudayaan.
Dalam
pemahaman Kristus di atas kebudayaan dihayati bahwa selama Injil berada di
dunia, maka Injil atau orang percaya akan selalu berada dalam suasana
pergumulan. Pada satu sisi percaya adalah anggota keluarga Allah, tetapi di
sisi lain orang percaya masih banyak terikat oleh kebutuhan dan juga godaan
dunia. Keadaan seperti ini sangat sulit kita hindari. Perhatikan gambar di
samping ini. Kondisi orang percaya selalu berada dalam ketegangan dengan dunia
atau kebudayaan. Hal yang perlu dilakukan dalam posisi seperti ini adalah upaya
untuk selalu mengedepankan kehendak Tuhan supaya kita tetap dapat hidup dengan
baik di dunia serta berkenan di hadapan Tuhan.
Kristus dan Kebudayaan Dalam Paradoks
Usaha-usaha menyatukan Kristus dan kebudayaan telah menjadi sasaran
orang percaya sepanjang sejarah. Hingga saat ini masih ditemui beberapa gereja
yang memiliki pandangan berbeda mengenai Kristus dan kebudayaan. Di satu sisi
Kristus terpisah dari kebudayaan dan sisi yang lain kebudayaan tidak terpisah
dari Kristus dan masyarakat. Dengan keadaan yang demikian muncul suatu golongan
masyarakat paradoks yang disebut kaum dualis. Karena ingin namanya lebih baik,
kaum dualis berusaha menjawab masalah Kristus dan kebudayaan dengan melihat
kedua-duanya tidak ada yang lebih baik atau buruk. “…yaitu oleh pihak yang
berusaha untuk menjawab masalah Kristus dan kebudayaan dengan suatu
“keduanya-dan”.”33 Kaum dualis berusaha
untuk berlaku adil kepada kebutuhan untuk menyatukan dan untuk membedakan
antara kesetiaan kepada Kristus dan tanggung jawab bagi kebudayaan. Masalah
dalam kaum ini terletak pada kebenaran Allah dan kebenaran diri. “Di satu pihak
adalah kita dengan segala kegiatan kita, negara-negara dan gereja-gereja kita,
karya-karya kafir dan karya karya kristen kita; di lain pihak adalah Allah
dalam Kristus dan Kristus dalam Allah.”34
Masalah
Kristus dan kebudayaan dalam situasi ini bukanlah issu yang ditempatkan oleh
manusia pada dirinya sendiri tetapi suatu issu yang ditanyakan kepada Allah
kepadanya;bukanlah sesuatu tentang orang kristen dan orang kafir tetapi suatu
pertanyaan tentang Allah dan manusia. Allah adalah anugrah dan manusia ada
dalam dosa. Anugrah tidak diberikan kepada manusia melalui perbuatan-perbuatan.
Anugrah selalu ada dalam perbuatan Tuhan; itu adalah atribut Allah karena
anugrah sepenuhnya milik Allah. Akan tetapi, manusia ada dalam dosa dan dosa ada dalam manusia. “Di
hadapan Tuhan yang maha mulia yang disalibkan, manusia melihat seluruh usaha
dan kerja mereka tidak hanya secara menyedihkan, tidak cukup diukur dengan
ukuran kebaikan, tetapi juga najis dan busuk.”35
Kebudayaan itu dinilai sangat kotor dan mengandung dosa. Kaum dualis mengatakan
bahwa dihadapan kesucian Allah tidak ada perbedaan antara kebudayaan yang satu
dengan kebudayaan yang lain, sebab semuanya adalah kotor.
Kebudayaan
manusia itu bejat; dan ini meliputi semua karya manusia, tidak hanya meliputi
prestai-prestasi di luar gereja, tetapi juga di dalamnya, tidak hanya filsafat
sejauh hal itu adalah prestasi manusia tetapi teologia ,juga, tidak hanya
pembelaan orang Yahudi tentang hukum mereka tetapi juga pembelaan Kristen
tentang ajaran Kristen.36
Semua
perbuatan manusia, semua kebudayaan, diajari oleh keingkaran terhadap Allah,
yang merupakan hakekat dosa. Keingkaran terhadap Allah muncul sebagai kehendak
untuk hidup tanpa Allah, untuk mengabaikanNya, untuk menjadi sumber dan
permulaannya sendiri, untuk hidup tanpa berhutang budi dan diampuni, untuk
madiri dan yakin akan diri sendiri, untuk menjadi seperti ilah dalam diri
sendiri. “Karena itu orang dualis bergabung dengan orang Kristen radikal dalam
menyatakan bahwa seluruh kebudayaan manusia mengingkari Tuhan dan menderita sakit
ke arah kematian.”37 Namun
ada perbedaan di antara kaum ini: kaum dualis mengetahui bahwa ia termasuk
dalam kebudayaan itu dan tidak dapat keluar dari padanya, dan bahwa Allah
memang menyokongnya di dalam dan dengan kebudayaan itu.
Dalam
keadaan ini tidak hanya pembicaraanya bersifat paradoks tetapi juga sikapnya.
Ia ada di bawah hukum tetapi juga di bawah anugrah; ia orang berdosa, namun
benar; ia percaya sebagai orang yang ragu-ragu; ia mempunyai kepastian namun
berjalan disepanjang ketidakpastian. Jadi, dalam pandangan ini juga tidak ditemukan jalan keluar terhadap
Kristus dan kebudayaan.
Kristus Pengubah Kebudayaan
Kristus pengubah kebudayaan. Sikap ini
menunjukkan bahwa Kristus sebagai penebus yang memperbaharui masyarakat dan
segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki
dan membuat pengertian kebudayaan yang baru melainkan memperbaharui hasil
kebudayaan. Oleh sebab itu, jika orang percaya mau mempraktekan unsur-unsur
budaya, maka perlu memperbaikinya
agar tidak bertantangan dengan Firman Tuhan. Hal itu merupakan tugas manusia.
Manusia yang membawa amanat Kristus harus membaharui hal-hal lama dalam masyarakat. Karena perkembangan dan kemajuan
masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh
sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus.
Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat
pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitas budaya, maka mereka wajib
melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan
atau menggunakannya.Dalam pemahaman ini dihayati bahwa kehadiran Injil di
tengah dunia adalah untuk memperbaharui dunia-kebudayaan. Ada seorang teolog
terkenal yakni Johanes Calvin yang mengungkapkan bahwa dengan kehadiran
Kristus, maka seseorang dipanggil untuk menjadikan dunia sebagai panggung untuk
memuliakan Allah. Kebudayaan tidak perlu dimusuhi atau ditentang, melainkan
seseorang bisa memberi makna baru pada suatu kebudayaan. “Bagi Agustinus
Kristus adalah pengubah kebudayaan dalam arti bahwa Ia memberi arah baru, mberi
tenaga baru, dan meregenerasikan hidup manusia, yang dinyatakan dalam semua
karya manusia, . . . .”[38]
Orang Kristen perlu memanfaatkan budaya sebagai kekayaan kasih karunia-Nya yang
melimpah-limpah untuk semakin menghayati iman kristianinya dan memaknai
hidupnya di tengah kultur yang beragam sehingga Tuhan dikenali, bukan
diingkari, agar Tuhan diyakini, bukan disangkali. “supaya pada masa yang akan
datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang
melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.”[39]
Orang percaya, dengan lebih dulu mengasihi Allah atau dengan didorong oleh
kasih kepada Allah menggunakan kebudayaan untuk memuji Tuhan. Kristus yang ada
dalam diri orang percaya mengubah pola pikir terhadap kebudayaan tersebut.
Dengan sikap yang mengasihi Tuhan menggunakan karyanya untuk memujiNya. Sebagai
contoh dalam lingkungan orang Batak, kebudayaan diubah karena pengaruh dari
zending-zending dan para raja dalam periode awal masuknya Injil.
Adat bukanlah suatu hal yang tak berubah. Pengakuannya oleh para zendeling membawa-serta
perubahan-perubahan dalam adat. Pertama, dengan sengaja adat diubah oleh para
utusan zending dan oleh para raja. Mereka membagi-bagi adat atas
ketentuan-ketentuan dan unsur-unsur yang bersifat anti-kristen, yang netral,
dan yang pro-kristen, dan kemudian
memanfaatkannya sesuai dengan pembagian tersebut. Dan adat menjadi terpengaruh
oleh kekuatan Injil.[40]
Tidak semua kebudayaan itu adalah jahat dan tidak baik. Akan tetapi banyak
hal yang terkandung dalam kebudayaan membentuk moral seseorang lebih baik.
Bukan hanya orang yang belum percaya, tetapi juga orang percaya yang senantiasa
taat kepada Allah.
Kebaikan-kebaikan moral yang dikembangkan manusia dalam kebudayaan mereka
yang sesat tidak diganti dengan anugrah-anugrah baru, tetapi telah diubah
dengan kasih. Ketenangan adalah kasih yang memelihara diri sepenuhnya dan tak
bercela bagi Allah; kekuatan jiwa adalah kasih yang menanggung segala sesuatu
demi untuk Alla; keadilan adalah kasih, yang hanya melayani Allah dan karena
itu mengatur segala hal yang lainnya dengan baik; berhati-hati adalah kasih
memuat pembedaan yang benar antara apa yang membantu untuk menuju kepada Allah
dan apa yang dapat menghalanginya.[41]
Seorang kristen hidup dalam suatu kebudayaan dimana semua perbuatannya
telah diatur kembali oleh perbuatan anugrah Allah yang menarik semua orang
kepada diriNya. Dan dimana semua orang aktif dalam karya-karya yang diarahkan
kepada dan dengan demikian mencerminkan kasih dan kemuliaan Allah. Dalam paham
ini, Kristus disebut sebagai pemberi hidup baru dalam kebudayaannya. Sebagai
manusia di dunia ini, orangpercaya tidak lepas dari kebudayaan. “Manusia bukan
hanya hidup selama beberapa puluh tahun di dunia, setelah manusia meningal,
sifat budaya masih bisa berpengaruh bagi generasi berikut, sedangkan sifat
agamanya membawa dia pulang ke tempat kekekalan dengan sejahtera.”[42]
Kristus dan budaya memiliki peranan masing-masing dengan tujuan yang berbeda. Budaya
memiliki peran yang luas dalam aspek kehidupan manusia. ”Saya menghargai
perluasan kesadaran global; pemahaman terhadap arena-arena budaya, pendidikan,
sosial, dan politik yang berbeda-beda; manfaat-manfaat dari hiburan .... mampu
mengkomunikasikan pesan-pesan secara instan dan global.”[43]
dalam hal ini, budaya memiliki peranan yang baik dalam kehidupan manusia.
Termasuk di dalamnya adalah orang percaya.
10Wesley Ariarajah. Injil dan Kebudayaan (Jakarta: Gunung Mulia,
1997), 27.
11Robert J. Schreiner, Rancang
Bangun Teologi Lokal (Jakarta: Gunung Mulia, 1996), 83.
12Robert J. Schreiner, Rancang
Bangun Teologi Lokal (Jakarta: Gunung Mulia, 1996), 83.
13H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt ), 12-13.
14Robert J. Schreiner, Rancang Bangun Teologi Lokal (Jakarta:
Gunung Mulia, 1996), 241.
15Suh Sung Min, Injil dan Penyembahan
Nenek Moyang (Yogyakarta: Media Presindo, 2001), 11-12.
16Merill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru
(Malang: Gandum Mas, 2006), 365.
17LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 203.
18H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 55-56.
19LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 286.
20H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 56.
21LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 240.
22H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt),64.
23H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt),98.
24H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 95-96.
25Jonar Situmorang, filsafat dalam terang iman Kristen (Yogyakarta: ANDI Offset, 2008),
5.
28H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 112.
29H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 114.
30Lothar Schreiner, Adat dan
Injil, (Jakarta:
gunung Mulia, 2003), 5.
31Stephen Tong, Daosa dan
Kebudayaan, (Jakarta:
Institud Reeformed, 2004), 67-68.
32H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 139-140.
33H. Richard Neibhur, Kristus dan Kebudayaan (Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 171.
34H. Richard Neibhur, Kristus dan Kebudayaan (Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 172.
35H. Richard Neibhur, Kristus dan Kebudayaan (Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 174.
36H. Richard Neibhur, Kristus dan Kebudayaan (Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 175.
37 H. Richard Neibhur, Kristus dan Kebudayaan (Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 179.
[38]H. Richard Neibuhr, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 237.
[39]LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 233.
[40]Lothar Schreiner, Adat dan Injil, (Jakarta: gunung Mulia, 2003), 5.
[41]H. Richard Neibuhr, Kristus
dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt), 242.
[42]Stephen Tong, Daosa dan
Kebudayaan, (Jakarta:
Institud Reeformed, 2004), 9.
[43]Larry W. Polland, God and
Culture, edt: D. A Carson dan John D. Woodbridge (Surabaya: Momentum, 2011), 311.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar