BAB
III
SIKAP
PRO DAN KONTRA TERHADAP ADAT BATAK
Bertambahnya pengetahuan
manusia tentang Allah akan mempengaruhi sikap terhadap Allah dan sikap terhadap
lingkungan. Pengetahuan tentang Allah, yang dimiliki seseorang akan
mempengeruhi sikap dalam kehidupan sehari-hari. Dalam masyarakat sekarang ini
terdapat dua kelompok dalam masyarakat Batak yanng sudah percaya kepada yesus.
Kelompok ini dibedakan berdasarkan sikap terhadap adat Batak. Adat Batak
termasuk salah satu hal yang sangat diperbincangkan oleh sebagian orang batak
yang sudah percaya pada era sekarang. Kedua kelompok tersebut adalah kelompok
orang Batak yang sudah percaya dan pro terhadap adat Batak. Kelompok yang kedua
adalah kelompok yang kontra terhadap adat Batak.
Dalam
keadaan ini, kedua kelompok tersebut memiliki latar belakang yang sama sebagai
orang percaya. Timbulnya kedua kelompok tersebut tentu akan mempengaruhi
pertumbuhan iman setiap orang dalam kelompok masing-masing. Kedua kelompok ini
selalu memberikan alasan yang menekankan bahwa latarbelakang sikap yang
diapahami dan dilakukan adalah dalam takut akan Tuhan. Hal ini akan selalu
menjadi pergumulan dalam masyarakat Batak Kristen. “Perlu diakui bahwa
masyarakat Batak Kristen akan terus bergumul dengan masalah kronis tentang persentuhan
adat Batak yang tetap mereka hidupi dalam pergaulan hidup komunitas itu
sehari-hari dengan Injil Kristus yang mereka imani.”1
Sesungguhnya, suku bangsa Batak terkenal dengan dua identitas yaitu kekristenan
dan adat Batak yang kental. Kedua identitas ini diwariskan dari orang tua
secara turun-temurun dan dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga
dengan perpaduan kedua identitas ini sulit untuk menentukannnya atau
mengkolaborasikan. ”Namun didalam masyarakat Batak masih ditemukan kesulitan
saat memadukan upacara adat Batak dan Iman kristen, sebagian ada yang
meninggikan adat Batak tetapi ada pula yang menolaknya.”2
Penggabungan antara adat Bastak dan Injil ini merupakan suatu hal yang tidak
pernah ada ujungnya. Oleh karena itu perlu dipahami apa latar belakang setiap
kelompok yang berbeda sikap terhadap adat Batak tersebut. Apa alasan menolak
adat Batak dan apa juga alasan menerima adat Batak. Kendatipun kedua kelompok
tersebut adalah orang-orang yang memiliki latarbelakang orang percaya. Seandainya
bukan orang percaya, tidak akan menjadi masalah terhadap adat Batak tersebut. Akan
tetapi, kedua kelompok tersebut memiliki status sama yaitu orang percaya yang
memiliki paham dan sikap yang berbeda. Perbedaan inilah yang menjadi bahan
perdebatan antara kedua kelompok tersebut. Beberapa hal yang selalu dipertanyakan adalah
Bagaimana sikap seseorang melihat adat Batak sebagai produk budaya leluhur?,
Bagaimana pandangan Injil Kristus terhadap adat?, dan Apakan Adat Batak
bertentangan dengan Injil?. Beberapa orang dari orang Batak yang sudah memiliki
pengethuan teologi yang tinggi sudah mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut
melalui pelaksanaan seminar di beberapa kota di Indonesia. Akan tetapi, belum
diperoleh kepuasan atas perbedaan kelompok tersebut.
Sikap Yang Menerima Adat Batak
Pengertian
seseorang mengenai adat memberikan sikap yang berbeda terhadap adat tersebut. Dalam pengertian beberapa orang, adat dapat dimengerti dengan
berbagai macam definisi. Dalam masyarakat Batak terdapat beberapa pengertian
adat Batak tersebut yang disampaikan oleh orang-orang Batak yang sudah memiliki
pengalam an dalam adat tersebut dan memiliki pemahaman Alkitab yang luas. Beberpa
orang berkata bahwa adat tersebut berhubungan dengan kesopanan dalam praktek
hidup sehari-hari.
Kata orang: “Kesopanan membawa kehidupan, kekurang-ajaran membawa
kebinasaan”, yang artinya: dalam kesopanan manusia hidup dan dalam kekurang-ajaran manusia menjadi
binasa; itulah adat undang-undang dan hukum untuk adat Batak atau habatahon.
Jadi kesopanan itu adalah adat yang baik, yang membawa kehidupan, dan
kekurang-ajaran itu adalah yang jelek yang membawa kebinasaan dan kematian.3
Artinya
adalah bahwa adat Batak tersebut memiliki peranan dalam membentuk pribadi yang
baik. Sesungguhnya peranan dari adat tersebut adalah untuk pembentukan karakter
yang baik di kalangan masyarakat tempat tinggal. Jika dilihat dari segi
undang-undang, adat Batak juga memiliki undang-undang alam segala aspek
kehidupan. Dengan kata lain, undang-undang dan hukum adalah pengetahuan tentang
yang baik dan yang jelek. Tidur, duduk, berdiri, berjalan, dan sebagainya ada
undang-undangnya.
Bertemu, bercakap-cakap, bertanya, berkumpul-kumpul, dan sebagainya,
ada undang-undang dan hukumnya. Makan, menerima suapan daging khusus
(sulang-sulang), membayar uang jujuran dan mengawinkan anak perempuan dan
sebagainya, ada undang-unang dan hukumnya. Tolong menolong dalam pekerjaan,
bersekutu, memiliki dan mengerjakan sesuatu, beristri dua, beranak kandung,
beranak tiri dan sebagainya, ada undang-undang dan hukumnya….. Jadi tidak ada
sesuatu yang tidak ada undang-undang dan hukumnya, dalam pekerjaan, dalam
bentuk dan perilaku habatahon atau adat Batak. Semuanya adalah adat, dan semua
adat itu ada undang-undang dan hukumnya; di situlah menjadi kelihatan kesopanan
yang baik yang membawa kehidupan, dan kekurang-ajaran yang jelek yang membawa
kebinasaan dan kematian.4
Dilihat
dari pengertian terasebut, ruang lingkup adat tersebut mencakup seluruh
kehidupan orang Batak. Oleh sebab itu, sebagian orang Batak menerima adat batak
sebagai hal yang tidak perlu untuk dipertentangkan. Adat Batak memiliki peranan penting dalam kehidupan
sehari-hari orang Batak. Bukan hanya dalam lingkungan orang percaya saja, adat
Batak memiliki peranan yang baik dalam praktek hidup orang yang bukan percaya.
Di kalangan orang Batak Islam pun adat Batak memiliki peranan yang sangat
penting secara khusus dalam pernikahan.
Tidak
hanya di kalangan orang Batak yang beragama Kristen angka perceraian rendah
sekali, akan tetapi juga di kalangan orang Mandailing yang terkenal taat
beragama Islam. Menurut Dr. Donald Tugby, seorang ahli antropologi dari
Australia, yang mulai dari tahun 1955 hingga tahun 1974 empat kali mengadakan
penelitian ilmiah tentang migrasi orang Mandailing ke Malaysia Barat (migrasi
ini sejak tahun + 1830), di kalangan mereka itu ada semboyan hidup yang
populer, bunyinya, ”kita orang Mandailing tidak mau cerai hidup, mau ceari mati
saja”.5
Dari
kutipan di atas dapat dilihat atau dimengerti bahwa keberadaan adat Batak
tersebut memiliki peranan dalam tatanan hidup bermasyarakat. Jika dilihat dari
semboyan adat Batak tersebut, jelas bahwa adat pernikahan yang dianut bersifat
Alkitabiah. ”Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu
daging.Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang
telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”6
Itu sebabnya beberapa orang Batak memegang sikap menerima adat Batak.
Orang percaya Batak sadar betul bahwa berada di
dunia hidup di dalam masyarakat dan budaya, bukan di ruang vakum dan juga belum
di surga. Sebab itu
gereja secara sengaja berinteraksi dengan masyarakat dan budaya. Namun, orang
percaya Batak juga sadar bahwa ia memiliki tugas khusus dari Allah di dunia ini
yang membuatnya tidak boleh persis serupa dengan dunia. Janganlah kamu menjadi
serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga
kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan
kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2). Di satu sisi orang Batak yang sudah
percaya hidup dalam komunitas budaya Batak.
Dilihat dari segi
kekerabatan, orang Batak adalah salah satu suku yang kental dengan budaya adat
sebab adat tersebut memiliki peranan penting dalam menjalin hubungan dengan
orang Batak lainnya. Dengan adanya pengaruh positif dari adat Batak tersebut,
beberapa gereja di tanah Batak melakukan kontekstualisasi dengan memberi makna
baru terhadap adat yang sudah ada sejak zaman dahulu tersebut. “Nampaknya
Gereja berupaya melakukan kontekstualisasi dengan mengangkat praktek-praktek
warisan kepercayaan tradisional itu dan memberinya makna baru.”7 Sebagian orang Batak yang sudah
menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak menolak adat Batak secara
keseluruhan, dan juga tidak serta-merta menerima adat batak dalam kehidupan
kekristenan. Akan tetapi Menerima beberapa dari adat tersebut dan
mempraktekkannya dengan memberi suatu makna yang baru. Setiap adat Batak yang diterima dan
dipraktekkan tersebut tidak lagi dipahami sebagaimana orang Batak pada zaman
dahulu memahaminya.
Pandangan Terhadap Adat Batak
Pandangan Injil terhadap adat Batak
merupakan patokan orang percaya Batak dalam mengambil sikap terhadap adat Batak
tersebut. Pandangan orang percaya Batak yang menerima adat Batak tersebut
berawal dari pemikiran bahwa tidak semua praktek adat Batak tersebut
penyembahan berhala. Injil dan budaya sangat penting karena sama-sama mengklaim
kewibawaan atas seluruh kenyataan, jadi tidak ada domain wilayah yang
terpisah-pisah, karena seluruh kenyataan adalah seluruh wilayah kebudayaan. Tidak
ada daerah yang secara keseluruhan adalah lepas dari kebudayaan atau adat. Budaya
pada hakikatnya bicara tentang seluruh hidup manusia. Semua disentuh oleh agama
dan budaya, mulai dari pakaian, makanan, musik, bacaan, film, istri, suami,
anak, olahraga, ekonomi, politik, teknik dan lain lain. Karena budaya
menyangkut seluruh hidup manusia, maka sering kali terjadi gesek-menggesek
antara budaya dan agama, yang bertambah kompleks lagi karena agama sendiri juga
memiliki budayanya.
Kebiasaan-kebiasaan keagamaan yang
dilakukan turun temurun akan menjadi suatu budaya oleh omasyarakat yang
melakukannya. Seperti halnya tuntutan-tuntutan hukum taurat menjadi suatu adat
bagi bangsa Israel yang adalah bangsa pilihan allah. Sebab tuntutan-tuntutan
hukum taurat tersebut menjadi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh bangsa
Israel turun-temurun. Sebagai contoh, dalam kitab Roma Paulus mengingatkan
bangsa Yahudi supaya melakukan Hukum Taurat bukan hanya sebagai kebiasaan saja.
Bangsa Yahudi melakukan sunat lahiriah sebagai kebiasaan tanpa mengerti apa
makna dari sunat tersebut.
Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika
engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya. Jadi jika orang yang tak bersunat
memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan
orang yang telah disunat? Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi
yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis
dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat. Sebab yang disebut Yahudi
bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang
dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak
nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan
secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari
Allah.9
Dalam kitab Roma dijelaskan oleh Rasul
Paulus supaya bangsa Yahudi melakukan hukum taurat bukan untuk bermegah. Sebab
bangsa Yahudi sudah memahami hukum Taurat sebagai kebiasaan tanpa mengerti
makna yang terkandung dalam sunat tersebut. Dalam bukunya, Dave Hagelberg
mengatakan bahwa:
Kelima ayat ini berkaitan erat dengan bagian atas karena bagi orang Yahudi
tidak ada hal lain yang lebih penting daripada sunat. Bagi mereka, sunat
melambangkan hubungan khusus yang dimiliki mereka dengan Tuhan Allah. Memang,
menurut kejadian 17:11 sunat adalah ”tanda perjanjian antara Aku dan kamu.”
Sunat menjadi tanda yang membedakan antara orang Yahudi dengan orang bukan
Yahudi, sehingga istilah ”bersunat” sendiri dapat berarti ”orang Yahudi”, dan
istilah ”tidak bersunat” dapat berarti ”bukan Yahudi”. Hodges mengemukakan
bahwa sunat, sebagai sesuatu yang lahiriah, ternyata sudah membutakan mereka
karena kebutuhan batin mereka. Ia juga menegaskan bahwa hal ini sering terjadi,
dimana suatu tanda jasmani atau upacara mengambil alih kepentingan kesucian.
Demikian tanda jasmani itu mendukung kesombongan mereka yang memilikinya. 10
Sunat merupakan ajaran nenek moyang bangsa
Yahudi turun temurun. Karena ajaran turun-temurun, maka makna dan tujuan
sebenarnya sunat tersebut menjadi berubah. Dalam hal ini, orang Yahudi
mengalami perubahan pengertian ke arah yang negatif. Akan tetapi berbeda dengan
orang percaya Batak. Adat istiadat yang diwarisi semakin mengalami pembaharuan.
Semakin lama adat istiadat terssebut, semakin mengalami modifikasi atau
pembaharuan. Pemahaman dan sikap orang percaya Batak terhadap adat Batak sudah
berbeda dengan pemahaman dan sikap orang Batak zaman dahulu. Hal ini
dipengaruhi oleh masuknya Injil dalam masyarakat Batak. Perubahan pemahaman ini
berawal dari kontekstualisasi Injil yang dilakukan oleh Nomensen.
Pendekatan para zendeling terhadap adat suku Batak
serupa dengan yang berlaku terhadap susunan masyarakat. Para zendeling, dengan
didukung oleh pemerintah kolonial, berupaya untuk membendung tindakan
sewenang-wenang para raja, namun menghormati kekuasaan-kekuasaan raja itu,
bahkan menampung kekuasaan itu di dalam aturan gereja. Mereka juga menolak
unsur-unsur adat Batak yang dianggapnya bertentangn dengan agama Kristen, namun
berupaya menampung adat itu dalam suatu peraturan adat Kristen. Pada tahun
1867, Nomensen telah menyusun beberapa ketentuan yang menyangkut perilaku orang
Kristen selaku warga masyarakat, menjadi padanan peraturan jemaat yang mengatur
hidup mereka selaku anggota gereja. Ketentuan itu menyangkut hukum perkawinan,
hal main judi serta pencurian, dan hal bekerja pada hari Minggu. Di kemudian
hari, ”adat Kristen” ini diperluas. Para zendeling malah berupaya untuk
menyusun suatu ”hukum adat Kristen” yang lengkap.11
Upaya menerima adat Batak berdasarkan
keyakinan bahwa adat masing-masing bangsa atau suku, sama seperti susunan
kemasyarakatannya, telah disediakan bagi bangsa itu di waktu mereka diadakan
oleh Allah. Dalam kitab Kejadian 11 Allah memberikan bahasa yang berbeda kepada
manusia di bumi. ”Baiklah kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa
mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing (Kejadian
11:7). Ketika Allah menyerakkan bangsa yang satu bahasa, dan memberikan bahasa
masing-masing, allah juga memberikan pengetahuan dalam menjalani hidup dengan
berbagai kebudayaan. Termasuk di dalamnya adalah data Batak. Dengan demikian,
beberapa orang percaya Batak meyakini bahwa adat Batak merupakan pemberian
Allah kepada nenek moyang orang Batak. Dalam adat tersebut terdapat nilai-nilai
yang baik dan dilaksanakan dalam praktek hidup sehari-hari.
Sebagaimana di sekitar masyarakat orang
Batak ditemui kelompok orang Batak yang hidup dalam adat. Bahkan jika dilihat
di daerah asal orang Batak, di Tapanuli, hampir setiap hari ditemui acara adat
tersebut. Itulah sebabnya ada orang yang memberi pernyataan bahwa orang Batak
tidak bisa dipisahkan dengan adatnya. Ketika seorang Batak berjumpa dengan
orang Batak lain, akan menanyakan marga dan asal. Dengan sendirinya akan
melakukan salah satu dari adat Batak yaitu Tarombo
(tutur). Bagi orang Batak padaumumnya, memberi pernyataan bahwa seseorang itu
”na so maradat” (tidak memiliki sopan santun) dianggap merupakan pernyataan
yang sangat keras dan menyakitkan.
Praktek dan penerapan adat Batak tersebut tidak hanya kita lihat di kampung
halaman (disebut Bonapasogit bagi orang Batak), tetapi juga dengan sangat
meriah di perantauan, seperti di Batam. Karena itu, tidak heren jika ditemukan
gedung pertemuan yang digunakan oleh orang Batak seringkali dipenuhi oleh
berbagai macam acara adat, khususnya dalam hubungannya dengan pesta adat
pernikahan. Salah satu contoh, di Batam terdapat satu gedung yang dibri nama
”Sopo-sopo Na 8” Di MKGR bba Aji. Gedung ini selalu dipakai oleh orang Batak
untuk mengadakan acara-acara adat. Banyak nialai budaya yang diwarisi oleh
orang Batak dari nenek moyangnya masih dilakukan hingga sekarang. ”Nilai-nilai
budaya yang diwariskan nenek moyang tersebut antara lain adalah bahasa dan
tulisan Batak, gondang Batak (alat musik Batak tradisional), marga, tatanan
Dalihan Natolu, pakaian Batak seperti ulos (selendang), dll.”12 Masing-masing
nilai budaya tersebut memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat
Batak. Salah satunya adalah adat Dalihan natolu. Dengan adanya tatanan Dalihan
Natolu, orang Batak telah menjallankan semua bentuk adatnya mulai dari lahir
hingga meninggal dunia. “Prinsip Dalihan Natolu telah dilihat sebagai
“Kepanitiaan Tetap” dari masyarakat Batak, di mana dalam acara adat apapun
orang Batak tidak perlu repot-repot membentuk kepanitiaan, karena tatanan
Dalihan Natolu tersebut mengatur peran setiap orang Batak yang mau terlibat.”13 Dengan kata lain, Dalihan Natolu
memiliki nilai yang baik bagi orang Batak, baik yang belum percaya maupun yang
sudah percaya kepada Kristus. Humala Simanjuntak, mengungkapkan dalam bukunya:
“Keseluruhan nilai-nilai (values) tersebut dapat dikatakan merupakan deep culture, yaitu nilai-nilai yang
tidak luntur oleh hujan dan tidak layu oleh panas. Dia kokoh dan tahan uji,
sulit dihapuskan oleh pengaruh luar, selalu relevan dan dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan baru.”14 Manusia
tidak terpisahkan dari adat yang sudah ada sejak jaman nenek moyang. Adat selalu mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan jaman, tanpa menghilangkannya. Bahkan dengan agama pun
mengalami penyesuaian. Seperti yang diperlihatkan oleh B. Sidabutar, ”...tanpa
agama, kebudayaan tak punya arah tujuan yang jelas. Sedang tanpa kebudayaan
agama tidak menemukan dasar pijaknya di bumi. Jelas bahwa agama dan kebudayaan
itu sesungguhnya saling membutuhkan. Jelas pula bahwa adat istiadat itu pada
dasarnya bukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai agamawi.”15 Bagi golongan orang percaya Batak
menilai bahwa adat Batak memiliki nilai kebaikan yang bisa dipakai sebagai
landasan spiritual. Tidak heran jika orang Batak memiliki pandangan demikian,
sebab dari awal masuknya Injil ke tanah Batak sudah mengalami kontekstualisaii.
Injil dikontekstualisasikan oleh Nomensen terhadap adat Batak supaya Injil
diterima dengan baik.
Alasan Menerima Adat Batak
Berbicara
tentang pandangan terhadap adat Batak, merupakan hal tidak kaku lagi. Karena
permasalahan seperti ini sudah berlangsung lama sejak dulu. Yang menjadi ciri khas suku-suku bangsa di
Indonesia adalah adat-istiadatnya. Suku bangsa Batak mempunyai keunikan
adat-istiadat warisan leluhur yang masih dilestarikan hingga saat ini oleh
masyarakatnya. Dalam prakteknya, adat istiadat Batak bukan sekedar pranata
sosial, politik, hukum dan budaya saja bagi masyarakat Batak. Lebih dari itu, adat
istiadat merupakan ideologi, bersifat agma bahkan jalan hidup anggota
masyarakatnya. Jalan hidup yang dimaksud adalah jika seseorang melanggar hukum
adat tersebut, akan ada murka atau kutuk bagi orang yang melanggar tersebut.
Adat
kebudayaan merupakan hasil karya manusia. Oleh karena itu, penilaian terhadap
adat Batak tergantung kepada pengertian akan doktrin manusia. Golongan orang
percaya Batak yang menerima adat Batak memiliki pemahaman bahwa manusia adalah
buatan tangan Allah. Allah itu adalah kudus dan manusia adalah ciptaaan Allah. Dalam
karya tulisya, Mangapul berkata bahwa:
Pertama, kita melihat penegasan Alkitab bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan Rupa Allah. ”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan
rupa Kita...” (Kej. 1:26). Karena itu manusia sebagai gambar dan rupa Allah
memiliki nilai yang sangat agung dalam dirinya. Itulah sebabnya kita menemukan
bahwa di dalam hasil karya manusia terdapat karya-karya yang besar. Hal ini
terlihat dengan jelas dalam berbagai hasil penemuan manusia, baik di dalam
bidang ilmu pengetahuan (science) juga di dalam bidang kebudayaan.16
Pengetahuan
manusia berkembang dari jaman ke jaman karena manusia memang didciptakan oleh
Allah segambar dan serupa dengan Dia.. Nilai-nilai yang baik dalam diri Allah
terdapat juga dalam diri manusia. Semakin seseorang memiliki pengetahuan yang
baik tentang Allah, semakin baik juga perulaku hidupnya. Dengan demikian
pengetahuan manusia tentang segala sesuatu juga akan berkembang. Demikian
halnya dengan adat Batak, semakin maju pengetahuan manusia semakin berobah juga
adat Batak tersebut. Berkembangnya pengetahuan manusia tersebut mempengaruhi
perkembangan adat Batak.
Jika
diteliti di dalam Alkitab, maka akan ditemukan petunjuk adanya unsur adat tersebut.
Dalam Perjanjian Lama ditemukan adanya adat yang bersifat negatif dan ada juga
yang positif. Sebagai contoh yang bersifat negatif dapat dilihat dari kitab Raja-Raja,
bahwa bangsa Israel disebut telah berdosa kepada Tuhan.
Hal itu terjadi, karena orang Israel telah berdosa kepada TUHAN, Allah
mereka, yang telah menuntun mereka dari tanah Mesir dari kekuasaan Firaun, raja
Mesir, dan karena mereka telah menyembah Allah lain, dan telah hidup menurut
adat istiadat bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel,
dan menurut ketetapan yang telah dibuat raja-raja Israel.17
Bangsa
Israel telah dihukum oleh Allah karena adat yang mereka lakukan memberi dampak
negatif bagi ketaatan mereka kepada Tuhan.
Di
pihak lain, Perjanjian Lama menunjukkan pengaruh adat yang bersifat positif. Di
dalam hakim-hakim ditulis: ”...dilihat merekalah bahwa rakyat yang diam di sana
hidup dengan tenteram, menurut adat orang Sidon aman dan tentram. Orang-orang
itu tidak kekurangan apapubn di muka bumi, malah kaya hartanya”. (Hakim-hakim
18:7). Dalam hal ini, adat memiliki peranan yang positif dalam hidup manusia.
Bukan hanya dalam Perjanjian Lama yang memiliki unsur positif, namun juga dalam
Perjanjian Baru. Hal itu terlihat dengan jelas ditulis dalam Injil Yohanes dalam
kaitannya dengan kematian Yesus. ”Mereka mengambbi mayat Yesus, mengapaninya
dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang
Yahudi bila menguburkan mayat” (Yoh 19:40).
Dari beberapa hal
di atas, dapat dilihat bahwa golongan yang pro terhadap adat Batak memiliki
beberapa pendapat atau alasan. Yang pertaman adalah, Adat adalah warisan nenek
moyang yang harus dihargai oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Yang
kedua adalah, bahwa adat Batak memiliki nilai positif bagi pergaulan hidup
manusia untuk mendapat kedamaian dan kesejahteraan. Artinya, adat Batak
memiliki peranan yang positif bagi orang yang melakukannya, kendatipun tidak
semua harus dilakukan. Dan yang ketiga adalah bahwa adat Batak memiliki peranan
yang besar dalam pemberitaan Injil. Sejak jaman masuknya Injil ke tanah Batak,
para zending sudah menggunakan adat Batak sebagai sarana penginjilan. ”...Nomensen
membagi adat Batak kepada tiga kategori: adat yang netral, adat yang
bertentangan dengan Injil dan adat yang sesuai dengan Injil ”18 Contohnya memberikan ulos, Memberikan
sesajen di kuburan dan adat Tutur atau silsilah.
Adat Sebagai Sarana Penginjilan
Tidak dapat dipungkiri, kedatangan para misionaris ke Tanah Batak telah
menjadi cahaya bagi orang Batak. Kekeristenan yang datangnya dari Eropa
tersebut ternyata menjumpai sebuah kepercayaan yang sudah terlebih dahulu
mengakar di dalam hidup orang Batak. Perjumpaan kekristenan ala Eropa tersebut
dengan agama suku asli orang Batak ternyata menimbulkan banyak perdebatan
mengenai apakah adat yang selama ini dilaksanakan oleh orang Batak tersebut
tidak bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan yang ada di dalam Alkitab.
Nommensen, seorang penginjil, badan zending di Jerman, yang tercatat sebagai
peletak dasar utama HKBP dan juga menjadi Ephorus pertama HKBP, juga mengadakan
kompromi dengan adat.
Satu kisah tersebut tampak dalam surat
menyurat antara Nommensen dengan badan yang mengutusnya, RMG, dalam memilih
strategi antara menjaring dan mengail. Pola menjaring adalah
suatu bentuk penginjilan yang menekankan kuantitas, yakni membaptis
sebanyak-banyaknya untuk kemudian dibina. Sedangkan pola mengail adalah pola
yang lebih menekankan kualitas meskipun memakan waktu lebih lama dan
membutuhkan kesabaran yang lebih. Nommensen kemudian memang melakukan baptisan
massal, dan kurang begitu menekankan pola mengail.19
Hal inilah yang menyebabkan HKBP tidak dapat dilepaskan dari adat Batak
karena konsepsi adat Batak yang sudah tertanam tersebut langsung diadopsi
begitu saja, dan ini menjadi terbawa di dalam bentuk dan isi HKBP. Namun, di
sisi yang lain, para utusan Zending juga berusaha menaklukkan ‘agama
kafir’.Para zendeling berusaha untuk membersihkan adat itu dari kekafiran dan
untuk menyusun suatu kumpulan ‘undang-undang Kristen’ yang bertolak dari
tata-tertib adat. Akan
tetapi usaha untuk mengkristenkan adat secara kuantitatif ini tidaklah
menghapuskan sifat khas dan daya pengikat adat yang bersifat menyeluruh dan
supra-individual itu, malahan meneguhkannya.
Pendidikan yang
adalah salah satu usaha-usaha zending di bidang penginjilan, mau tidak mau
telah membawa masyarakat Batak terbuka kepada horizon baru. Terbukanya cara
berpikir mereka telah membuat mereka mulai keluar dari tanah asal mereka dan
bekerja di perkebunan-perkebunan. Kehidupan ekonomi yang semakin baik
juga membawa mereka berjumpa dengan dunia
baru perdagangan dengan dunia luar. Hal ini membawa mereka kepada krisis
kesetiaan dan kepada dualisme, apakah mereka harus tetap setia kepada
nilai-nilai adat yang begitu melekat kepada mereka, atau haruskah mereka
meninggalkan itu semua demi kemajuan dan nilai-nilai baru yang dibawa oleh
keristenan.
Slogan yang muncul untuk
mengungkapkan dampak terobosan kultur modern atas kehidupan orang Batak adalah
“Hamajuon”(kemajuan). Slogan ini juga muncul bersamaan dengan slogan
yang lain, yaitu “Manaekma bangso Batak” yang berarti majulah bangsa
Batak. Kedua slogan ini bahkan menjelma menjadi gerakan yang hendak menghimpun
potensi masyarakat Batak untuk mengejar kemajuan di bidang pendidikan,
kesejahteraan, sosial-ekonomis, bahkan juga politik. Berbekal hamajuon
mereka ingin setaraf dengan masyarakat Barat, dan sejajar dengan itu ingin
melepaskan diri dari dominasi pihak Barat, baik secara sosial-politik-ekonomi
maupun secara rohani.20
Daya
tarik kepada hamajuon ini menjadi
sebuah kebudayaan bagi orang Batak. Kebanyakan orang Batak menyekolahkan
anak-anaknya dengan pendidikan yang lebih tinggai dari orang tuanya. Dengan situasi yang demikian, para
missionaris mendirikan sekolah-sekolah kristen di tanah Batak. “Daya
tarik hamajuon sangat kuat di antara generasi muda Batak. Larangan-larangan
adat yang ketat dari generasi-generasi terdahulu dianggap tidak sesuai dengan
perubahan sosial yang pesat di Tanah Batak.”21
Generasi muda yang merasa adat dari
orang Batak terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan semangat hamajuon mereka,
sehingga mereka mencari pengalaman baru di luar Tanah Batak dan bertemu dengan
kehidupan baru yang lebih mempengaruhi pemikiran mereka mengenai kemandirian
disaat mereka kembali ke Tanah Batak. Orang Batak adalah salah satu suku di
Indonesia yang memiliki kebudayaan yang kaya. Sebagai coonoh adalah kebiasaan
berkumpul dalam lingkungan marga. Persekutuan satu marga tersebut mempengaruhi
perilaku setiap orang yang ada di dalamnya. Dengan kebiasaan berkelompok
tersebut, setelah masuknya Injil ke tanah Batak diadakan berbagai macam
perkumpulan marga dalam mendirikan posko pemberitaan Injil. Biasanya bagi orang
Batak, lebih percaya kepada orang yang satu marga dengannya dan lebih segan
kepada orang yang semarga. Dengan adanya perkumpulan sedemikian, dapat dipakai
sebagai sarana dalam pekabaran Injil.
Sikap
Yang Menolak Adat Batak
Persoalan besar
dan sangat penting yang dihadapi oleh seseorang yang memutuskan untuk sungguh-sungguh
mengikut Tuhan Yesus adalah mengenai adat istiadat. Dalam hal ini adalah orang
Batak yang sudah percaya kepada Yesus. Di daerah Medan, yang mayoritasnya
adalah orang Batak sering kali terjadi perdebatan dengan keluarga mengenai adat
Batak. Banyak kasus yang muncul dalam keluarga orang percaya Batak yang menolak
adat Batak. Permasalahan ini biasanya muncul sebagai hasil dari pengikutan
kepada Yesus Kristus dengan sepenuhnya. Hendri James dalam bukunya mengatakan
bahwa:
Persoalan besar dan sangat penting
yang dihadapi oleh seseorang yang memutuskan untuk sungguh-sunggguh mengikut
Tuhan Yesus adalah: apakah dia masih boleh telibat dalam upacara adat Batak
yang berasal dari masa ketika leluhurnya hidup dalam kegelapan rohani (haholomon) dan penyembahan berhala (hasipelebeguon).22
Kelompok orang Batak yang
menolak adat Batak memiliki pandangan bahwa Injil tidak bisa diterima oleh
seseorang tyang juga melakukan hukum taurat. Kelompok tersebut bahkan
menganggap bahwa Nomensen gagal menerapkan Injil dengan baik ke tanah Batak
karena tidak menuntaskan sikap yang menolak adat Batak. Oleh karena itu sikap
terhadap adat Batak merupakan permasalahan yang muncul sampai sekarang.
Permasalahan tersebut muncul ketika Injil Tuhan Yesus diberitakan
pertama kalinya oleh para Missionaris di Tanah Batak, dan terus berlanjut
hingga masa kini. Persoalan ini belum tuntas diselesaikan, baik sewaktu Pdt.
I.L. Nommensen masih hidup, pada masa gereja dipimpin para Missionaris
penerusnya, maupun pada masa pimpinan gereja berada di tangan orang Batak
sendiri.23
Golongan yang kontra terhadap adat batak menilai bahwa sampai akhir
hidupnya, Nommensen gagal menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu sumber
kegagalan Nommensen terletak pada kategori yang dibuatnya sendiri. Nommensen
sulit menentukan upacara adat Batak mana yang tidak bertentangan dengan Injil dan
upacara adat mana yang netral. Bagi kelompok ini, adat Batak adalah sesuatu
yang harus dijauhi karena mengandung unsur penyembahan behala. Tanpa memandang
nilai positif dari adat Batak, menolak adat Batak secara keseluruhan.
Tidak diketahui berapa persen orang Batak yang sudah tidak mempraktekan
lagi adat Batak. “Ada yang mengatakan bahwa persentase antara yang menerima dan
menolak adat sudah hampir berimbang. Meskipun kita tidak memiliki angka
perkiraan yang pasti, satu hal yang dapat dipastikan, yaitu adanya kenyataan
yang tidak dapat disangkali tentang orang-orang Batak yang menentang adat
Batak.”24 Saat ini sudah banyak orang Batak yang
sudah tidak peduli lagi dengan adatnya sendiri. Hal yang menarik dari bagian
ini adalah, kelompok yang menolak adat Batak tersebut adalah orang-orang yang
mengaku dirinya takut akan Tuhan.
Suatu kenyataan yang terjadi dalam
masyarakat Batak, yaitu adanya kelompok yang bukan saja tidak mempraktekkan dan
mendukung adat Batak, tetapi bahkan menentang adat tersebut secara sistematis
ingin meniadakannya. Sikap yang menolak adat Batak ini terjadi karena
pengikutan kepada Tuhan Yesus dengan sepenuhnya tanpa adanya suatu praktek
hidup yang mengandung unsur penyembahan berhala. Menurut golongan ini, semua
adat Batak terlibat dalam kuasa kegelapan, merupakan suatu agama yang memuja
nenek moyang.
Pandangan
Terhadap Adat Batak
Jelas bahwa pandangan
golongan yang menerima adat Batak berbeda jauh dengan pandangan golongan yang
menolak adat Batak. Ada beberapa pandangan golongan yang kontra trehadap adat
Batak mengenai adat itu sendiri. Yang pertama
ialah: semua adat Batak terlibat kuasa kegelapan. Merurut golongan ini, mereka
yang terlibat dalam adat Batak, berarti terlibat dalam kuasa kegelapan atau
mempraktekkan hasipelebeguon. Juga
berkata bahwa Nomensen gagal dalam menuntaskan sikap tetrhadap adat Batak Persoalan
ini juga disebabkan oleh tidak adanya pedoman atau aturan gereja yang jelas
dari pimpinan di Jerman, yang mengirim para Missionaris. Nomensen sendiri belum
dapat memutuskan sikap yang jelas terhadap upacara adat Batak karena upacara
adat Batak merupakan hal baru bagi mereka. Karenanya, terdapat perbedaan sikap
yang belum pernah dituntaskan di antara para Missionaris dalam menyikapi
jenis-jenis upacara adat Batak yang harus ditinggalkan. Pada prinsipnya, kelompok
yang menolak adat Batak sangat menekankan bahwa segala bentuk hasipelebeguon
harus ditinggalkan, karena bertentangan dengan Firman Tuhan. Salah satu tokoh
yang kontra adat Batak menulis dalam bukunya,
Husungkun ma, dia ma tahe adat Batak na so ulaon hasipelebeguon. Nda
sipelebegu do sude halak Batak andorang so ro dope hakristenon? Tung tagamon ma
ulaning adong adat Batak na ias (sirang) sian hasipelebeguon? Molo adong, hatahon ma nadia ma i? Nda tubu di hasipelebeguon do na jolo
ompunta di Batak?...25
Dari ungkapan di
atas dapat diketahui bahwa adat Batak tidak ada yang tidak terlepas dari
penyembahan berhala. Jadi semuanya sudah tertutup dan tidak lagi ada yang bisa
dipraktekkan. Bagi kelompok kontra adat Batak, seluruh rangkaian acara adat
Batak yang mendahului atau mengikuti acara gerejawi, tetap masih merupakan
upacara agama hasipelebeguon (penyembahan berhala). Henry James mengatakan
dalam bukunya:
Bagian selanjutnya dari tulisan ini
akan mengungkapkan bahwa upacara adat
Batak pada hakekatnya adalah upacara penyembahan kepada roh sembahan leluhur
kita dahulu. Dengan kata lain, upacara adat merupakan penyembahan kepada ilah lain di luar Tuhan
Yesus Kristus . Seluruh upacara adat itudiilhami dan sarat dengan keyakinan
religius sipelebegu leluhur orang Batak.26
Dari kutipan di
atas Henry jelas mengklaimm bahwa semua upacara adat tersebut merupakan
penyembahan berhala. Sekalipun orang Batak yang sudah percya melakukannya
dengan diawali dengan ibadah kepada Allah, golongan ini tetap mengatakan bahwa
praktek adat tersebut adalah penyembahan berhala. Dari beberapa kutipan di
atas, kelompok ini bukan hanya meragukan adanya kemungkinan sisi baik dan buruk
dari adat Batak, melainkan telah memberi keputusan yang bersifat final.
Yang kedua, pandangan kelompok
yang kontra adat Batak adalah kompromi. Menurut kelompok ini, keterlibatan
dalam adat Batak dilihat sebagai suatu tindakan yang mengkompromikan kebenaran
ajaran Injil. ”Karena itu, menurut mereka, siapapun yang masih terlibat dan
mempraktekkan adat Batak, pada saat yang sama mereka telah terlibat dalam sinkritisme (yaitu, sebuah paham, yang
mencampur adukkan berbagai kepercayaan).”27
Dengan demikian, orang Batak yang masih terlibat dalam adat Batak dilihat
sebagai seseorang yang tidak sepenuhnya menyerahkan diri kepada Tuhan Yesus. Hal
ini disebabkan oleh pandangan yang mengatakan bahwa adat tersebut adalah
penyembahan berhala. ”
Demikian juga dengan kebudayaan Batak. Jikalau kita meninjau upacara adat, maka
kita akan menyaksikan bagaimana leluhur kita melakukan berbagai rangkaian
upacara yang dibangun dari hidup yang menyembah kepada sesuatu yang lahir di
luar Yesus Kristus.” Siapapun yang mempraktekkan adat Batak, sekalipun orang
percaya yang sudah melakukan seleksi terhadap adat Batak, bagi kelompok ini
tetap terlibat dalam suatu kompromi. Kompromi yang dimaksud adalah
menggabungkan Injil dan penyembahan berhala. ”Tetapi, seluruh rangkaian adat
yang mendahului atau mengikuti acara gerejawi, tetap masih merupakan upacara agama sipelebegu.”28
Yang
ketiga adalah agama. Menurut kelompok
yang menolak adat Batak, keterlibatan seseorang dalam adat Batak bukan saja
dinilai telah mengkompromikan ajaran Injil, tetapi bahkan telah menjadikan adat
tersebut sebagai agama. Hal tersebut dilihat dari pandangan dan sikap pelaku
adat Batak yang sedemikian fanatik dan menjadikan adat Batak tersebut lebih
tinggi dari semuanya.
Sebagai masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah sebagai petani,
maka mereka memahami adanya keseimbangan antara alam makrsokosmos dengan alam mikroskosmos.
Antara dunia manusia dengan kepentingan hidup manusia itu sendiri. Keseimbangan
dijaga dengan memelihara berbagai aturan hidup yang diilhamkan oleh
sembahannya, yang hari ini disebut dengan “Adat
Batak”. Orang Batak mengenal adanya dewa tertinggi, yang menciptakan dan
menguasai kehidupan diseluruh alam semesta. Dewa itu biasa disebut dengan “Debata”. Pedersen menuliskan bahwa dalam
kosmologi Batak Debata atau dewa
tertinggi, menata alam dalam suatu tatanan Ilahi. Manifestasi tertinggi dari
Debata adalah “Adat”. Adat merupakan
tatanan ilahi yang berfungsi untuk membimbing orang-orang dan masyarakat untuk
menjaga refleksi dari tatatertib makrokosmos.29
Menurut kelompok
yang kontra terhadap adat Batak, adat Batak adalah agama nenek moyang, yang
mengatur kehidupan masyarakat Batak pada zaman nenek moyang. Hingga sekarang,
kelompok ini menilai bahwa adat Batak adalah merupakan suatu agama di luar
kekristenan. Itu sebabnya kelompok ini menolak secara keselurhan adat Batak.
Alasan Menolak Adat Batak
Saat ini
banyak orang Batak yang menolak adat Batak dan tidak mau mempraktekkann adat
Batak. Banyak kelompok yang menolak adat Batak muncul dan membawa pengaruh yang
besar terhadap orang Batak dan adat
sitiadatnya. Tentu kelompok ini menolak adat Batak bukan tanpa alasan. Menurut
kelompok ini cinta kepada Tuhan itu memberikan seluruh hidup kepada Tuhan.
Seorang yang mengikut Kristus tidak lagi melakukan kegiatan-kegiatan di luar
Tuhan. Banyak perdebatan dalam internet yang memberi tanggapan mengenai orang
Batak dan cintanya kepada Allah atau adat. Salah satunya adalah sebagai berikut:
Allah mengingatkan semua orang Percaya untuk memiliki satu Allah yang
disembah melalui Yesus Kristus. itu sebabnya ada Kel 20:3-6; yoh1:1-18, Allah
ingin supaya kita menaati perintah-Nya. jadi para komentar, minta tolong untuk
memahami Alkitab secara benar, selain itu minta Kristus memenuhi hati saudara supaya
saudara memahami Injil dengan benar. namun saya tidak bisa menjamin bahwa
saudara bisa melakukannya. karena hanya orang-orang yang mau mengakui Kristus
dan menerima-Nya saja yang mampu memahami Alkitab dengan benar. selebihnya
adalah orang-orang yang mengaku Kristen, tapi tidak memiliki hidup seperti
orang Kristen seharusnya.
Menurut kelompok ini, seorang
yang mengikut Tuhan harus seratus persen mengikut Tuhan, yaitu tanpa ada
unsur-unsur lain seperti adat Batak. Keterlibatan kepada adat Batak dinilai
sebagai perampasan akan hak-hak Allah. Hal ini khususnya dilihat ketika dalam
praktek Dalihan Na Tolu, peran hula-hula
dianggap telah mengambil alih peran Tuhan Yesus sebagai sumber berkat. Kepada
orang yang benar-benar mencintai Tuhan Yesus dengan segenap hatinya, perlu
dibukakan berbagai bentuk benteng rohani yang telah dibangun oleh iblis dalam
upaya menguasai, membelenggu, dan memperbudak bangsa Batak dari satu generasi
ke generasi lainnya. Pengertian ini akan menolong mereka untuk dapat terlepas dari
segala jerat iblis di dalam adat Batak, dan beribadah kepada Tuhan Yesus dalam
kebenaran dan kekudusan seumur hidupnya. Dalam pandangan kelompok yang kontra
adat Batak, adat adalah suatu pekerjaan iblis yang membentengi orang Batak
untuk tidak sungguh-sungguh di dalam Tuhan. Sehingga James dalam karya tulisnya
berkata:
Penghancuran
benteng-benteng iblis yang ada dalam diri orang Batak akan menghasilkan
saksi-saksi Kristus yang diurapi dengan keberanian dan kuasa Roh Kudus.
Sehingga pada awal abad ke-21 ini akan bangkit orang-orang Kristen Batak yang
dipakai oleh Tuhan dalam menyelesaikan Amanat Agung-Nya, dengan melepas mereka
dari genggaman kuasa iblis. Dengan demikian kita dapat mempersiapkan bagi Tuhan
suatu umat yang layak bagi-Nya, dalam rangkamenyambut kedatangan Tuhan Yesus
yang kedua kali, yang waktunya sudah semakin sangat dekat.30
Orang
Batak dianggap telah melupakan prinsip rohani bahwa terang tidak dapat bersatu
dengan gelap, dan kebenaran tidak dapat dipersatukan dengan ketidakbenaran.
Dalam bahasa Tuhan Yesus: Tidak
seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan
membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang
seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Tuhan
dan kepada Mammon (Matius 6:24). Jika memang pemahaman terhadap adat Batak
adalah seperti apa yang telah disebutkan di atas, maka wajarlah jika kemudian
orang-orang yang rindu mengikuti Yesus Kristusdengan segenap hatinya, akhirnya
meninggalkan dan meemsuhi adat Batak.
Pandangan Alkitab Terhadap Adat Batak
Berawal dari tujuan utama kedatangan Yesus Kristus
ke dunia adalah untuk memberitakan Injil. Tindakan Yesus Kristus adalah sebagai
teladan bagi umat Manusia. Dalam kitab
filipi 2:5-11 dikatakan bahwa:
Hendaklah
kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga
dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan
telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah
merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama
di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di
langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah
mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!31
Dari kitab Filipi di atas
dapat dilihat bahwa keinginan penulis (Paulus) adalah supaya Orang percaya
(termasuk orang Batak) menaruh pikiran dan perasaan yang sama dalam Kristus
Yesus. Paulus memperlihatkan apa yang dilakukan oleh Yesus Kristus, yaitu, yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Yang
dilakukan oleh Yesus adalah merendahkan diri dan menjadi sama dengan manusia. Kata sama yang dipakai adalah berasal dari
kata Yunani homoioo, yang artinya
adalah: ”menyamakan, menjadi sama, membandingkan.”32 Tuhan Yesus Kristus rela menjadi sama
dengan manusia. Setelah Memperlihatkan apa yang dilakukan Yesus Kristus, Paulus
juga meberi tahu tujuan Yesus melakukannya, yaitu: supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada
di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah
Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa. Tujuan Yesus menjadi serupa dengan
manusia adalah untuk menebus dosa manusia,sehingga seluruh manusia
diselamatkan.
Dalam
perjalanan Tuhan Yesus Krisrus di dunia ini sebagai manusia, Ia melakukan juga
kebiasaay kebiasaan yang dilakukan oleh orang Yahudi, sebab Yesus berasal dari
keturunan Yahudi. Sebagaio contoh dalam kitab Lukas: ”Ketika Yesus telah
berumur duabelas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada
hari raya itu.” (Lukas 2:42). Yesus juga ikut melakukan kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, yaitu suatu bangsa dimana Yesus lahir
dan bertambah besar. Yesus juga melakukan adat istiadat Yahudi. Akan tetapi,
yang menjadi pertanyaan adalah apakan Yesus melakukan semua adat istiadat
OrangaYahudi? Untuk mkenjawab pertanyaan tersebut, penulis mencoba melihat dari
beberapa ayat Alkitab dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Dari
Perjanjian Lama dapat ditemukan adat yang bersifat negatif dan ada juga yang
bersifat positif. Salah satu contoh yang bersifat
negatif dapat dilihat dalam kitab Raja-Raja. Dalam kitab tersebut dicatat bahwa
Israel telah berdosa kepada
Tuhan, “karena mereka telah menyembah allah lain, dan telah hidup menurut adat
istiadat bangsa-bangsa yang telah dihalau Tuhan dari depan orang Israel”
(2 Raja-Raja 17:7b-8.) Allah tidak menghendaki bangsaNya mengikuti
adat-istiadat bangsa yang tidak mengenal Allah, yang membuat bangsa tersebut
berpaling dari Allah. Di sisi
yang lain, perjanjian Lama menunjukkan pengaruh adat yang bersifat positif. Di
dalam kitab Hakim-Hakim ditulis: ”dilihat merekalah bahwa rakyat yang diam di
sana hidup dengan tenteram, menurut adat orang Sidon aman dan tenteram.
Orang-orang itu tidak kekurangan apapun di mika bumi, malah kaya harta”.
(Hakim-Hakim 18:7).
Dalam
Perjanjian Baru dapat juga dilihat adanya adat yang bersifat positif dan
negatif. Hal yang positif dapat terlihat dalam Injil Yohanes dalam
kaitannyyadengan kematian Yesus. ”Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya
dengan kain lelan dan membubuhinya dengan remparempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat” (Yoh 19:40). Di
sisi lain dalam Perjanjian Baru, karena adanya praktek-praktek adat yang
negatif, rasul Paulus mengingatkan agar bersikap hati-hati terhadap ajaran
turun-temurun. ”Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan
filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turu-temurun dan roh0-roh
dunia, tetapi tidak menurut Kristus. (Kol 2:8). Rupanya ada adat istiadat yang
memberi dampak yang negatif.
Dalam
pandangannya terhadap adat, Paulus sendiri menyaksikan keterlibatannya di dalam
adat orang Yahudi. ”Di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman
yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin
memelihara adat istiadat nenek moyangku” (Galatia 1:14). Walaupun setelah
pertobatan rasul Paulus, tidak memiliki semangat dan motivasi yang sama
terhadap adat istiadat, namun tidak terlihat bahwa ia meninggalkan dan menolak
semua adat tersebut. Akan tetapi rasul Paulus memberi pandangan yang baik
terhadap adat tersebut.
Sungguhpun
aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang,
supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang
Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang
Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti
orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di
bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah
hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku
menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku
tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus,
supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.
Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku
dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi
segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari
antara mereka.(1 Korintus 9:19-23).
Satu hal yang ditekankan oleh rasul Paulus dalam
bagian ini adalah bahwa ia melakukan semua hal tersebut, yaitu: menjadi seperti
orang yang dilayani, semuanya adalah untuk Injil. Fokus utama rasul Paulus
adalah supaya bisa memberitakan injil kepada semua orang suku. Rasul Paulus
melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Yesus merendahkan diri
menjadi sama dengan manusia supaya segala lidah mengaku bahwa Yesus adalah
Tuhan. Dan terhadap hal itu, rasul Paulus mengajak semua orang percaya,
meneladani Yesus. Dalam hal ini temasuk sikap Yesus terhadap adat istiadat.
”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dann perasaan yang
terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5).
1Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta: Yayasan Bina Dunia, 2008), 5.
2 Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta: Yayasan Bina Dunia, 2008), 7.
3Lothar Schreiner, Adat dan Injil (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 112.
4Lothar Schreiner, Adat dan Injil (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 112.
5Nalom Siahaan, Adat Dalihan Na Tolu
(Jakarta: GRAFINA, 1982), 2-3.
6LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 24.
7Suh Sung Min, Injil dan
Penyembahan Nenek Moyang (Yokyakarta: Media Pressindo, 2001), 137.
9LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 184.
10Dave Hagelberg, Tafsiran Roma
dari Bahasa Yunani (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 2000), 53.
11Van Den End, Ragi Carita 2 (Jakarta:
Gunung Mulia, 2003), 189.
12Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 26.
13Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 27.
14Humala Simanjuntak dkk, Kekristenan
dan Adat Budaya Batak dalam Perbincangan. (Jakarta: Kerabat Dian Utama, 2001),
59.
15B. Sidabutar, Adat dan Gereja Menghadapi Era Globalisasi (Jakarta:
Panitia pesta Parolop-olopon 134 tahun HKBP Distrik VII, 1995), 10.
16Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 46.
17LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 184.
18Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 35.
19 Moksa Nadeak, Ujian Bagi Iman dan Pengamalan Pancasila (Tarutung:
Biro Informasi HKBP, 1995), 19-20.
20Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1988), 288-289.
21Paul B. Pedersen, Batak
Blood and Protestant Soul (Michigan: William B. Eerdmans Publishing
Company, 1970), 94-95.
22Henry James Silalahi, Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Kawan Missi
Kristus, 2000), 1.
23Ibid
24Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 28.
25A. H. Parhusip, Jorbut Ni Adat
Batak Hasipelebeguon (Porsea: GSJA Pemenang, 2000), 8.
26Henry James, Penyembahan
Berhala Dalam Upacara Adat Batak (Medan:
Pelayanan Missi Kristus, 2007), 19.
27Mangapul Sagala, Injil dan Adat
Batak (Jakarta Pusat: Yayasan Buna Dunia, 2003), 37.
28 Henry James, Penyembahan
Berhala Dalam Upacara Adat Batak (Medan:
Pelayanan Missi Kristus, 2007), 18.
29 Henry James Silalahi,Pandangan Injil Terhadap Upacara Adat Batak (Medan: Pelayanan Misi
Kristus, 2005), 44.
31LAI, Alkitab (Jakarta: LAI, 2007), 238.
32Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interliniear Yunani Indonesia dan konkordansi Perjanjian Baru Jilid
II (Jakarta:
LAI, 2006), 571.